Pukul 17.25 . Jalanan padat oleh orang-orang yang baru pulang kerja, yang telah merindukan kehangatan rumah mereka setelah meninggalkannya selama seharian penuh. Wajah-wajah lelah menghiasi penampilan mereka; dimarahi bos, kesalahan financial, dan berbagai masalah lainnya yang baru mereka hadapi.
Sore itu lebih gelap dari biasanya. Awan-awan hitam bergulung di langit. Wanita bermakeup norak yang membawa acara perkiraan cuaca telah menyampaikan bahwa sore ini akan terjadi hujan yang cukup deras.
Tak lama kemudian, hujan turun.
Payung-payung terkembang. Melindungi pengguna yang berada dalam naungannya dari ganasnya hujan sore itu. Cuaca itu memaksa mereka untuk bergerak lebih cepat agar dapat menemukan tepat berteduh. Ditengah-tengah keramaian itu, seorang pria bergaya pegawai kantoran berhenti, dan mengedarkan pandangan suram. Ia kemudian mengadahkan kepalanya, memandang langit gelap yang berada jauh di atasnya. Tubuhnya dibalut oleh sebuah mantel tipis yang telah lusuh, serta sebuah kaos putih. Rintik-rintik air jatuh membasahi wajahnya, mengalir turun melewati dagu, leher, kemudian diserap oleh kaos putih yang sangat kotor.
Hujan....
Sudah tiga tahun Barner tinggal di jalanan. Jiwanya telah hancur oleh seluruh peristiwa yang menimpanya. Hanya menunggu waktu sampai ia menjadi gila.
Ia dikeluarkan dari pekerjaannya empat tahun yang lalu. Semenjak itu, entah kenapa tak ada perusahaan yang mau menerimanya. Kondisi ekonomi keluarganya semakin memburuk setiap saat. Stress, Barner akhirnya mabuk-mabukan dan kecanduan dengan hal itu. Tak lama setelahnya, istrinya, bersama kedua anaknya yang berumur 4 dan 7 tahun, meninggalkannya. Akhirnya ia tinggal sendirian di rumahnya. Tiga bulan kemudian tanah yang menjadi tempat tinggalnya ternyata illegal dan pemerintah akhirnya merobohkan rumahnya.
Tak punya tempat bernaung, selama beberapa saat ia tinggal di rumah kenalannya. Namun, mereka pun akhirnya tak tahan dengan kebiasaannya dan mengusirnya. Akhirnya, Barner tinggal di jalanan. Uangnya telah habis akibat alkohol. Karena tidak ada lagi orang yang mau memberinya pinjaman atau tempat tinggal, ia akhirnya beralih kepada mantan istrinya. Namun, Barner sama sekali tidak dapat mengontaknya. Ia juga tidak tahu di mana wanita yang telah melahirkan dua anaknya itu tinggal sekarang.
Barner tidak ingat kapan terakhir kali ia mandi, percakapan terakhir yang ia lakukan kepada keluarganya maupun teman-temannya, ataupun wajah dari istri dan anak-anaknya. Satu-satunya hal yang ia ketahui adalah fakta bahwa ia sendirian dan merupakan seorang gelandangan.
Barner bersandar di sebuah dinding lembab di sebuah lorong yang diapit oleh dua bangunan besar, di samping sebuah tempat sampah umum. Udara malam begitu menggigit. Mantel tipisnya tak lagi sanggup untuk mencegahnya dari rasa dingin. Ia memeluk lututnya, mencoba untuk tetap hangat. Udara malam yang dingin dan hujan serta bau busuk dari tempat sampah di sampingnya benar-benar menyiksa. Namun, siksaan itu sudah menjadi terlalu normal baginya untuk bisa ia rasakan.
Angin dingin mengayun, membuat beberapa benda berputar di udara—plastik bekas, kertas-kertas bekas, sampah makanan kemasan yang tidak dibuang secara tepat ke dalam tepat sampah. Ia menangkap sebuah koran yang terbawa angin. Perlu sedikit usaha sampai akhirnya ia bisa membungkus tubuhnya dengan koran itu. Tidak cukup membantu. Tapi kertas itu dapat menghambat hembusan angin dengan lumayan.
Barner menatap tetesan-tetesan air yang jatuh, membentuk sebuah genangan. Matanya hampa. Tatapan itu melukiskan segala hal buruk yang telah dialaminya. Angin malam mengelus pipinya. Rintik-rintik hujan memberikannya perasaan damai yang menyenangkan. Hanya dalam sekejap, ia telah tergelincir ke alam mimpi.
Barner merasa sangat damai di dalam pikirannya sendiri, di dalam mimpinya. Meski keseluruhannya hanya berisi pengulangan dari segala peristiwa yang telah dijalaninya, dengan penambahan dramatis setiap malamnya; saat keluarganya meninggalkannya, saat ia dipecat dari pekerjaannya, malam-malam di mana ia hidup di jalanan...
YOU ARE READING
Five Nights At Freddie's ( Fanfiction )
Horror2015/04 Ada beberapa bagian yang cacat di Chapter 1, mohon dimaafkan