Hari ini mendung, tidak ada yang bisa diharapkan selain rinai yang jatuh dengan bebasnya. Mega kelabu terlukis nyata di cakrawala, mengisi celah-celah kilat yang menyapa bumi hari ini.
Seharusnya, Seokjin sudah berada di dalam kelas sekarang. Entah membaca buku ataupun mendengarkan musik sembari bersandar di jendela. Tapi, berbeda dengan hari ini, dia baru saja sampai di depan gerbang sekolah dengan baju yang sudah basah dan napas setengah.
"Kau terlambat?" Taehyung menganga, dia berdiri dengan tangan menyilang. Benar-benar terlihat mencolok karena jas hujan kuning terang bergambar bebek yang sedang dipakainya. "Tidak masalah. Aku tidak akan mencatat namamu asalkan kau memberiku contekan untuk ulangan kimia nanti,"
Seokjin mendengus, mulai bertanya-tanya akan kewarasan sosok di depannya. "Ada alasan mengapa mereka memilihmu menjadi anggota organisasi, teman. Jangan kecewakan mereka," Seokjin berlalu dengan tampang tidak peduli, berjalan tegak tanpa menoleh.
Taehyung berdecak pelan, gagal sudah usahanya di pagi ini. Sudah hujan, tidak diberi contekan pula. Tapi, ucapan pemuda itu benar juga. Taehyung jadi terbahak ringan hingga matanya menyipit, menertawai ketololannya baru-baru ini.
***
"Seokjin! Kau sudah belajar?" Jungkook menyapa amikal, menepuk pundak Seokjin yang baru saja datang dengan langkah santai. "Lupakan, itu pertanyaan retorik," tambahnya.
"Tepat sekali," Seokjin tersenyum tipis sebelum menduduki dirinya sendiri. "Kau tidak melihat aku basah kuyup begini? Aku belajar hingga larut malam sampai-sampai bangun kesiangan,"
"Kasihan sekali temanku ini," Jungkook memasang wajah simpati yang terlihat dibuat-buat, kedua alisnya menekuk tidak natural, bahkan bibirnya pun ikut dilengkungkan ke bawah. "Tidak masalah. Aku juga sudah belajar ... sedikit,"
Seokjin tertawa kecil mendengar nada bicara Jungkook yang terdengar ragu. Tak begitu lama menunggu, beberapa anggota osis—termasuk Taehyung—yang satu kelas dengannya masuk ke dalam dengan langkah lebar-lebar, terkesan buru-buru. Benar saja, guru Kang menyusul di belakang dengan muka cerah, dan semua orang sudah tahu apa yang terjadi dengan guru itu.
"Seperti yang saya bilang kemarin...."
"Ulangan kimia, kan?" Jungkook mengaru dari belakang tanpa rasa bersalah. Rambut hitam pekatnya yang belakangan ini mulai memanjang itu terlihat sama percaya dirinya dengan sang pemilik. Seokjin yang berada di sampingnya jadi mendesah pasrah akan kelakuan temannya yang satu ini, semakin hari semakin parah saja.
"Benar sekali. Tapi tidak seharusnya kau memotong pembicaraan guru seperti itu, Jeon Jungkook. Di dunia ini ada yang disebut tata krama," Guru yang satu itu mengusap kumisnya pelan. "Ingat! Jangan menoleh ke kanan dan ke kiri kalau tidak mau leher kalian saya patahkan,"
"Kalau ke belakang berarti boleh?"
"Jeon Jungkook!"
Kertas ulangan dibagikan, menimbulkan helaan napas elusif dari masing-masing eksistensi. Tapi, Seokjin sudah terlalu ambisius hanya untuk sekadar menoleh dan mengamati wajah-wajah jenuh itu. Dia mengerjakan semuanya dengan terlampau cepat, berpikir cepat, bahkan menulis pun cepat.
Berbeda dengan Seokjin, Jungkook yang baru saja membaca soal langsung memelas, wajahnya memucat dengan tampang tak percaya, penat luar biasa. Sedangkan di sisi lain, Taehyung menggeleng suram, semakin terlihat mengenaskan di bangku depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternity
Fanfiction[ON GOING] Dialah sang malam, hitam yang bertajuk kelam. Sebuah hasil manifestasi dari panorama delusi. [Kim Seokjin, as a main character.] ©jasminsya