Prologue

45 9 2
                                    

Aku fikir, membencimu adalah hal paling bodoh yang pernah kulakukan. Padahal aku tau bahwa karena alasan benci itu aku akan lebih sesering mungkin memikirkanmu.

Bahkan niat,hati, dan fikiranku tidak mau bekerja sama denganku. Niat yang menyuruhku untuk melupakan sejuta kenangan kecil di memoriku, namun fikiranku enggan menghapus memori itu bahkan hatiku selalu menetap dan mengukir namamu di dalam sini.

memang benar kata orang, semakin melupakan aku hanya akan semakin mengingatnya.

seharusnya aku hanya membiarkan perasaanku ini, toh nanti bukannya akan hilang dengan sendirinya? Namun salah, semakin lama aku membiarkannya, semakin lama ia tumbuh semakin dalam.

Hingga aku sangat takut kehilanganmu. Padahal aku tahu, cepat atau lambat kau segera pergi atau aku yang akan pergi?

Tak peduli kau terus berjanji tidak akan meninggalkanku. Rasa takut ini tetap muncul. Hanya hitungan detik, menit, jam, Semua akan terasa cepat ketika aku melewati semua bersamamu. Mengapa begini?

"Araa cepat turun kebawaah! Nanti kamu terlambat ke bandara." Tegur Tasya yang membuyarkan lamunan.

Hara menatap wajahnya di depan cermin riasnya sekali lagi sambil menggenggam ponselnya lalu menghela napas panjang untuk meyakinkan dirinya sendiri.

"Sebentar lagii tan." Hara segera menggeret 2 buah koper besar yang berisi barang-barangnya yang sudah dikemasi ke lantai bawah.

"Tan, bisa gak aku disini beberapa menit lagi?" Tanya Hara dengan muka memelas.

"Nggak! Daritadi kamu udah telat. Mending bantu tante ngangkat koper ini ke mobil." Tasya segera mengangkat koper besar itu sendirian ke dalam bagasi.

"Tante nggak akan kangen sama aku emangnya? Ngga kasian sama aku? Bentar lagi ya tan?" Tanya Hara masih dengan muka memelasnya.

Tasya yang telah selesai mengangkat 2 koper itu terdiam sebentar sambil menatap Hara lalu memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya dengan yakin.

"Udah jangan ngerayu mulu. Cepet masuk ke dalam mobil sana. Jangan pegang hp terus juga." Perintah Tasya sambil merebut ponsel milik Hara.

"Iyaa deh." Pasrah Hara lalu mengikuti perintah tantenya.

Di perjalanan menuju bandara, Hara hanya memalingkan wajahnya ke samping dan menatap nanar pemandangan di luar dari kaca mobil.

Sesekali ia melirik untuk mencari-cari dimana ponselnya berada. "Taan, balikin ponsel aku."

"Nih," Tasya yang masih fokus menyetir mobil memberikan Hara ponselnya.

Astaagaa susah payah gua ngelirik ampe mata gua mau keluar cuma gegara nyari ponsel,  ini langsung di kasih. Syukur deh tapi. Batin Hara

"Kenapa sih gelisah daritadi?" Tanya Tasya

"Nggapapa Tan, aku cuma mau ketemu temen aku, tapi waktunya udah mepet."

"Ya kalo takdir mempertemukan kalian lagi, ntar juga ketemu." Jawab Tasya, santai.

Sementara Hara hanya menaruh ponselnya di tas. Lalu kembali melanjutkan menikmati pemandangan di luar sana.

Tadinya ia berniat mengecek, tapi semakin ia mengingatnya hanya akan kecewa. Toh, pasti tidak akan dibaca chattnya, memang Hara siapanya? Lebih baik ia merenungi ucapan tantenya.

"Nak, sudah sampai. Ayo turun." Sebelum Tasya turun dari mobil, Hara mencegahnya.

"Udah tante makasih, aku gamau terlalu nyusahin tante. Selama ini aku udah cukup nyusahin. Tante nanti telat kerja."

"Apaan sih nak? Masa iya kamu nyusahin tante? gak masalah telat kerja. Penting tante anter kamu."

"Ngga tan! Pokoknya makasih atas semuaa! Tante itu ibu kedua aku." Hara memeluk Tasya dengan sangat erat. Ia benar-benar menganggap Tasya adalah ibunya yang telah merawatnya.

Tasya hanya mengangguk. Hara melepaskan pelukan dan mengeluarkan koper dengan segera, lalu turun dari mobil.

"Dadaah tantee! Cepet pergi kerja. Aku gak akan pergi lama kok, cuma mau kuliah terus balik."

Tasya hanya menggelengkan kepalanya melihat ponakan tersayangnya ini keras kepala. "Yasudah hati-hati. Tante pamit. Jaga diri kamu baik-baik disana."

Hara hanya mengangguk tersenyum ketika melihat mobil tantenya telah pergi. Satu tetes air mata yang sedari tadi ia tahan telah berhasil lolos dari pelupuk matanya.

Dugh!

Hara membalikkan badannya dan menatap seorang pria membungkuk sambil memegangi lututnya dengan nafas tidak teratur.

"Hosh hosh hosh"

Masih dengan nafas tersenggal-senggal mungkin karena berlari kencang lalu kelelahan.

"Mas mau minum?" Tawar Hara.

Hingga pria itu menegakkan badannya dan nafas yang sudah agak teratur, Hara kaget dibuatnya.

"Kamu?" Hara tersentak.


TBC


ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang