Bag. 1 Demi Bakti

863 14 1
                                    

Hai readers! Ini cerbung pertamaku yang udah selesai ketik di wattpad dan sudah diangkat ke sebuah novel dengan judul yang sama oleh salah penerbit ujwartmedia.

Selamat membaca, semoga menghibur.


Telepon seluler masih menempel di telinga, perlahan bergerak turun lalu jatuh. Gadis itu tergugu. Kedua matanya dipejamkan, menahan nyeri dari luka yang sama sekali tidak berdarah.

Sekuat tenaga ditahannya hentakan bah yang mencoba membobol benteng pertahanan. Namun sia-sia, sesaat kemudian butiran bening menyembul, lalu kawanan lainnya susul menyusul membentuk sungai kecil di pipi.

Dadanya terlihat turun naik karena isak tangis semakin menyesakkan. Semantara tubuhnya lunglai, nyaris seperti seonggok daging tanpa tulang.

"Bagaiamana keputusanmu, Rin?" Lelaki di seberang telepon masih menunggu kepastian. Bersikap seolah masa bodoh. Meski ia tahu, umpan yang ditebar selangkah lagi diterjang buruan.

Apa yang harus dilakukan? Gadis itu dalam kebimbangan.

Menjadi pemandu lagu saja sudah menentang hati nurani, bagaimana jika harus merelakan sesuatu yang paling berharga dalam dirinya. Satu-satunya mahkota paling dijaga kesuciannya yang kelak akan dipersembahkan pada imamnya di malam pertama.

Gadis berambut lurus itu tak pernah membayangkan sebelumnya, bahkan dalam mimpi terburuk sekalipun. Harus berada di puncak tertinggi problema hidup yang sedemikan pelik.

Menjadi isteri simpanan, bahkan itu lebih ringan dibandingkan persyaratan yang telah diajukan.

Aku tidak bisa!

Jawabnya tegas. Namun semakin dia menolak, semakin jelas bayangan bapak merintih menahan kesakitan di tubuhnya. Lalu kedua mata ibu yang selalu memancarkan pendar cahaya, sontak layu kehilangan gairah hidup. Juga wajah adik-adik yang tak siap menjadi yatim di usia yang masih sangat kecil.

Belum genap satu bulan gadis itu bekerja pada sebuah tempat hiburan malam di Jakarta. Ia terpaksa menerima tawaran pekerjaan itu setelah beberapa bulan menganggur. Meski telah berkeliling mencari-cari pekerjaan hampir setiap hari dengan mengandalkan ijazah SMA, tetapi tak satupun yang mau menerimanya sebagai karyawan.

Perempuan muda itu tak bisa menunggu lebih lama lagi, sebab dia sangat membutuhkan sejumlah uang yang tidak sedikit untuk biaya pengobatan bapak, juga si bungsu Noval.

Belum cukup terkumpul lembaran uang yang diterimanya dari tips para tamu yang datang, ia menerima kabar dari kampung halaman yang begitu menghentak.

"Bapakmu harus segera dioprasi. Kalau tidak..."

Gadis itu menggigit bibir, membayangkan wajah lelaki yang anti dokter dan hal-hal yang berbau medis lainnya. Hanya mengandalkan ramuan tradisional yang diracik ibu sebagai obat jika merasa badannya kurang sehat. Pertemuan terakhir, sebelum ia bertolah ke Jakarta, lelaki paruh baya itu terbaring lemah di tempat tidur.

Rindi sempat menduga, penyakit yang diderita bapak pasti bukan penyakit ringan biasa. Butuh penanganan khusus tenaga dokter ahli yang pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Gadis itu tak punya pilihan lain. Menunggu sampai pundi-pundi rupiah terkumpul, tak mungkin dilakukan. Bapak adalah mataharinya, tak sanggup membiarkannya redup dan menggelapkan suasana di hati keluarga.

Baru beberapa waktu lalu, ujian itu datang ketika si bungsu harus mendapatkan perawatan yang lebih baik di rumah sakit. Walaupun akhirnya mereka bisa melewati semuanya.

Namun belum sempat dia menghirup kebebasan, tekanan hidup lain yang lebih menghimpit membuatnya kesulitan bernafas.

Apa yang harus dilakukan?

Allah maha penyayang.
Sejauh ini ia mempercayai itu. Meski hidup dengan keluarga yang hanya kaya akan kasih sayang, namun itu sudah lebih dari apapun baginya. Tetapi pada kedalaman waktu, Allah menguji kesungguhan baktinya pada orangtua.

Gadis itu terpekur. Tak ada jalan lain. Biarlah kali ini ia harus berkorban. Bukankah memuliakan orangtua adalah bukti bakti yang kelak akan diganjar dengan pahala yang berlipat-lipat?

Bukankah rosul selalu mengajarkan untuk selalu berbakti kepada kedua orangtua.

Ya!

Gadis bermata bening itu memantabkan niat di dalam hati.

Bapak adalah orang yang paling berhak mendapat uluran tangan sebelum anak gadisnya mutlak menjadi milik suami, kelak.

Apapun akan dilakukan demi sebuah bakti. Meski kesuciannya harus dipersembahkan pada lelaki hidung belang sekalipun.

Perempuan yang belum genap berusia dua puluh tahun, kedewasaan yang terpancar dari wajahnya terbentuk karena keadaan yang menempa. Sebagai anak perempuan tertua di keluarganya, ia harus dapat menjadi penopang bagi keluarga dan keempat adiknya yang masih kecil.

Antara keraguan dan rasa khawatir akan kehilangan sosok bapak, ia harus mantab menentukan pilihan. Meski harus membiarkan tubuhnya kotor karena noda yang akan terus dikenang sepanjang nafas berhembus.

Sanggupkah dia melaluinya?

Seberkas Kasih Rindiani (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang