Dari semua tempat makan yang terserak di seantero Palembang, mengapa harus berjumpa dengan makhluk ini di sini, batin Kartika penuh kemarahan.
Andre menatap Bima sinis dan tatapan itu berubah melecehkan ketika melihat Kartika.
"Oh, masih juga ya sama perempuan ini... Ck ck ck.... Dia pasti membuatmu tergila-gila..." Andre menyeringai jahat.
Bima berusaha tetap santai sambil menenangkan Kartika yang napasnya sudah tak karuan.
"Tarik napas, Sayang. Tarik napas pelan-pelan. Sebentar lagi bau busuk ini hilang sendiri."
Mendengar kata-kata Bima, Andre menghempaskan tangannya ke meja tempat Kartika dan Bima makan. Pengunjung dan karyawan tempat itu mulai melihat dengan cemas.
"Hem, masih tajam mulut juga Tuan Muda kita ini." Ia lalu berbisik pada Kartika yang membuat merinding karena Andre begitu dekat padanya. "Coba kuingat dulu... Hem... Yaah, kau lumayan juga dulu..."
Wajah Kartika sudah pucat pasi.
Bima yang emosinya sudah ke ubun-ubun sudah siap menonjok wajah kurang ajar Andre.
"Permisi, Mas. Maaf, tolong jangan bikin ribut di sini." Seorang karyawan datang dengan takut-takut.
Bima segera menarik tangan Kartika keluar dari tempat itu. Dengan sengaja ia menubruk keras bahu Andre.
Laki-laki itu hanya tertawa mengejek.
Bima membawa Kartika ke mobil di parkiran. Air mata gadis itu menetes satu per satu. Bima merengkuhnya dalam pelukannya. Ia membiarkan Kartika terisak pelan di dadanya selama beberapa waktu. Ia hanya bisa membelai lembut rambutnya, untuk saat ini. Ia sudah memikirkan banyak hal.
Tiba-tiba kaca jendela di sebelah Kartika diketuk-ketuk. Kartika yang menoleh langsung terlonjak kaget.
Andre !
Astaga, apa lagi ini, batin Kartika. Belum puaskah dia mengejek ?
Bima segera turun dengan ekspresi datar. Ia tak berkata sepatahpun walaupun hatinya sudah bergejolak hebat. Ia memandang menyisir lantai parkir. Sepi.
"Hei, gadis kampung. Apa Tuan muda ini sudah tahu kalau dia hanya akan mendapatkan sisa-sisaku ? Atau kau malah sudah menyerahkan diri supaya dapat lebih banyak warisan ?"
Napas Bima memburu. Ia melayangkan satu tendangan keras ke perut Andre.
Buuukkk. Laki-laki itu jatuh terduduk. Sedetik kemudian ia bangkit terhuyung-huyung berusaha membalas. Tapi pukulannya mengenai udara kosong. Malah satu lagi tendangan Bima mendarat di punggungnya.
Satu keluarga muncul di lantai parkir, diikuti dua pasang muda-mudi. Mereka tertegun melihat Bima yang tegak mengantisipasi gerakan Andre yang siap menyerang.
Salah seorang dari mereka berlari balik ke dalam gedung, memanggil sekuriti.
Ketika ada penonton yang akhirnya muncul, Bima mulai beraksi, membiarkan Andre terus mengejarnya dengan serangan dan membuat dirinya terpojok. Ia juga sengaja membiarkan satu pukulan ringan Andre mengenai dadanya. Dan saat duasekuriti mendekat berusaha melerai, Andre masih mencoba memukul Bima.
Saat itulah yang dimanfaatkan Bima untuk secepat kilat menghantam rahang Andre.
"Hei, hei, sudah berhenti." Masing masing sekuriti itu menarik Bima dan Andre.
Para sekuriti itu langsung mengenali Bima.
Andre meludah-ludah tak karuan. Darah memenuhi mulutnya. Dua giginya lepas akibat hantaman terakhir Bima.
"Awas. Kutuntut kau !"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher and The Heir
General Fiction(COMPLETED) Bima, yang tak terkontrol lagi kehidupannya, diungsikan orangtua ke kampung halaman neneknya. Di situ ia harus menuntaskan SMA jika masih ingin diakui sebagai pewaris tunggal keluarga. Merasa paling segalanya, ia terus berulah di sekolah...