4. Pulang Bareng

45 4 1
                                    

Upacara,

Adalah kegiatan yang paling menyebalkan bagi Nadia. Tidak hanya Nadia, mungkin untuk semua siswa-siswi SMAN Pelita Murni. Bagaimana tidak? Kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap hari senin ini mengharuskan mereka berdiri di tengah-tengah lapangan disaat matahari bersinar cukup terik.

Sebuah tantangan besar bagi Nadia yang pagi tadi bangun kesiangan sehingga menyebabkan dirinya lupa untuk sekedar sarapan. Ditambah penyampaian ceramah dari Bu Sri di depan sana membuat kepalanya bertambah pusing. Guru yang sudah berkepala empat itu membicarakan tentang kebersihan sekolah yang menurutnya sangat memprihatinkan.

“Kebersihan itu penting! Jangan hanya pacar yang kalian perhatikan, kebersihan lingkungan juga turut diperhatikan. Kebersihan itu ‘kan merupakan sebagian dari iman.”

Krukk krukkk

Entah sudah berapa kali perut itu berbunyi, Nadia tak sempat menghitung banyaknya. Berkali-kali berbunyi meminta sang empu untuk segera mengisinya. Hanya saja waktu untuk mengisi perutnya tidaklah tepat. Tidak mungkin kan jika Nadia keluar dari barisan kemudian ngacir ke kantin untuk mengisi perutnya yang kosong? Tindakan konyol itu hanya akan membuatnya mendapat hukuman.

Nadia bukan tipikal siswi kebanyakan yang bersembunyi di kamar mandi wanita karena takut kulitnya hitam dan bedaknya menjadi luntur akibat teriknya matahari. Nadia juga bukan Anggi yang terkadang ikut-ikutan temennya bolos upacara karena menuntaskan rasa lapar dan dahaganya di kantin belakang sekolah.

“Lo masih kuat gak? Apa mau mundur ke belakang?” bisik Lusi dengan suara kecil, bahkan nyaris tak terdengar di sela-sela ceramah Bu Sri.

Sedari tadi teman sebangkunya itu memperhatikan wajah Nadia yang terlihat lemas dan tak bersemangat. Mereka berdua berdiri di barisan terdepan sehingga tidak bisa leluasa berbicara atau bergerak sedikitpun.
Yang ditanya hanya mengangguk lesu.

Terdengar hembusan napas lega dari semua murid yang senang karena upacara akan segera berakhir.

Saat pemimpin upacara mengintruksi untuk bubar barisan, spontan seluruhnya ngacir ke kantin yang rata-rata membeli minuman dingin. Mirip seperti sebangsa semut yang mengerubungi gula saat baru tumpah dari karung.

Tiga kantin sekolah mendadak ramai padahal bel istirahat pertama baru akan berbunyi tiga jam lagi. Peristiwa ini menguntungkan bagi penjaga kantin karena mereka bisa pulang lebih awal jika jajanan kantin sudah pada ludes tanpa sisa.

“Ayo habis ngambil makanan jangan lupa bayar, yaa!” Teriak ibu kantin mengingatkan sambil sesekali menepuk-nepuk tangannya saat suasana menjadi gaduh karena salah seorang siswi tak sengaja menyikut tangan siswi yang lainnya.

Bahkan sampai ada beberapa siswa yang menenggak habis minuman dinginnya terlebih dahulu padahal belum tuntas membayarnya.

Nadia dan Lusi yang hanya mengambil dua roti bakar dan sebotol teh dingin langsung melahap habis tanpa sisa sebelum akhirnya pelajaran olahraga lapangan dimulai dengan ditandai berbunyinya pluit milik Pak Yanto selaku guru Penjasorkes.

***

Habis panas-panasan upacara, kemudian bermandi keringat karena olahraga lapangan, lalu dilanjutkan cuci otak dengan rumus-rumus Matematika yang mematikan.

Senin yang buruk.

Nadia memang tidak ahli dalam mata pelajaran yang berhubungan dengan perhitungan. Engga minat, katanya. Tapi, ia jauh lebih handal dalam mata pelajaran sejarah maupun sastra.

Saat guru pelajaran selanjutnya memasuki kelas, deretan pembuat onar selalu salah fokus jika memperhatikan jalan sang guru pengajar yang melangkah menuju meja guru. Bisa diterka-terka sedang dipenuhi apa pikiran mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Guess Who?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang