Hilang.
Itu satu-satunya yang terpikirkan oleh Ganesha saat ini. Di hadapan seorang cowok yang tak juga bisa dibilang jelek, wajahnya tampan dengan rambut tersisir rapi.
Rasanya canggung sekali berdiri di depan cowok yang sempat bertemu sekilas di halte bus Bandung tempo hari ini. Dan ya, dia orang asing yang menenangkannya yang ketakutan karena petir kala itu. Meminjamkan jaket, pula.
Tunggu, jaketnya dimana ya? Eh, apa tadi? MENENANGKAN?! Pikiran ku semakin kacau saja. Ganesha sibuk berperang dalam pikirannya.
Dan sebelum Ganesha pulih benar dari keterkejutan dengan fakta 'orang itu' masih ingat pada nya, keterkejutan lain menghampiri.
"Loh, Wira kenal Nesha?"
Floren muncul. Menyapa cowok itu hangat, laiknya teman lama yang tak kunjung bersitatap dalam jangka waktu panjang.
"Eh?"
Floren tersenyum, merangkul Wira santai. "Ini loh, Nes, sohib mantan pacar gue yang di SMP itu loh, si Dimas,"
"Dimas Anggara, Flo," Wira terkekeh. Flo mendengus menanggapi.
"Jadi, kok kenal Nesha? ini kembaran gue loh, Wir!" Floren heboh.
"Oh ya, kebetulan banget! Muka kalian ga identik soalnya, jadi gak tau deh hehe," Wira menjawab. "Cuma tau dia aja, jadi namanya Ganesha? kita sempet ketemu di halte Bandung waktu itu, Flo,"
Ganesha masih diam, menilik cermat Wira.
"Nes? Hoy!" Floren berseru sebal lantaran saudara kembarnya tidak mendengarnya bicara sedari tadi.
"Eh iya, Flo, apa tadi?" Ganesha menjawab cepat, sebelum Floren meledak.
"Ini ketemu sama Wira di halte? Wah kebetulan banget dong,"
"Eh? i-iya,"
Kikuk. Benar-benar kikuk.
Ah, Ganesha, gadis malang yang tak pandai bergaul itu mengangguk, tersenyum terpaksa.
"Yaudah, ngobrol dulu aja, gue mau nyamper Agam dulu bentar, Nes," Floren berlalu.
Sial.
Dalam keramaian pesta, ditinggal berdua oleh orang asing, sangat tidak menyenangkan diliputi kecanggungan yang ada.
"Agam tuh sepupu kalian?" Wira mulai membuka percakapan.
"Hm,"
"Ya ampun, ternyata lu gak jauh beda dari yang pernah Flo bilang,"
Wira tak menyerah, mengerahkan kemampuan cepat bergaulnya. Mendengar itu Ganesha hanya diam. Tak berniat menanggapi.
"Kata Flo, lu itu cuek, diem, eh bener ya?" ucap Wira, disusul kekehan kecil.
Sementara itu, Ganesha menoleh demi mendengar suara kekehan Wira, mengernyit.
"Jadi, kenapa lu ada di sini? ini kan pesta sekolah gue?" tanya Ganesha pelan.
"Ah, liat band yang tadi itu? itu emang band sekolah kalian, tapi hari ini gue gantiin Adrian yang gak bisa dateng malem ini,"
Ganesha mengangguk samar, dan asyik kembali pada es krim oreo di tangannya.
"Beneran susah ternyata ngajak lu ngobrol ya, Sha,"
Eh?!
"Gue panggil kayak gitu, gak masalah ya?" Wira menoleh ke arah Ganesha sambil menyengir.
Ganesha hanya diam, mengangguk dan kemudian kembali meluruskan pandangannya, mencari keberadaan seseorang yang mungkin bisa ia ajak bicara selain laki-laki di sampingnya yang menurutnya melakukan hal sia-sia dengan mencoba mengajaknya bicara.
"Ah, gue yakin lain kali kita pasti bisa ngobrol panjang, dan jadi akrab, iya 'kan, Sha?"
Kalimat itu mampu membekukan Ganesha. Dan tiada kata yang dapat ia keluarkan saat itu,
"Ya, semoga aja,"
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Be Brave?
Fiksi Remajakebisuan yang mendekam dengan kejam, dibawah rembulan yang bersinar menderang. kemudian rasa itu menelusup dalam, tanpa seorang pun meminta. tiada jalan keluar dari ruang, terjebak dalam waktu. Menunggu. "Pas ditanya sama nyokap gue pacar lu atau b...