01

346 33 6
                                    

Dunia ini masih sangat lebar maka jangan sungkan untuk berbagi tempat dengan orang lain. Jadilah orang yang suka berbagi, begitu kata Ibu Chanyeol ketika mereka berdua berjalan di jalanan setapak sehabis dari pasar. Pria muda yang baru berusia lima tahun itu cuma mengangguk, tanpa mengerti apa yang dimaksud oleh sang ibu dengan cengiran lebar yang menghiasi.

Tangan mungil Chanyeol menggenggam erat tangan halus milik ibunya sembari menatap ke sekeliling dengan senyuman yang luar biasa menggemaskan. Matanya berkelana, melihat-lihat keadaan sekitar dengan rasa penasaran yang sangat ketara. Sedangkan langkah kakinya kecil, namun, terlihat begitu cepat untuk ukuran anak seusia dirinya.

Ibunya berhenti tepat di depan seorang pengemis tua yang meminta sedikit uang untuk makan, katanya dia belum makan selama dua hari. Chanyeol menatap wanita yang telah melahirkannya dengan bingung, namun kemudian pertanyaan itu terbalas ketika sang ibu memberi beberapa lembar uang won pada pengemis yang memberikan doa-doa selamat kepada dia dan juga ibunya dengan tulus sedalam laut samudra.

Ketika mereka berdua mulai berjalan kembali, ibunya berkata kembali dengan suara yang lembut. Mengingatkan Chanyeol yang kini mengerti dengan jelas apa yang telah terjadi.

"Jadilah orang yang suka berbagi, karena dunia ini bukan milikmu saja."

Ketika itu, ibu menyuruh Chanyeol membeli satu kilogram buah apel untuk persediaan rumah yang tentu dilaksanakan oleh pria kecil itu dengan segenap hati. Dengan memakai baju atasan hangat warna hijau dan celana selutut warna coklat yang terbuat daripada kain katun serta sandal kulit yang begitu pas di kakinya yang mungil, Chanyeol dengan cakap melaksanakan tugasnya.

Untunglah, pasar hanya berjarak satu kilometer dari rumahnya. Memakan waktu lima belas menit untuk berjalan untuknya yang masih sangat kecil ini, tapi, dia cukup menikmati hal ini. Karena pada hakekatnya, ia tipikal bocah yang suka berjalan, menikmati hal disekitar serta mencari tahu yang membuatnya penasaran.

"Terimakasih." Ucap Chanyeol sembari mengangkat kantong kertas warna coklat itu dengan kedua tangan mungilnya.

Di tengah perjalanan, Chanyeol menemukan pengemis itu lagi. Kali ini dia terlihat lebih kelaparan beberapa kali lipat dari yang sebelumnya. Pria mungil itu menatap uang kembalian yang tersisa sangat banyak karena kebetulan, apel-apel tadi sedang berdiskon, lalu, menatap lelaki yang sibuk meminta-minta dengan suara parau mengenaskan.

"Kakek!" Panggil Chanyeol dengan suara bersinarnya. Pengemis tua itu menoleh dan mendapati seorang bocah dengan senyuman super lebar yang memperlihatkan gigi susunya. Bocah lelaki itu memberikan semua lembar uang yang dia milki, kemudian, mengambil tiga buah dari enam apel untuk diberikan padanya.

"Ini untuk kakek, tolong diterima." Kata Chanyeol  sebelum kembali melanjutkan perjalanan pulangnya dengan wajah yang berseri-seri.

Menurutnya, berbagi itu indah.

"Yeol," Panggil sang ibu ketika melihat hanya ada tiga buah apel yang tergeletak di atas meja makan dengan rasa penasaran.

"Iya, Ibu?" Chanyeol datang dari kamarnya setelah tadi sibuk membersihkan dirinya di kamar mandi.

"Kenapa apelnya cuma ada 3? Lalu, kemana uang kembalian?" Tanya ibu sembari menatap anak semata wayangnya dengan bingung.

"Ah...Yeol memberikan uang kembalian dan 3 buah apel untuk kakek yang dulu itu, yang ibu beri uang."

Sang ibu hanya bisa mengulas senyum bangga. Kemudian, mengacak surai halus milik Chanyeol dengan gemas, "Wah, kamu pintar sekali. Ibu bangga padamu, nak."

Seminggu setelahnya, Chanyeol genap berusia enam tahun dan dia sedang dalam perjalanan menuju sekolah dasarnya. Dia sudah membuat perjanjian dengan sang ibu bahwa tidak akan ditemani lagi kemana pun karena ia sudah besar. Tapi, demi keselamatan sang anak, ibu menyekolahkannya pada sekolah dasar yang berjarak dua ratus meter dari rumah hanya untuk berjaga-jaga. Karena bagaimana juga, Chanyeol adalah anak yang ceroboh dan dia tidak ingin mengambil resiko dari hal itu.

Semua orang baik padanya, kecuali satu orang yaitu Oh Sehun. Si vampire yang pendiam itu bahkan tidak mau berbicara ketika tadi saat kegiatan menulis nama, Chanyeol meminjam sebuah penghapus. Tapi, Sehun juga tidak mau meminjamkan penghapusnya untuk si Park yang menurut lelaki cilik bermarga Oh itu terlalu berisik dan menganggu pendengaran.

Chanyeol mendengarkan anak-anak perempuan di kelasnya yang memuja Sehun karena ketampanannya dengan naik pitam. Lalu, dia menaiki meja dan menunjuk Sehun yang tengah membuka botol susunya, menatap si berisik dengan alis yang mengerut pusing.

"Kau tahu, Oh Sehun. Mulai saat ini kita rival, ha! Kau dengar itu, rival!" Kata Chanyeol menunjuk Sehun dengan jari telujuknya yang mungil di sertai seringaian yang begitu aneh bagi anak-anak di kelas.

Padahal, Chanyeol belajar kata itu dari drama siang hari yang selalu ditonton sang ibu.

Sehun hanya mengedikan bahunya tidak peduli, kemudian meminum susu hangat yang tadi pagi dibuatkan ibunya tanpa menghiraukan perkataan Chanyeol yang mengumumkan bahwa mereka itu adalah rival dengan bangga.

Ulangan pertama di sekolah adalah matematika. Sehun mendapatkan nilai sempurna sedang Chanyeol hanya mendapatkan separuh dari nilai seratus itu.

Lalu, demi sebuah kehormatan, Chanyeol selalu mengekori Sehun kemana pun pria kecil itu pergi. Belajar bersama, di perpustakaan, bahkan pulang sekali pun lelaki bermarga Park itu selalu membuntuti.

Dia tidak belajar dengan Sehun, melainkan memata-matai apakah rivalnya itu membuat contekan atau tidak!

Tapi, di ulangan berikutnya pun Sehun masih mendapatkan nilai sempurna sedangkan Chanyeol mendapatkan delapan puluh atas pelatihan keras sang ibu.

Maka, kedua orang pria cilik yang berlawanan sifat itu dinobatkan guru sekolah dasarnya sebagai teman dekat, yang tertulis dengan tinta warna biru muda indah di rapot masing-masing ketika kenaikan kelas.

Pagi itu, dia sudah beranjak kelas dua dan Sehun masih berada satu kelas dengannya. Itu semua karena guru kelas satu yang menganggap mereka teman dekat, hingga dipertemukan lagi di kelas berikutnya dengan sengaja.

"Kita kedatangan murid baru dari Gangnam, anak-anak."

Setelah ibu guru mengatakan hal itu, seorang anak perempuan dengan baju seragam yang sangat bagus; kemeja putih bersih dengan rompi merah serta rok kotak-kotak merah jua, dengan rambut panjang hampir se-siku dikucir dua dengan karet gelang warna merah muda yang memiliki hiasan dua ceri merah merona yang membuat dia tambah sangat manis. Perempuan mungil itu tersenyum, matanya tenggelam.

"Halo, perkenalkan. Nama saya Tiffany Hwang. Senang berkenalan dengan kalian semua."

Dan ketika itulah seorang Park Chanyeol menobatkan Tiffany si murid pindahan baru dengan gelar perempuan tercantik yang pernah dia lihat, bahkan mengalahkan ibunya sendiri!

Setelahnya, Tiffany duduk tepat di kursi depan Chanyeol dan Sehun.

"Halo, Tiffany. Namaku Chanyeol. Salam kenal." Ujar Chanyeol mengangkat tangannya, yang tentu dibalas hangat oleh sang lawan bicara.

"Halo juga, Chanyeol. Aku Tiffany, senang berkenalan denganmu." Balas Tiffany tersenyum dengan ramah.

Tiba-tiba saja, Sehun juga mengulurkan tangannya pada perempuan cilik itu dengan wajah yang masih seperti tembok, datar.

"Aku Sehun." Katanya singkat yang disertai makian Chanyeol karena dia anggap hal itu tidak sopan. Apalagi, bagi Tiffany si perempuan pujaan hati.

Perempuan cilik itu terlihat maklum.

"Halo, Sehun. Aku Tiffany, senang berkenalan denganmu." Ujar Tiffany membalas uluran tangan Sehun masih dengan senyum ramah.

Dan begitulah, bagaimana ketiganya menjadi teman sejati. Sehun dan Tiffany masuk dalam kehidupan Chanyeol dengan begitu mudah, tanpa ada penghalang apapun. Bahkan, kelewat mudah.

Kata orang, dunia ini akan sempit bila ditempati bertiga. Tapi, bagi Chanyeol. Dunianya sangat luas, hingga bisa menampung dua sahabat terbaiknya dengan baik. Karena kata ibunya, dunia ini masih sangat luas, maka sukalah berbagi.

Dan Chanyeol sudah berbagi dengan Sehun dan Tiffany dengan setulus hati.

tbc.

Antidone.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang