Pertama

31 1 0
                                    

08/06/2016

"Rin, bangun!"
"Rin, bangun, Rin. Pak Gandi!"
Roni mengguncang pelan lengan Rina, gadis yang sedang terlelap di depannya.

"Kebiasaan nggak pake salam."
Ucap Rina masih dengan kepala tenggelam diantara kedua tangannya.
"Ck, assalamu'alaikum.. Rina, bangun ya. Dosennya udah datang."
Roni berkata selembut mungkin di dekat telinga Rina.
"Wa'alaikumsalam, maaf orangnya nggak ada di rumah."

"Rina!"
"Ish, lo tuh ya. Nggak bisa liat ora--"
Setengah menggeliat, setengah menegang. Di depannya, dosen killer bin abstrak itu menatap tajam ke arah Rina.

"Enak tidurnya?"
Rina menyengir kuda seperti biasanya. "Ya, iyalah pak. Bapak mau nyoba?"
Ia menepuk mejanya bermaksud menyuruh dosennya merasakan kenikmatan yang baru saja Ia rasakan.

"Keluar kamu!"
"Ha? Ngapain Pak?"
"Beliin saya makan."
"Lah, Bapak nggak puasa? Pantes udelnya keliatan."
Seketika Pak Gandi memeriksa bagian yang dimaksud Rina tadi. Menghembus nafas sebal, dengan semakin melotot, muka memerah, Pak Gandi kembali mengusir Rina dari kelasnya.
"Rina! keluar saya bilang."
Rina melangkah keluar kelas dengan tas ranselnya sembari bergumam. "Sok-sok an ngusir, ntar malah ngerengek-rengek bilang 'aku rindu. Aku rindu.' Dasar cowok!"

Semua yang ada di ruangan lantas tertawa mendengar celotehan Rina. Terkecuali Pak Gandi tentunya.

*sebelas menit kemudian*

"Nih, Pak."
Rina menyelonong masuk menyodorkan sebungkus nasi uduk pada Pak Gandi.
"Apa ini?"
"Nasi uduk."
"Hah? Buat siapa?"
"Ck, saya nyodorin ke Bapak, emang buat siapa lagi? Di sebelah bapak ada jin? Atau emang bapak jinnya?"
"Kamu ini nggak ada sopan-sopannya ngomong sama guru."
"Lah, Bapak kan dosen."
"Sama saja! Sudah, bawa itu nasi keluar. Sekalian sama kamu.
"Bapak mau ngajak saya keluar? Jalan? Ke mall?"
"Rina!"
"Apa?"
"Pergi!"
"Kemana?"
"Kemanapun asal jangan berdiri di hadapan saya."
"Oke. Awas aja ya kalo kangen, saya nggak tanggung jawab."
Rina melenggang pergi bersama nasi uduk di tangannya.

Lagi-lagi semua mahasiswa di kelas itu tertawa atas pertunjukan gratis tadi.

 "Lo itu nggak ada capek-capeknya ya ngebuat ulah?"
Labrak Roni tiba-tiba menghampiri Rina yang sedang memberi nasi uduk tadi pada seekor kucing.
"Astaga kerang! Kaget gue!"
"Lo kapan mau berubahnya sih, Rin?"
"Nanti aja. Kalo si sepon itu ganti kolor."
"Hah? Sepon?"
"Iya elah.. itu yang karwannya si kepiting, yang di rumahnya bisa nelpon walau di dalem air. Males gue, kolornya nggak ganti-ganti, putih terus dari jaman gue dibuat. Nggak gatel apa ya?"
"Hhh! Gue capek Rin ngeliat lo."
"Ya tinggal tutup mata aja si apa susahnya?"
"Bukan gitu."
"Terus?"
"Lo niat kuliah nggak sih? Tiap hari lo nggak pernah bener belajar di kelas."
"Lah lo riweh amat kaya dukun beranak."
"Rina, ini demi masadepan lo."
"Tetew tetew.."
"Rin?"
"Tetetew.."
"Lo kenapa sih kalo gue kasih tau nggak pernah didengerin?"
"Tetew tetew tete tew tew.."

Rina berjalan menjauhi Roni yang masih dalam posisi duduk di lantai.
"Rin, lo mau kemana? Kita masih ada kelas."
"Ke tetew dong."
"Rina gue serius!"
"Ck, ke atas lah bego!"
"Ngapain?"
"Ngebuat pulau. Dahh Tuan selepku."

Lagi-lagi Roni menghela nafas panjang. Entah dengan cara apa Ia harus membuat Rina berubah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ramadhan MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang