Bab 30

4.7K 227 0
                                    

Pukul 22.30

In the Arafat home

Humaira tampak mondar-mandir diruang tamu, wajahnya menampakkan kegusaran. Ia meremas tangannya sendiri karena cemas. Dimana suaminya, apa lembur lagi? Humaira dibuat cemas olehnya. Berkali-kali ia menatap pintu rumah itu.

Bagaimana tidak, Jordhan seakan tidak peduli dengan dirinya, eh... jangan! Maksudnya tidak peduli dengan dirinya sendiri, selalu pulang malam, tidur kadang diruang kerja, makan pun kadang tidak tertatur.

Dan syukur kehadiran dirinya bisa memantau dengan detail suaminya yang super sibuk itu. Seakan dunia hanya dibuat untuk berkerja saja, tidak untuk istirahat, atau apalah yang tidak memberatkan fikiran dan tenaga.

Humaira berulang kali mengingatkan Jordhan agar tidak perlu dipaksakan, lagi pula juga perusahaan tidak mengalami masalah. Humaira memilih duduk disofa, ia menghempaskan tubuhnya kasar, Jordhan benar-benar membuat dirinya khawatir setengah mati.

Humaira memijit pelipisnya pelan, saat tengah memijit pelipisnya, ia langsung berdiri kala mendengar pintu dibuka.

Ceklek

"Assalamualaikum.. " ucap Jordhan kelelahan,

"Waalaikumsallam... Mas.. " Humaira buru-buru menghampiri lalu menyalimi tangan Jordhan dan menciumnya.

Setelah itu mengambil alih jas dan tas yang Jordhan bawa.

"Akhirnya pulang... Mas aku siapin air hangatnya ya buat mandi" ucap Humaira langsung, ia tak ingin menghujam Jordhan dengan celotehnya dulu, melihat wajah lelah suaminya membuat Humaira makin khawatir. Ia harus cepat-cepat.

Lalu Humaira pergi, Jordhan hanya tersenyum tipis dibuatnya. Ia berjalan gontai sambil geleng-geleng kecil melihat wajah Humaira yang sepertinya sangat cemas itu.

Skip

Sekarang Jordhan tengah duduk disofa kamarnya, melihat sedikit laporan-laporan, dan mengecek ulang. Saat dirasa sudah cukup ia memasukannya lagi kedalam map, saat itu juga bertepatan dengan Humaira yang masuk kamar dengan membawa secangkir teh.

Humaira menghela nafas sabar, lalu menghampiri Jordhan dengan geleng-geleng.

"Mas.. Sudah aku bilang, jangan terlalu sibuk berkerja, mas juga harus memikirkan diri sendiri selain memikirkan kertas-kertas itu... Lagi pula.... Bla bla bla.. " protes Humaira langsung, Jordhan hanya tersenyum miring lalu menerima teh yang Humaira bawakan.

"Iya-iya cerewet!" ucap Jordhan terkekeh kecil, Humaira sempat tertegun, namun kembali memasang tampang kesal.

"Iya jangan heran aku cerewet, aku cerewet juga karena mas Jordhan tidak pernah mau dengar ucapan Humaira, selalu sibuk ini itu, tidak yang lain, semua berkerja, berkerja, dan berkerja, tidak peduli pada diri sendiri.... Bla bla bla" celoteh Humaira lagi, yang membuat Jordhan rasanya ingin membekap mulut kecilnya yang cerewet itu.  Membekapnya dengan.... Ehem..

Jordhan langsung geleng-geleng, kenapa otaknya rada-rada... Ehmmm...

"Ini" ucap Jordhan datar, Humaira yang sibuk berceloteh langsung berhenti lalu menatap Jordhan dengan tampang cemeberutnya. Lalu menerima cangkir itu dengan masih mengadu-ngadu lalu pergi keluar.

Jordhan lalu terkekeh, ia menahan tawanya dari tadi didepan Humaira. Satu kata mencerminkan hal itu. Gengsi!

"Aissh... " Jordhan lalu mematahkan lehernya agar lentur dan tak kaku, mengingat tubuhnya yang pegal, juga kepalanya yang pening, Jordhan pun malah tertidur disofa, berjalan keranjang pun rasanya malas.

Humaira kembali, lalu ia tertegun melihat suaminya yang malah tiduran disofa, wajah tampan Jordhan tampak sayu, membuat hati Humaira terenyuh, bagaimana bisa laki-laki itu tak peduli dengan dirinya sendiri sementara orang lain peduli padanya.

Humaira menatap iba, lalu menghampiri perlahan. Saat sudah disisi Jordhan Humaira mengusap lengannya.

"Mas... Bangun... " ucap Humaira menepuk sedikit lengannya.

"Mas bangun! Jangan tidur disini... " pinta Humaira dengan nada penuh kasih sayang, ia kasihan pada Jordhan. Terdengar lenguhan kecil, Jordhan mengerjap lalu menatap Humaira.

"Iya?" tanya Jordhan setengah sadar

"Jangan tidur disini... " ucap Humaira, Jordhan bangkit lalu dengan perlahan dengan dampingan Humaira Jordhan berjalan keranjang untuk tidur.

Humaira membantu memosisikan tidur Jordhan lalu menarik selimut ketubuh Jordhan. Humaira masih menatap Jordhan setelah itu, ia pun menarik kursi rias yang ada disamping tempat tidur, lalu duduk.

Tangannya perlahan memijit kaki Jordhan lalu lengannya, sambil memijit Humaira berucap menatap sendu Jordhan.

"Kenapa dirimu selalu memaksa kan untuk berkerja mas... Apa kau tidak kasihan dengan tubuhmu yang menjerit kesakitan dan kelelahan....?" tanya Humaira sambil menatap sendu wajah tampan Jordhan yang tampak damai saat tidur.

"Kau berkerja seperti besok tidak ada hari... Apa kau tidak peduli? Setidaknya dengan diriku... Ehm... Atau dirimu saja... Tapi dengan diriku juga!" dasar labil, umpat Humaira pada dirinya sendiri.

Hening sebentar...

"Kau membuatku selalu khawatir dan cemas... Kau membuat jantungku berdetak hebat saat melihat mu yang tampak sangat lelah... Rasanya aku ingin memukul mu tidak mau dengar kata-kataku, terlalu keras kepala!" kesal Humaira masih memijit lengan Jordhan dengan gemas

"Kau juga tidak peduli padaku yang selalu menunggumu hingga larut-larut malam, padahal aku selalu bangun tengah malam... Untuk berdoa.. Berdoa untuk mu... " Humaira masih saja berucap pada Jordhan yang tertidur sangat pulas sepertinya. Humaira berucap pelan sambil sesekali menerawang aktivitas Jordhan yang super sibuk.

Dirinya merasa ngeri.

Saat memegang tangan Jordhan dada Humaira berdenyut, lalu ia perlahan berucap... Sambil menggenggam erat tangan Jordhan.

"Kata ibu Humaira... Jika kepala pusing.. Kita bisa memijit ibu jari kita agar rasanya sedikit hilang... Aku pijat ya, aku yakin pasti mas juga merasa pusing kan karena seharian melihat kertas-kertas berisi tulisan-tulisan" kekeh Humaira lalu memijat jari-jari Jordhan.

Hening....

"Satu kata dan pesan saja mas untukmu.... " ucap Humaira lirih.

"Aku takut kamu sakit... Dan jangan terlalu sibuk berkerja... Mas punya hak untuk sekedar istirahat atau refreshing setidaknya untuk tubuh mas.. " ucap Humaira lalu merapikan selimutnya lagi, entah dorongan dari mana, Humaira pun perlahan mengecup pelipis Jordhan.

"Selamat malam... " ucap Humaira.

.
.
.
.
.
.
.

Haaaaai

Author up niiiih, pada suka bab ini?

Semoga suka yaaa..

Maaf deh kalo ceritanya jelek, author juga masih belajar...

Ya sudah sampai ketemu dibab selanjutnya yaaaaah...

Anna Uhibukka Fillah [masaREVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang