16

79 8 3
                                    

"Ternyata memang benar. Orang yang sangat kau cintai adalah sosok yang paling berpeluang untuk mematahkan hatimu."

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan aku masih terjaga, duduk bersender di kepala ranjang sambil menikmati alunan lagu yang kusetel dari ponselku.

Walau malu untuk kuakui, aku memang menunggu pesan dari Dafa. Tapi aku belum berani untuk memulainya. Aku takut.

Aku memejamkan mataku dan tiba-tiba wajahnya nangkring begitu saja di pikiranku. Menyebalkan! Kenapa aku harus alay dramatis kayak gini, sih?

Tak tahan, aku meraih ponselku dan membuka line, mencoba mencari hiburan.

Entah kenapa, ide untuk melihat foto profil Dafa muncul begitu saja di kepalaku. Jujur saja, aku tidak pernah memperhatikan foto profil yang ada di sosial medianya.

"Apa tetep ganteng ya?" tanyaku sendiri sambil cekikikan. Maklum memang, jam-jam gabut. Dengan perasaan tak karuan aku menge-klik foto profilnya dan .... lagi-lagi, aku tersenyum.

Seandainya saja ada semut yang kebetulan lewat, mereka mungkin sudah tergoda untuk menggerogotiku. Aku sudah pernah bilang kan, kalau banyak orang yang berkata senyumku manis? Skip.

Dia memasang foto profil dengan pose candid, berjalan-jalan dengan anjing peliharaannya. Di foto itu, dia tampak tersenyum.

Entah untuk keberapa kalinya, tapi bibirku yang tak tahu diri ini tersenyum lagi! Demi Indonesia merdeka, kenapa aku harus se-alay ini?!

Mataku terpejam, cengengesan. Aku memeluk ponselku dengan erat membayangkan betapa menyenangkannya bila akhirnya Dafa benar-benar mengakui perasaannya padaku.

"Haloo, Diana? Haloo?"

"Hehehehe.."

"Diana?"

"Hhhh asdfghjkll?!"

"DIANA JANGAN GITU DONG, HORROR!"

Lah? Tuh kan, kebiasaan! Mengkhayalku sepertinya sudah tingkat dewa karena bisa mendengar suara Dafa yang tengah berteriak. Padahal aku kan belum mempelajari ilmu telepati.

Aku memejamkan mataku dengan kuat dan tertawa kecil. Membayangkan bagaimana ekspresi wajahnya tadi siang saat khawatir aku marah sungguh menggemaskan sekali! Tak tahan, aku menepuk bantalku dengan kuat. Kumat deh kumat!

"Ngapain sih? kok ngamuk? kamu kenapa?"

"Aku gak kenapa, kok. Aku gak marah anjir, biasain aja..." aku ngomong sendiri sambil mesem-mesem, menjawab pertanyaan suara Dafa barusan.

Hening. Tiba-tiba aku merasa ada yang aneh.

Mesin di otakku yang sempat konslet karena Dafa tadi mulai bekerja.

Aku melihat ponselku dengan secepat kilat dan dengan bodohnya, ponselku menelpon Dafa sejak tadi! Sejak 5 menit yang lalu! Jelas itu bukan salahku, kan? Aku tidak meneleponnya! Itu murni kesalahan ponselku.

"Diana? Kamu ngigo ya?"

"Eh, Daf? Maaf kepencet, gak sengaja." ambiguku.

"Ah masa sih? Kok aku gak percaya ya?"

Parah memang. Kalian harus tahu bagaimana malunya aku saat itu! Pipiku sudah terasa mendidih dan kecepatan otakku berpikir sudah seperti kuota internet akhir bulan!
"Heeh, hehehe. Maaf ya."

"Yaudah lain kali aku yang nelpon biar kamu gak salting gini hahaha..."

"Is, aku gak salting, Daf!"

"Mau di 'iya'in aja gak nih?"

"Iya mau..."

"Tapi kalau ditanyain harus iya balik ya?"

"Apaan sih?"

"Jawab iya aja susah banget sih, Di?"

"Iya iya iya.. Kenapa?"

"Jalan-jalan ke taman hiburan yuk?"

"Ngapain?"

"Mancing ikan."

"Ih seriusan.."

"Ya main lah!"

Sumpah ya nih cowok, bukannya ngajak kencan ke tempat romantis malah ke taman hiburan? Emang teriak-teriakan histeris main roller coaster atau diombang-ambingkan kora-kora itu romantis?

"Berdua?"

"Emang mau ngajak siapa lagi?"

"Kok ngajak aku pergi?"

"Gak mau?"

"Ya bukannya gak mau sih..."

"Hmm... Yaudah jawab iya dong." aku mendengar Dafa menghela nafas lega disana.

"Kapan?"

"Nanti ku kasi tau. Sekarang kamu tidur dulu."

"Kenapa?"

"Aku udah siap mau mampir ke mimpimu hahahaha"

"Geli banget, jorok. Udah ah aku tutup ya."

"Nanti kukabarin lagi ya, Di. Good night hehehe.."

Aku memandangi layar ponselku tapi Dafa belum memutuskan hubungan teleponnya. Dan seperti yang kalian duga, aku lah yang mematikan telepon pertama kali antara aku dan Dafa lebih dulu.

Ddrrttt.. ddrtt.. dddrrtt .. drrt..

Kak Dafa Ketua Ekskul
aku gak tega matiin telponnya wkwkwk, kapan lagi diana nelpon aku duluan?

Kak Dafa Ketua Ekskul
makasi banyak ya, di.

Setelah membaca pesan darinya, perasaanku semakin membuncah. Euforia kupu-kupu yang mengaduk-ngaduk perut orang yang sedang kasmaran memang nyata! Aku bisa merasakannya. Sangat memabukkan, tapi menyenangkan.

Aku berdehem untuk menormalkan detak jantungku yang berlari-lari sejak tadi. Aku tidak akan takut lagi. Aku akan menunjukkannya, bahwa aku kini menyukainya, menyukai Dafa.

MY BEST MISTAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang