Terlihat cakrawala mulai menghiasi setiap sudut langit. Na melangkah keluar sembari merangkul boneka doraemon kesayangannya. Dia terlihat lesu, seperti dedaunan yang tak menjumpa air.
"Kamu kenapa nak, tanya ayahnya?" dia tersenyum sambil berkata "gak apa-apa kok yah".
Yasudah,kalo sakitmu kambuh istirahat saja dulu. Ibumu juga mau ajak kamu hari ini untuk periksa matamu. Disusul ibunya yang juga berkata hal yang sama. Na terlihat memalingkan wajah, ada rasa takut yang dirasakan saat mendengar kata-kata ibu dan ayahnya. Waktu mulai menunjukkan pukul 16.00 wita,Saatnya Na dan ibunya berangkat ke klinik untuk memeriksakan matanya. Ada resah dan juga gelisah yang dirasakan selama perjalanan. Dia selalu saja berkata pada ibunya " ibu kalo mataku harus di operasi gimana? " Aku takut bu! Sabar sayang ini juga demi kesembuhanmu, kalo matamu tidak segera diatasi bagaimana bisa kamu akan menjumpai senja yang tiap kali kau lihat dengan keindahan yang sama. "Kata ibunya menenangkannya"
Tak ada yang tau sakit yang dirasakan Na saat itu, dia selalu saja menyembunyikannnya dari keluarga bahkan teman-teman dekatnya. Singkat cerita, Ibunya sempat melihat ada bulatan kecil dibagian matanya dan pada akhirnya ibunya menyadari apa yang dilihat itu adalah benjolan kecil.
Setiap kali berkumpul bersama teman-temannya Na selalu merasakan sakit dibagian mata yang kemudian menjalar menuju kepala. Saat teman-temannya bertanya dia hanya selalu menjawab "mungkin aku kurang tidur saja".
Tibalah mereka di sebuah klinik dimana tempat tersebut adalah tempat terbaik untuk memeriksakan segala penyakit yang ada.
Saat pemeriksaan selesai,hasilnya ternyata ada benjolan kecil di bagian matanya. Benjolan tersebut bisa saja meradang menyerang mata secepatnya jika tidak segera diatasi. Jalan keluarnya hanya ada dua pilihan, dioperasi atau minum obat-obatan ramuan herbal dengan ketentuan waktu selama 3 bulan untuk proses penyembuhannya. Dengan semangat yang tinggi Na memilih proses penyembuhan selama 3 bulan lamanya daripada dia harus berhadapan dengan alat-alat kedokteran. Ibunya pun menyetujuinya.
Akhirnya kesembuhan datang menghampiri, benjolan pun perlahan mulai hilang. Akan tetapi, matanya mulai sensitif dengan sinar matahari, cahaya lampu dan penglihatannya mulai sedikit kabur.
Dia tak lagi bisa menjumpa menyapa senja dengan keindahan senja yang sama. Merindu pada ketetapan indahnya panorama senja saat berpulang dan kembali lagi di detik, dan menit yang sama di keesokan harinya.
Hari demi hari dia lalui dengan mata yang terlihat normal namun ternyata menyiksanya setiap kali ada cahaya yang menghampiri. Pada akhirnya ibu dan ayahnya meminta Na untuk mulai menggunakan kacamata. Na terlihat bimbang,ketidaksukaan menggunakan kacamata mulai tergambar dari ekspresi wajahnya. Diapun memutuskan menggunakannya demi kesembuhan matanya.