Two

3.5K 205 3
                                    

Dunia shinobi kini telah damai tak ada lagi peperangan seperti beberapa tahun silam. Hampir semua negeri sudah berjalan kearah modern. Gedung-gedung pencakar langit juga sudah mulai banyak yang dibangun. Bahkan mengirim pesanpun tak serepot dahulu yaang harus dikirim dengan seekor burung ataupun binatang ninja karena adanya alat elektronik canggih sekarang.

Keadaan desa juga tak lagi sesepi dahulu. seperti sekarang desa yang telah dipimpin oleh pahlawan bagi seluruh negeri shinobi. Pahlawan yang telah menyelamatkan dunia ninja saat perang dunia ke empat dahulu. Siapa lagi yang tak lain dan tak bukan si Uzumaki Naruto.

Desa Konoha adalah desa yang paling maju diantara desa lainnya. Bahkan ditengah-tengah desa ada sebuah televisi besar untuk menayangkan informasi-informasi seputar dunia ninja bagi yang tak bisa menontonnya dirumah.

Banyak juga cafe dan restoran fastfood yang berdiri disana. Hamburger, pizza, dan lain-lain. Namun hanya restoran hamburger lah yang paling digemari para shinobi kecil dari konoha. Seperti sekarang, para gengster shinobi kecil ini sedang heboh memainkan psp mereka disalah satu bangku restoran dekat jendela. Sesekali mereka memakan hamburger mereka sambil bermain, namun mata mereka masih tetap memandang layar psp.

"Yoshaa... aku menang kali ini-" ucap bocah rambut kuning, anak pertama dari pasangan Naruto dan Hinata, Uzumaki Boruto.
"Yaa yaa.. kau menang kali ini. Selamat ya!" Ucap Shikadai dengan ekspresi datarnya. Anak dari pasangan Shikamaru dan Temari dengan ciri khas rambut layaknya buah nanas namun memiliki IQ yang sangat tinggi.
"Karena kau menang, jadi sebagai gantinya.. kau harus mentraktir kami ya? Hanya kita bertiga kok. Denki tidak usah. Dia kan sudah kaya." Ucap Inojin dengan ekspresi watados dan senyum manisnya.
"Hey.. enak saja! aku juga mau kalau ditraktir boruto!" Sangkal Denki yang duduk disebelah Boruto.

Mendengar permintaan Inojin, Boruto kelakapan. Pasalnya ia tak punya uang lebih untuk mentraktir mereka. Bahkan hari ini ia hanya membawa uang pas untuk membeli spicy hamburger kesukaannya dan cola. Karena ia tak ingin boros seperti hari-hari sebelumnya dan berdampak pada kemarahan ibunya padanya. Membayangkannya saja membuat tubuh Boruto menggigil ketakutan.

"Ap.. apa? Mentraktir? Maaf saja ya, tapi hari ini aku tak membawa uang lebih."
"Apa uangmu habis? Yang benar saja!"
"Sungguh! Kalau kau tak percaya ya sudah."
"Haahh.. kau mengecewakan Boruto."
"Yaahh.. mau bagaimana lagi.. memang begitu adanya." Boruto mengangkat tangan kanannya dan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.

"Kalau uangmu habis tinggal minta ke ayahmu saja kan, apa susahnya!" Sarada yang tiba-tiba datang bersama dengan Cho-cho mendatangi bangku yang ditempati 4 serangkai Boruto, Denki, Shikadai dan Inojin.
Mendengar ucapan Sarada membuat Boruto naik darah. Ia langsung berdiri sambil menggebrak meja dan memicing kepada Sarada.
"Asal kau tau saja ya! Aku bisa saja kesana dan meminta uang lebih padanya! Tapi aku sama sekali tak ingin bertemu dengannya!--" Boruto membuang nafas sebentar lalu duduk kembali ditempatnya. "--dia, hanyalah ayah yang bodoh bagiku."

Perkataan terakhir Boruto kini malah membuat Sarada yang naik darah. Baginya, Boruto berkata tanpa berpikir. Dan tak mensyukuri apa adanya.

"Kau ini! Walaupun bagimu beliau adalah ayah yang bodoh, tapi setidaknya ayahmu masih bersamamu!"
"Bersamaku heh?! Dia tak datang di ulang tahunku dan adiku! Dia juga jarang pulang kerumah dan lebih memilih duduk dikantornya lalu berlagak seperti boss! Aku sangat membencinya.."
"Tapi setidaknya kau tahukan dimana ayahmu berada ketika beliau tak dirumah."

Mendengar nada bicara Sarada yang tiba-tiba menurun, Boruto memalingkan wajahnya dari meja dan menatap Sarada yang masih setia berdiri disebelah meja sambil menunduk. Keningnya berkerut heran. Tak hanya Boruto, bahkan ketiga laki-laki yang duduk bersama Boruto juga menatap Sarada heran.

"Sarada, daripada berdiri disini lebih baik kita cari tempat duduk yuk.. aku lelah berdiri terus." Ucap Cho-cho lalu menyeret lengan Sarada pergi menjauh dari Shikadai dan kawan-kawan.

Seperginya mereka berdua, keempat ninja kecil ini hanya saling tatap satu sama lain.
"Ada dengannya? Aku heran! Tak biasanya dia begitu."

...

Cho-cho menatap Sarada yang duduk didepannya heran.
"Hei, kenapa kau? Kenapa tak pesan makanan? Apa kau tidak lapar? Apa kau sakit? Sarada! Jawab aku! Kau kenapa?"
"Aku..."
"Iya?"
"Aku..."
"Iya?"
"Aku... merindukan papaku, Cho-cho! Aku sangat rindu padanya."
"Eeh.. aku kira kau kenapa. Ternyata!"
"Kenapa Boruto berbicara seperti itu? Seolah-olah ia tak ingin memiliki ayah. Tanpa berpikir perasaan orang-orang disekitarnya. Dia sungguh tak punya otak! Seharusnya, dia bersyukur ayahnya masih berada disini. Didesa Konoha. Dan terkadang ayahnya juga pulang kerumah. Sedangkan aku? Bahkan aku tak tahu dimana papa berada. Tak pernah pulang. Selalu hanya aku dan mama dirumah."

Tak lama kemudian setetes air jatuh dari dalam mata Sarada turun melalui pipi dan menetes dari dagu Sarada menuju punggung tangan Sarada. Cho-cho melihat Sarada menangis langsung gelagapan. Pasalnya, ia tak pernah tahu Sarada menangis dihadapannya. Pernah dulu saat ia dan Sarada pergi menemui papanya Sarada bersama Nanadaime. Tapi ini ditempat umum, Sarada tak pernah seperti ini. Ia selalu menjaga image ketika di tempat umum.

"Hei.. sudahlah.. kau tak perlu menangis ditempat umum seperti ini kan?"
"Hiks..hiks.."
"Yaah.. Sepertinya kau memang sangat merindukan papamu ya? Aku harap papamu segera pulang untukmu, Sarada."
"Hiks..terima...kasih.. cho...cho...hiks.."

...

"Aku pulang~" ucap Sarada saat ia baru saja masuk kedalam rumah. Suaranya begitu melengking hingga terdengar dari sudut-sudut rumah.
"Selamat datang, sayang.. kenapa kau pulang terlambat? Apa ada latihan tambahan hari ini?" Ungkap Sakura sembari mengusap-usap kepala Sarada.

Mendengar ucapan sang ibu, Sarada mengernyit bingung. Matanya langsung menuju ke alat penunjuk waktu yang menempel di dinding ruang tengah. Matanya seketika melebar ketika melihat pukul berapa yang ditunjukan oleh jam tersebut. Sarada menutup mulutnya yang menganga lebar dengan kedua telapak tangannya.

'Astaga aku terlambat hampir dua setengah jam'

Hatinya mencelos, begitu bodohnya dia rela meninggalkan ibunya sendiri di rumah. Sedangkan ia asyik mengobrol dengan sahabatnya Cho-cho.

"Maafkan aku, Mama. Tadi, aku pergi bermain bersama Cho-cho hingga lupa waktu--"
"Oh.. Mama kira kamu ada latihan bersama Boruto dan Mitsuki. Baiklah, kamu belum makan malamkan? Sana makan dulu.. Mama sudah masak makanan kesukaanmu." Sakura berjalan pergi menjauh dari Sarada dan hendak ke ruang tamu.
"Mama sudah makan?"
Sakura menoleh sebentar lalu tersenyum dan melanjutkan kembali langkahnya yang sempat terhenti.
"Mama sudah makan tadi sebelum kamu pulang."
Sarada melihat ibunya yang berjalan sedikit nggleyor itu dengan tatapan nanar. Sedetik kemudian ia menghela nafas pelan. Lalu ia mulai berjalan menuju dapur dan hendak mengisi perutnya yang sudah berbunyi sejak tadi.

Selesai makan, Sarada berjalan menuju wastafel di dapur dan hendak mencuci piringnya. Setelah selesai Sarada kembali berjalan menuju ruang tamu. Karena rasa ingin tahunya akan keberadaan papanya, Sarada sudah tak betah ingin bertanya kepada mamanya. Namun sayang, saat ia akan bertanya, sang ibu telah tertidur di sofa tanpa bantal dan selimut. Bahkan pakaiannya masih lengkap kecuali gelang dan sepatunya. Sarada hanya berdiri mematung disebelah mamanya yang telah tertidur pulas.

"Mama.. mengapa mama selalu begitu? Aku tahu mama berbohong bahwa mama sudah makan. Sayur yang mama masak sama sekali tidak berkurang dan bekas piring mama juga tak ada. Mama juga berbohong kalau mama baik-baik saja saat papa tak ada disini. Mengapa... mengapa mama tidak jujur saja padaku... mengapa? Jujur.. ma... aku... hiks... rindu papa..hiks.."














VOTE !!

Longing And Desire✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang