08. TEN

304 20 5
                                    

Dua hari acara fanmeet berjalan sukses, Taeyong dan Ten memukau NCTZen Thailand dengan performance yang mereka tampilkan.

Satu hari kebebasan untuk kedua ini berjalan-jalan, tapi Ten meminta izin pada Manager Shin untuk pulang ke rumah dan bertemu keluarganya. Dan diizinkan.

“Hyeong, aku pergi dengan Maria.” Pinta Ten. Maria dan Taeyong menoleh pada Ten.

Ten hanya tersenyum dan masih menunggu Manager Shin menyetujui permintaannya. Jika terpisah begini Maria pasti akan ikut salah satu idol untuk mengawasinya.

Bagi Maria, baik bersama Ten maupun dengan Taeyong sama-sama tidak nyaman. Apa lagi setelah kejadian kemarin. Semua menjadi canggung.

“Maria akan ikut denganku.” Taeyong menyela.

“Hyeong, kau sudah menahan Maria kemarin, kan?” Pemuda itu tersenyum, senyum yang aneh.

Ucapan Ten membuat Taeyong bungkam, ia tak melawan lagi. Manager Shin tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

“Baiklah, Maria ikut Ten pulang. Saya akan bersama Taeyong kalau begitu. Sampaikan salamku untuk keluargamu.” Ten tersenyum dan menarik tangan Maria keluar dari kamar hotelnya.

Terlihat Taeyong mendengus frustasi karena tak bisa membawa Maria bersamanya, padahal ia ingin menunjukkan banyak hal pada gadis itu.

Tapi dirinya kalah cepat dari Ten, jadi ia hanya akan pergi dengan Manager Shin saja. Berburu oleh-oleh untuk member lain yang ada di Korea.

TEN POV

Aku melihatnya, menyesal saat itu tidak ku palingkan wajah. Taeyong dan Maria, berciuman. Bodoh sekali aku terjebak dalam situsi seperti itu.

Taeyong tampak biasa saja saat ku pergoki mereka, tidak dengan Maria yang terkejut dan langsung berlari keluar. Aku tahu, Maria dipaksa.

Satu hari lagi tersisa dan aku ingin pulang ke rumah meski hanya beberapa jam, aku rindu keluargaku. Ibu, ayah, Terny juga. Dan kebetulan ada waktu, aku akan pulang.

Aku akan membawa Maria bersamaku untuk pulang, takkan aku biarkan Taeyong menguasainya lagi. Maria takut pada Taeyong, aku tahu itu. Dan bersama Taeyong hanya akan membuat Maria semakin ingin pergi.

Saat ku pinta Maria menemaniku, lihatlah ekspresi wajah Taeyong. Dia tak rela Maria ikut bersamaku, masa bodoh. Dia sudah menahan gadis itu dan memaksanya berciuman dan sekarang aku akan menjaganya.

Aku tak rela Maria disakiti Taeyong lagi.

Entah sejak kapan aku begitu peduli dengan Maria, dia gadis pekerja keras, manis juga cerdas. Pembawaannya selalu ceria dan menghangatkan suasana.

“Tak apa-apa kan bertemu keluargaku?” Aku melirik Maria yang nampak tegang di samping tempatku duduk.

“Hm, tak apa.”

Ku genggam tangan Maria yang dingin, aku yakin dia tengah canggung. Padahal hanya menmaniku pulang sebentar saja, bukan untuk menginap. Tapi dia terlihat tak nyaman.

“Ten…”

“Hanya sebentar, oke?”

Kami pun tiba di rumah, seorang penjaga membuka pintu dan langsung disambut ibu yang menungguku. Akhirnya, aku bisa melepas rindu dengan wanita hebat ini.

“Itu siapa?” ibu pasti bertanya siapa Maria. Ku tarik tangannya agar Maria bisa lebih dekat dengan ibu.

“Ini Maria. Dan Maria, ini ibuku.” Aku harus menggunakan dua bahasa untuk menerjemahkan Bahasa Thailand yang pasti Maria tak mengerti.

“Sawadee khub. Maria khub.” Aku menoleh, darimana Maria belajar Bahasa Thailand?

“Yeppeo.” Sekarang ibu yang malah berbicara Bahasa Korea. Ini sungguh lucu.

Kami pun masuk ke dalam rumah, sebelumnya aku sudah bilang akan pulang dan ibu menyiapkan kamarku, sayangnya aku tidak menginap. Jadi ku biarkan Maria beristirahat di kamar ku sementara aku berbincang dengan yang lain.

Seperti biasa, ibu mulai cerewet dengan semua kegiatanku, beliau juga menanyakan Taeyong dan aku bilang Taeyong ada acara lain jadi tak bisa menemaiku kesini. Gantinya adalah Maria.

Terny bilang dia suka Maria, dia sempat berbincang dengan Maria sebentar. Kami menghabiskan beberapa waktu untuk melepas rindu sebelum akhirnya ibu pamit untuk menyiapkan makan malam.

Aku pun pamit, aku akan melihat sedang apa Maria sekarang. Gadis itu  tengah terkantuk, duduk bersandar di headboard ranjangku, menggemaskan sekali.

“Kalau mengantuk tidur saja, nanti ku bangunkan jika sudah jam makan malam.” Aku menyusulnya duduk di tepian ranjang.

“Ah, tidak-tidak. Apa seharusnya aku membantu ibumu memasak saja?” dia beranjak, tapi segera ku tahan tangannya.

“Ada hubungan apa dengan Taeyong Hyeong?” Maria menoleh dan mulai salah tingkah.

Maria tak menjawab, hanya menatapku dalam diam. Ku tanya sekali lagi ada hubungan apa antara dirinya dan Taeyong.

Namun Maria masih bungkam. Ku cengkeram sedikit pergelangan tangannya. Maria mulai meringis. Dia duduk tepat di hadapanku.

"Ten, lepas. Ini sakit."

"Kau harus dipaksa sepertinya. Haruskah aku seperti Taeyong?"

"Ten.... Ku mohon."

"Aku takkan melepaskanmu, Maria." aku mengerang pelan.

Sekelebat bayangan Taeyong dan Maria saat berciuman kembali terlintas, perasaanku tak jelas. Baru pertama aku merasakan ini.

"Maria...." suaraku tercekat. Ku tata manik legamnya yang jernih.

"Maaf."

Dengan mengumpulkan seluruh keberanian, ku kecup pelan bibir Maria. Aku sudah tak bisa menahannya lagi.

Maria tak menolak, dia menangis. Bulir air matanya jatuh mengenai pipiku.

Ku rengkuh tubuhnya ke dalam pelukan, menyalurkan rasa nyaman untuk Maria.

"Maaf Maria, aku tak bisa menahannya. Maaf." aku berbisik.

Maria hanya menggelengkan kepala, tak menjawab ucapanku. Perlahan ku lepas pelukanku darinya, menatap wajah teduhnya sambil ku usap air mata yang masih saja jatuh.

Aku tersenyum, mengecup lembut keningnya. Sungguh aku bukan Taeyong yang memaksa seseorang untuk berciuman dengannya.

Tapi aku hanya mengecupnya, lagi. Bibir ranum Maria masih terlihat bengkak.

"Sakit hm?"

Hidung kami bergesekan, saling bertukar udara.

"Ten.... Kita tidak—"

Cup.

"Tak apa, Maria. Hanya ada kau dan aku. Aku ingin—"

Maria menjauhkan wajahnya, belum sempat kuutarakan keinginanku. Dia menggeleng.

"Ibumu pasti repot, ayo ke dapur."

Tidak, Maria ku. Aku masih tak rela kau pergi. Bahkan hanya untuk membantu ibu memasak.

"Sebentar saja, Maria." aku memohon dan Maria kembali duduk.

Ku tangkup pipinya dan kembali ku rasakan manis bibir Maria menempel pada bibirku. Hangat. Dan...

Maria membalas ciumanku, tidak bisa dipercaya. Bibirnya bergerak walau pelan.

"Terima kasih, Maria."

Baby Don't (like it) Stop || ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang