0.2

238 43 6
                                    

"Sudah kubilang, kan! Mark sedang jatuh cinta. Makanya ia bertingkah aneh seperti itu." Jeno bercerita dengan menggebu-gebu sepanjang perjalanan mereka kembali dari perpustakaan. Sekolah sebenarnya sudah memulangkan para muridnya satu setengah jam yang lalu, tapi karena tugas yang menumpuk (dan menghindari omelan ibu #Jeno) mereka harus mendekam lebih lama di gedung bergaya kuno ini.

Chenle menggaruk pipinya, ini Mark yang jatuh cinta kenapa Jeno yang menggila? Kenapa semua temannya jadi aneh begini? Chenle meratap dalam hati.

Jeno menoel lengan Chenle yang masih berjalan disampingnya, "Kau dengar aku tidak?" tanyanya merajuk dengan nada mendayu-dayu.

Membuat Chenle langsung berbalik dengan wajah mengernyit jijik, "Disgusting, Jeno."

"Chenle... Chenle.."

"Apa lagi? Sudahlah, aku bosan mendengarmu menyebut nama Mark terus." lelaki berdarah China itu memutar bola matanya malas.

"Bukan itu... Coba lihat disana!" Jeno menunjuk sesuatu, lebih tepatnya seseorang, yang berjalan dari ujung lorong, lalu berbelok kesalah satu ruangan.

"Merah maroon? Oh! Itu seragam Merah Maroon yang Mark ceritakan tadi!"

Kali ini, Chenle yang heboh.

Sementara Jeno disampingnya berdecak, "Mark memang selalu memilih calon yang tepat." ujarnya setengah tulus setengah tak ikhlas.

"Eh, tapi apa yang ia lakukan disini? Dia kan bukan siswa disini." Jeno akhirnya tersadar, begitupun dengan Chenle.

"Sudahlah. Jangan mengurusi urusan orang lain. Ayo pulang." ajak Chenle.

Jeno hanya mengangguk dibelakangnya. Meskipun ia masih bingung apa yang laki-laki itu lakukan disini.

Di malam hari.

.

.

.

Duduk di halte sambil mengabaikan bus yang berkali kali mengklaksonnya mungkin sudah menjadi kebiasaan baru Mark seminggu belakangan.

"Ahhh, dia kemana?" monolognya sambil memainkan headset yang tidak terpasang ditelinganya.

"Donghyuck..." Mark tersenyum sambil mengucapkan nama itu. Nama yang membuat Mark bahagia setiap kali ia menyebutnya, "Donghyuck ah.."

"Mark?"

Mark terkejut. Ia secara refleks mengangkat kepalnya begitu mendengar alunan suara dari seseorang yang selama ini ia tunggu.

"Kenapa memanggilku?" tanya Donghyuck lalu duduk di samping Mark. Senyum manisnya tidak luntur meski angin yang lumayan kencang menerpa mereka.

Mark tertawa kikuk, "Kau salah dengar. Aku tidak memanggilmu." elaknya gelagapan. Wajahnya memerah sampai membuat Donghyuck terkekeh geli di sampingnya.

"Ya, mungkin aku memang salah dengar." katanya pura-pura percaya dengan perkataan Mark. Meski ia tahu Mark sedang berbohong.

"Ah," Mark menoleh pada Donghyuck, "Kau belum pulang?" tanya Mark lagi.

Pasalnya ini sudah mulai gelap, hujan juga mungkin sebentar lagi akan turun. Akan sangat bahaya membiarkan seorang pemuda cantik seperti Donghyuck di halte sepi ini sendirian. "Mau pulang bersamaku?"

Donghyuck tersentak, "Um..." ia tampak berpikir sejenak sembari menetralkan ekspresinya kembali, "...Baiklah."

"Aku akan mengambil mobil dulu. Tunggu disini ya."

.

.

.

Hari Jumat adalah hari yang paling disukai oleh seluruh siswa disekolah tempat Mark menimba ilmu. Bagaimana tidak, mereka yang biasanya pulang jam 6 sampai 7 sore dihari biasanya kini bisa pulang jam 2 siang. Belum lagi jika guru-guru mengadakan rapat mingguan, siswa-siswi biasanya dipulangkan lebih awal.

Dan disinilah Mark, duduk di kursi kemudinya sambil menggumamkan beberapa penggal lirik lagu dari salah satu boyband terkenal zaman ini. Ditangannya ada sepotong Burger berukuran jumbo yang hanya tersisa 3/4, dan sebotol soda diatas dasbor mobil sportnya.

Mobilnya melaju dengan kecepatan rata rata menuju kediamannya di salah satu komplek perumahan elit daerah Hannam-dong.

Begitu ia menginjakkan kaki di lantai depan rumahnya, Mark mendengar suara ribut. Awalnya ia bertanya tanya, namun begitu indera pendengarnya menangkap suara tinggi sang ayah, Mark hanya menghela nafas lalu membuka pintu utama rumahnya.

"Aku pulang!" teriaknya tak bersemangat.

Selalu saja seperti ini. Ketika dirinya pulang sekolah, ayah dan ibunya selalu saja bertengkar bahkan untuk hal sepele sekalipun.

Tak lama kemudian, langkah kaki dari seseorang terdengar semakin dekat dengan Mark, sampai akhirnya lelaki cantik mendekatinya dengan senyum lembut. "Kau sudah pulang, sayang?"

Ten, lelaki cantik yang menjabat sebagai ibu kandung Mark mengusap surai putranya sayang. "Maafkan ibu, ya? Kau jadi sering mendengar kami bertengkar."

Tentu saja, sebagai ibu, Ten cukup peka jika anaknya amat sangat tidak suka ketika mendengar orangtuanya bertengkar, apalagi dalam keadaan lelah sepulang sekolah.

"Ya." jawab Mark singkat. Ia melempar senyum tipis pada ibunya lalu naik ke lantai dua, dimana kamarnya berada.

Maafkan ibu, Mark.


-----------------------------------------------------------

Up!!

Jadi disini udah ketebak yah ibunya Mark itu siapa... Tentu dong Chittaphon Leechaiyapornkul yang cantiknya mengalahkan Nurrani.

Disini orangtua Mark emang gitu, sering tengkar, jadi Mark juga malas gitu balik kerumah. Tapi dia tetep sayang sama mamanya kok, kalo bapaknya yah ga tau muehehe😂😂

Oke, sekian bacotan saya untuk part ini... Bubay 😘😘😘

-Joarone D.H

PIANO | MarkHyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang