Satu Sama

26 2 2
                                    

Kurasa semua orang sesekali pernah diam sembari berfikir tentang saat-saat pertama kita berjumpa dengan orang-orang disekitar kita. Yup, aku sedang melakukannya. Dan yang terpikir olehku saat ini adalah Rando Murdei. Itu nama panggilannya, sebenarnya masih banyak julukan pria itu. Dan hampir setiap julukan namanya aku tahu sejarahnya.

Pertama aku bertemu dia, aku membatin kalau dia adalah Si Bau Ketek Man. Oh, aku tidak melebih-lebihkan soal ini.
Sore itu dalam perjumpaan kami, dia sedang latihan basket di halaman sekolahku. Dengan gaya yang benar-benar sok cool, dia dan dua temanku yang katanya juga temannya menghampiriku.

"Namamu pasti Cinta," katanya begitu percaya diri sambil menjulurkan tangannya.

Disitulah aroma The Ketek Man nya menyerbu hidungku seperti lomba balap karung tujuhbelasan.
Aromanya seperti percampuran belerang dicampur zat kimia yang sanggup merangsang mual dan sembelit.

"Chindy, Jangan bilang lo Rangga?" kataku mencoba tenang seperti tidak pernah mencium zat berbahaya itu.

Dia tersipu malu, seperti aku tidak sengaja menyentuh pipinya atau apa.

"Bukan Rangga, Rando, R-A-N-D-O," katanya sembari mengeja namanya, seakan IQ ku Cuma 20. Tidak sampai menunggu 3 menit perkenalan. Aku langsung merasa mual dan ingin cari jarak aman. Dia bukan orang cocok dengan ku. Ku jamin.

"Barti tetap aja ya, kita bisa tetap buat judul filmnya AADC, Ada Apa Dengan Chindy, gitu?"

Dimenit ketiga lewat beberapa menit ini aku sudah menyimpulkan dia orang teeerr sotoy yang pernah kutahu.

Aku tertawa garing. Aku mencoba mencari tahu apa sedang dia pikirkan. Dia melawak? Kalau iya, aku pasti akan tertawa meskipun garing. Tapi ini, aku benar-benar kehabisan akal. Wajahnya kaku, senyumnya tanggung, tatapannya melotot, postur tubuhnya seperti artis-artis ibu kota yang kerciduk pesta sabu.

Ah, aku tidak melihat ada sisi menarik dari Si Bau Ketek Man ini.

Pertemuan keduaku dengan Rando tidak lebih baik dari yang pertama. Tapi syukurnya julukan Si Bau Ketek Man mulai memudar, meski masih kurasakan ada aroma belerang.

Saat itu aku sedang di mall, aku hampir selesai nonton di bioskop dan berencana cari makan didalam mall. Ditengah remangnya bioskop saat penutupan film tiba-tiba seseorang dari belakangku memanggil-manggil.

"Cinta, cinta! Baju merah! Cinta, Cinta! Oi, cinta."

Super Brutal. Aku membatin kepada siapa pun orang itu, dia seperti orang gua yang baru melihat cayaha yang berasal bukan dari matahari. Dan sangkin penasarannya dengan wujud yang memanggil, aku menoleh kebelakang.

Dia tersenyum kearahku, aku hampir saja pingsang saat itu kalau imanku tidak kuat. Manusia itu ternyata memanggilku.

"Hei! Tadi kesini sama siapa?" tanyanya. Seakan hanya kami yang tersisa dibioskop yang kini rasanya horor ini.

"Kalau gue tadi sama papa mama."

Aku tersenyum saja lalu setelahnya pura-pura sibuk membaca nama-nama editor di layar bioskop. Karena bagiku memang lebih baik membaca nama lighiting man nya dari pada berurusan dengan manusia itu.

Begitu aku dan temanku, Indri, keluar dari bioskop. Suara brutal itu muncul lagi. Kurasa setiap manusia pasti pernah merasa terganggu dengan kelakuan manusia sok kenal.

"Cinta!"

Ku tarik nafasku dalam-dalam. Berdoa supaya tidak terjadi apa-apa.

"Mau aku traktir makan gak? Temenku baru buka cabang disekitar sini."

"Kapan-kapan deh, kami masih ada janji nih." Kataku mengeles.

Wajahnya kelihatan sedikit kecewa tapi entah kenapa aku merasakan kepuasan luar biasa. aku biasanya tidak sejahat ini.

Random Word Challenge Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang