Azhar

657 10 0
                                    


Bisa ke kantor saya, sekarang?"

Ternyata itulah arti mimpinya dua hari yang lalu. Tiba-tiba dalam mimpinya ia berjumpa kembali dengan dosennya dulu sewaktu kuliah di Universitas Imam Ibnu Su'ud Jakarta.

Dalam mimpinya Azhar dihadiahi sejumlah uang.

"Alhamdulillah, lumayanlah buat beli kitab lagi. Paling tidak satu set kitab Kunuuz Riyaadh As Shaalihiin, satu set kitab Fathul Bari, dan satu set kitab Majmuu' Fataawa bisa saya beli."

Begitulah ia berharap dalam mimpinya.

Sudah berbulan-bulan ia kesengsem dengan kitab Kunuuz yang merupakan penjelasan kitab Riyadhusshalihin karya Imam an-Nawawi. Kitab tersebut adalah karya kumpulan ulama sedunia sebanyak 112 orang yang diketuai oleh Prof. Dr. Hamad bin Nashir bin Abdur Rahman al-'Ammaar dan merupakan karya terbesar untuk kitab penjelasan Riyadhusshalihin, sebanyak 22 jilid dengan referensi sebanyak 941 kitab. Tapi ada kabar dari kawannya, Muhsin, yang kuliah di Universitas Islam Madinah bahwa kitab tersebut tidak diperjualbelikan karena ia dicetak oleh seorang Pangeran Arab Saudi, Bandar bin Abdul Aziz untuk dibagikan kepada para penuntut ilmu di sana.

Kitab kedua yang ia impikan adalah Fathul Bari karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalany sebanyak 19 jilid. Dan terakhir Majmuu'ah al-Fataawa Ibnu Taimiyyah 20 jilid.

Kitab-kitab besar yang pasti selangit harganya.

Tapi mimpinya seolah memberikan harapan...

Azhar, seorang pemuda kelahiran Kota Semen Gresik. Kota di jalur Pantura Jawa Timur yang juga salah satu tempat awal penyebaran agama Islam yang dipelopori oleh Sunan Giri. Dahulu Azhar sempat mendengar dari salah satu dosennya saat kuliah di Jakarta, bahwa nama Gresik berasal dari Bahasa Arab, Maqarru as-Syaikh yang artinya tempat Syekh. Dan hingga kini pun Gresik menjadi tempat bertebarannya pesantren-pesantren.

Ia lulus dari Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Maskumambang. Sebuah pesantren tua yang memiliki sejarah panjang hingga ke Kerajaan Pajang, Majapahit, dan Demak. Kemudian melanjutkan kuliah di Imam Muhammad Ibn Saud Islamic University cabang Riyadh yang ada di Jakarta dan lebih dikenal dengan nama LIPIA, Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab.

Awalnya ia sangat tertarik dengan beberapa kakak kelasnya yang telah lebih dulu kuliah di sana. Saat liburan kuliah mereka datang silaturahim ke pesantren dan mengadakan kegiatan daurah38 tentang bahasa dan dakwah.

Azhar melihat banyak perilaku dan wawasan keagamaan mereka yang sangat mengagumkan. Mereka banyak bercerita bahwa di LIPIA mereka diajarkan tentang Bahasa Arab dan sastranya, fikih perbandingan mazhab, ilmu tafsir dan hadits, sejarah Islam, serta memiliki kelebihan native speaker mulai dari Saudi Arabia, Mesir, Somalia, Sudan, Yordan, Suriah dan bahkan dari Palestina.

Dan atas perhatian kakak-kakak kelasnya yang memberikan daurah secara intensif bagi siapa saja yang ingin melanjutkan kuliah di sana, ia pun lolos seleksi dan akhirnya bisa kuliah di sana.

Sungguh kenikmatan dari Allah yang sangat luar biasa bisa belajar dari dosen-dosen agama berkualitas dari berbagai negara. Ia pun bertemu dengan hampir semua dosen dari Timur Tengah dan Afrika, bahkan dengan dosen dari Palestina, namanya Ustadz Samir. Ia punya kenangan lucu dengan dosen dari Palestina tersebut. Saat itu ia tak sadar berjalan sambil melihat ke arah kerumunan mahasiswa yang berada di samping kirinya, lalu muncullah beliau dari arah berlawanan. Ia pun menabrak dosennya dan akhirnya ia mental ke belakang. Dan beliau pun tertawa.

Tapi dosennya itu pun pernah menangis di kelasnya saat ia merasa heran dengan fatwa seorang ulama yang menganjurkan penduduk Palestina hijrah keluar dari negaranya daripada habis dibantai oleh penjajah Israel. Ia bercerita sambil menangis dan mengatakan, "Bagaimana mungkin kami keluar dari negeri kami, dari tanah-tanah kami sendiri?"

HADIAH CINTA DARI ISTANBULWhere stories live. Discover now