35. Geram

1.4K 82 2
                                    

Bukan Aurel namanya jika tidak bisa membuat Nada dan Echa geleng-geleng kepala akibat menghadapi sikapnya yang aneh.

Dulu ia pernah menyuruh Nada dan Echa untuk membaca surah Yasin ketika kucing kesayangannya mati. Lalu sekarang, sejak ia memasuki kelas dan menduduki bangkunya ia terus tersenyum dengan tatapan mata kosong.

Nada menyenggol bahu Echa, mengisyaratkannya agar bertanya kepada Aurel.

"Rel, lo gak kenapa-napa kan?" tanya Echa hati-hati.

Aurel terus tersenyum. Bahkan sekarang ia lebih melebarkan senyumnya hingga sederet gigi putihnya terlihat. "Gue habis dicopet," balasnya masih dengan senyum merekah.

Nada dan Echa bertambah khawatir. Bisa-bisanya setelah dicopet, Aurel malah senang hingga senyum-senyum sendiri.

"Cha, Aurel kok habis dicopet malah seneng sih?" tanya Nada sambil melirik Aurel curiga.

Echa mengangkat kedua alisnya sambil mengendikkan bahu. "Gue gak tahu pasti, tapi kayaknya Aurel kena hipnotis deh, soalnya modus pencopetan jaman sekarang kan kaya gitu."

Nada menggenggam tangan Aurel yang tengah digunakan untuk bertopang dagu. "Rel, lo masih inget kita kan?" tanyanya dengan mata menyipit.

Aurel membelalakan matanya menatap Nada dan Echa bergantian. "Lo berdua apaan sih, ya jelas gue ingetlah, Nada, Echa," balasnya membuat Nada bernapas lega.

"Rel, katanya lo habis dicopet, terus ngapain lo malah senyam-senyum sendiri, lo tuh udah bikin kita khawatir tau gak," dengus Echa geram.

Berbanding terbalik dengan Aurel yang tertawa renyah. "Sori deh, habisnya tadi gue dicopet sama pencopet ganteng, kan jadinya malah bikin gue ngefly," balasnya menyeringai.

Nada dan Echa jadi geregetan dibuatnya.

"Ya ampun Rel, terus lo ikhlas dong dompet lo diambil?" tanya Nada.

Setelah itu baru Aurel mengerucutkan bibirnya. "Kalau duitnya sih gue ikhlas toh cuma 20 ribu, yang nggak gue ikhlas dompetnya soalnya itu pemberian dari mami gue," jawabnya sedih, namun, setelah itu ia mengembangkan senyumnya lagi.

"Tapi gapapa lah, masih untung kartu pelajar gue ada di sana, kan lumayan poto gue disimpen sama abang ganteng," cekikiknya.

Echa kewalahan menghadapi Aurel. Mungkin otaknya sudah geser, akibat terlalu lama menjomblo.

"Terserah lo deh Rel, pusing gue mikirin lo!" Echa menghela napas panjang lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke depan kelas.

"Aurel, mau seganteng apapun itu pencopet kalo udah nyopet mah berarti dia udah berbuat kriminal, lo yakin suka sama dia?" tanya Nada mendelik.

"Kalau ternyata dia jodoh gue, gue bisa apa?" celetuknya.

Nada menyipitkan matanya ngeri. Ia mengikuti gerakan Echa, untuk kembali menghadap ke depan.

***

Sebelum bel istirahat berbunyi, semua ketua kelas membagikan selebaran kertas pengumuman dan jadwal ujian semester di kelas masing-masing.

Gilang selaku ketua kelas X IPA 1 memulai membagikan dari barisan paling depan, lalu baru barisan kedua dan seterusnya.

Nada yang baru menerima lembar jadwal ujiannya langsung melipatnya dan memasukkan ke dalam tas. Ia enggan membaca, lantaran tidak ingin pusing sekarang. Kemudian ia membaca lembar satunya, yaitu kertas bertuliskan pengumuman dari sekolah.

Nada mulai membacanya dari atas. Dan ternyata pengumuman itu berisi jika semua murid harus melunasi administrasi sekolah pada semester ini, dan jika tidak maka mereka tidak diperbolehkan untuk mengikuti ujian.

Nada lega, untungnya pembayaran sekolah telah ia lunasi jauh-jauh hari. Semakin ke bawah, ia melihat tanda tangan dari kepala sekolah dan ketua yayasan.

Di sana terlihat tanda tangan Pak Hendra yang menurutnya sangat mudah untuk dimanipulasi. Sedangkan satunya adalah tanda tangan dari ketua yayasan yang terlihat lebih rumit.

Nada mengernyitkan matanya mengetahui nama si ketua yayasan. Namanya seperti tidak asing, tapi sayangnya ia lupa pernah mendengar nama itu di mana. Nada masih merasa penasaran, hingga ia bertanya ke Echa.

"Cha, nama ketua yayasan sekolah kita tuh kok kaya gak asing ya di telinga gue, tapi gue lupa pernah denger dimana?" tanyanya dengan dahi berkerut.

Echa meletakkan ponselnya asal, lalu menatap orang yang ada di sebelahnya.

"Maksud lo Kevin Rezan Naratama?" sahut Echa.

Seketika saja setelah Echa menyebut nama Kevin, memori ingatan Nada kembali. Ia ingat, Kevin pernah menyebutkan namanya itu waktu di halte sekolah.

"Pak Naratama itu kakeknya Kevin Nad, udahlah gak usah bingung gitu," ujar Echa.

Nada masih menatap Echa dengan tatapan bingung. "Kok gue baru tahu ya?" celetuknya.

Echa membenarkan posisi duduknya, hingga benar-benar menghadap Nada.

"Dulu gue udah mau ngasih tahu lo Nad, cuman waktu lo deket sama Kak Kevin gak tahunya ternyata lo juga deket sama kak Ito, gue jadi ragu mau bilang ke elo, dan akhirnya gue gak jadi bilang, soalnya gue lebih setuju kalau lo sama Kak Ito daripada Kak Kevin," jelas Echa dan Nada hanya melongo dengan wajah cengo menatap orang di hadapannya.

"Nad, biar dikata Kak Kevin tajir melintir dan kakeknya orang yang punya sekolahan ini, tapi Kak Ito itu jauh lebih baik daripada dia kok, percaya deh sama gue!" ujar Echa dengan penekanan.

Nada yang tadi melongo, berganti mengembangkan senyumnya.

"Cha, masalahnya gue gak ngerti deh lo ngomong apa?"

Echa menggertakkan giginya geram.

"Please Nad, jangan bilang lo udah sekongkolan sama Aurel pengen bikin gue darah tinggi hari ini!" seru Echa dengan nada sendu, lalu ia menghadap ke depan meratapi nasibnya yang benar-benar memprihatinkan.

Yang satu baperan, eh satunya lagi kepolosan, -au ah dark.

***TBC***

Dark banget lah ini, ngantuk kuy.
Di mulmed itu Kakek Ito.

Lagu untuk Nada [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang