4. Kemarahan Dirga.

37 8 3
                                    

Dirga berhenti di salah satu toko bunga langganannya untuk membeli bunga tulip kesukaan mamanya.

"Assalamualaikum bu Mira." Dirga mencium punggung tangan seorang perempuan tua.

"Eh nak Dirga, bunga yang biasa kan?" Bu Mira tersenyum.

"Iya bu."

Setelah selesai membeli bunga tulip, Dirga melanjutkan perjalanannya menuju salah satu rumah sakit besar yang terletak di Jakarta.

Disini Dirga sekarang, di ruangan pasien VVIP dengan fasilitas memadai dan mewah, cowo itu tak henti-hentinya mencium tangan Farah–mamanya.

"Ma? Kapan mama bangunnya? Dirga kangen banget sama mama." ucap Dirga dengan tatapan sendu.

"Dirga juga mau cerita banyak ke mama, Dirga baru masuk sekolah baru disini. Tapi Dirga kesel ma, ada satu cewe yang deketin Dirga terus, Dirga ketemu dia di cafe pas lagi makan bareng Papa dan- dan Tante Via. Tante Via itu temen kerja Papa."

Dirga terus bercerita sampai akhirnya dia mengeluarkan air matanya, bahkan sangat deras, dirinya terisak, mengeluarkan semua kesedihannya sambil terus mengajak Farah bicara.

"Ma? Dirga minta maaf, Mama pasti benci banget kan sama anak mama yang nakal ini? Ma, Dirga bego ma. Dirga gak bisa ngelindungin mama dari mereka. Maafin Dirga, kalo bukan karena Dirga mama gabakal kaya gini, kalo Dirga gak nakal pasti kita sekarang lagi nonton film horor bareng di kamar Dirga kan ma?"

Dirga selalu mengingat setiap sore mamanya akan datang membawa makanan ke kamarnya, lalu mengajaknya nonton film horor bersama. Dan bertaruh jika ada yang menutup mata dengan tangan orang itu akan kalah dan wajib mendapat hukuman yang diberi sang pemenang.
Dirga ingat saat itu dirinya tidak sengaja menutup matanya karena sedikit takut dengan hantu yang berada di layar televisi, dan dirinya diberi hukuman untuk membersihkan halaman dengan menyapu dan mengepel oleh mamanya. Dirga tidak keberatan, malah dirinya senang bisa sedikit meringankan pekerjaan Mbak Riri.

Setiap hari Dirga selalu mengunjungi mamanya, dulu Farah dirawat di Palembang, tetapi karena Tara-papanya dipindah tugaskan ke Jakarta, bukan hanya Dirga dan Tara saja yang pindah tempat tinggal, Farah pun ikut pindah dan dirawat di Rumah Sakit Jakarta.

Dirga bersyukur papanya dipindah tugaskan, karena dengan itu dirinya bisa melupakan tentang Palembang, kebusukannya, kejahatannya, dan kenakalannya dulu saat dirinya masih duduk di bangku kelas X. Dan yang paling penting dirinya harus melupakan seseorang yang sudah membuat ibunya koma selama kurang lebih 3 bulan lamanya, dan sampai saat ini, jujur. Dendam itu masih ada, dan sampai kapanpun tidak akan hilang jika Dirga belum menuntaskan kemarahannya pada orang itu. Sudahlah lupakan.

"Ma? Mama mau ya maafin Dirga? Dirga janji bakal berubah. Maafin Dirga ma." Dirga menghapus air matanya dan melihat jam tangan yang dipakainya, waktu sudah menunjukkan pukul 6 sekarang, waktunya dirinya pulang dan beristirahat.

"Ma, Dirga pulang dulu ya, besok kita ngobrol bareng lagi. Love you." Dirga mencium punggung tangan dan dahi Farah dengan penuh kasih sayang.

Dirga pulang dengan mata sembabnya, dirinya menangis dan terisak, menumpahkan segala kekesalannya pada dirinya sendiri di hadapan mamanya, Dirga tau dirinya sangat nakal, tetapi itu dulu. Dirga janji akan berubah, melihat tidak adanya perubahan pada Farah, itu membuat Dirga semakin sesak dan ingin membunuh dirinya sendiri. Dirinya rela jika posisi Farah digantikan olehnya, dia tidak ingin melihat ibunya koma tidak berdaya seperti tadi di rumah sakit, sungguh melihat itu semua dirinya seperti ditusuk berjuta-juta pisau dan dihantam batu-batu besar dari langit.

Mobil hitam mewah yang diberikan Tara pada ulang tahunnya yang ke 17 itu sudah terparkir di garasi besar rumahnya. Dirga bergegas masuk ke dalam rumahnya, dirinya sempat melihat mobil papanya tadi, itu artinya papanya ada di dalam. Tetapi biasanya papanya pulang pukul 9, mengapa tidak seperti biasanya?.

"Aku janji Via, aku akan menikahimu setelah Farah bangun dan aku menggugat cerai dia." ucap seseorang yang berada di dalam sebuah kamar.

Suara itu membuat Dirga tersentak kaget, dirinya baru saja ingin menaiki tangga untuk menuju kamarnya, tetapi suara itu? Apa ia tidak salah dengar? Dengan pelan Dirga menempelkan telinganya pada tembok kamar orang tuanya.

"Oke mas, kalo gitu aku bakal tunggu sampai Farah bangun. Tapi kamu janji ya bakal nikahin aku secepatnya?" suara itu? Benar, itu suara Tante Via, rekan kerja papanya.

Tangan Dirga terkepal hebat dan wajahnya menjadi merah, matanya yang tajam berubah lebih menyeramkan saat ini.

BRAK!

Pintu kamar Tara terbuka lebar akibat tendangan Dirga, dilihatnya Tara dan Via yang sedang berhadapan sekaligus berpegangan tangan erat. Dirga sudah mendengar itu semua, dengan sangat jelas.

"BRENGSEK KAMU TARA!" Dirga menarik kerah baju papanya dan menghempaskannya kasar ke lantai.

"KAMU INI APA-APAAN DIRGA!" papanya menatap Dirga dengan heran sekaligus takut jika anak tunggalnya itu mendengar semuanya.

"SAYA SUDAH MENDENGAR SEMUA PERCAKAPAN KAMU DENGAN PEREMPUAN INI! SAYA TIDAK MENYANGKA KELAKUAN KAMU SANGAT BEJAT TARA! APA KAMU TIDAK MENGANGGAP SEORANG PEREMPUAN YANG TERBARING LEMAH DI KASUR RUMAH SAKIT SEKARANG?! DAN LIHAT KAMU DENGAN ENAKNYA BERMESRAAN DENGAN PEREMPUAN TIDAK JELAS INI."

Tara melihat Dirga dengan tatapan tidak percaya sekaligus takut, sungguh saat ini Dirga seperti orang kesurupan, Tara tau, jika anak itu benar-benar marah akan seperti ini jadinya. Lebih menyeramkan dari singa yang sedang kelaparan.

"DAN ANDA PEREMPUAN TIDAK TAHU DIRI! SAYA BERITAHU KEPADA ANDA BAHWA BAPAK MEGANTARA, BOS MU YANG TERHORMAT INI SUDAH MEMPUNYA ISTRI DAN SEORANG ANAK! APA KAMU TIDAK MALU? BERPENDIDIKAN, CANTIK, SEXY, BANYAK DILUAR SANA LELAKI BUJANGAN YANG BISA KAMU GODA! JANGAN CUMA BISA MENGGODA SUAMI ORANG! DASAR PELAKOR!"

Dirga mendorong tubuh Via hingga punggung perempuan itu menabrak lemari, Tara yang melihat itu pun langsung bangkit menolong Via dan tidak disangka Tara menampar pipi kanan Dirga dengan sangat kencang, suara tamparan itu pun terdengar nyaring dan jelas di kamar itu.

Dirga memegangi pipinya lalu tertawa meremehkan.

"Saya bisa keluar dari rumah ini sekarang juga, dan bekerja! Saya tidak butuh uang anda lagi Megantara! Dan jika kamu tidak usah lagi membiayai rumah sakit ibu saya. Dan satu hal lagi, jangan ingat ibu saya, karena ibu saya perempuan baik yang seharusnya mendapat lelaki baik dan bertanggung jawab, tidak seperti anda yang bebas bermesraan dengan sekretaris anda. Saya pamit, semoga bahagia dengan perempuan sexy simpananmu itu. Sejak saat ini, saya tidak sudi menjadi anak dari lelaki bejat sepertimu."

Dirga keluar dari kamar itu dan berjalan menuju kamarnya, memasukkan semua baju-bajunya ke dalam koper besar dan tidak lupa membawa uang tabungannya, dompet, ponsel, dan kunci mobil. Toh itu mobil sudah jadi miliknya, atas namanya, dan dirinya pun sudah mempunyai SIM.

Suara mobil menyala terdengar jelas di telinga Tara, dan lama kelamaan suara itu hilang entah kemana.

"Maafkan papa nak." Tara merunduk dan menyesali perbuatannya, mengapa ia sampai menampar anak kesayangannya dengan tangannya sendiri tadi?.

"TARA BRENGSEK LO! TARA ANJING TARA BANGSAT!"

Dirga terus mengumpat sambil menyetir, ia tau harus kemana sekarang, dia harus ke rumah tantenya dan sementara tinggal disana, dirinya berjanji akan mencari pekerjaan halal dan membiayai rumah sakit ibunya dengan hasil jerih payahnya sendiri.

✈✈✈

Hampir nangis nulisnya wkwkwk
Ya sabar ya Dirga, ini cobaan dari Allah SWT.

Najwa sayang Dirga! ❤

Jangan lupa vote!
Happy Reading!




DirnayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang