Sehari setelah penutupan lomba basket, Bima mengantar Kartika pulang ke rumah dinasnya.
"Aku akan datang lagi secepatnya. Awas, jangan pakai acara menghilang lagi," ancam Bima sambil tertawa.
"Kan jimatnya sudah kamu pegang. Kekuatan menghilangku jadi lenyap.... Kecuali...." Kartika tersenyum mempermainkan Bima.
"Hah ? Apa ? Tidak ada kecuali-kecualian. Titik."
Kartika tertawa geli melihat ekspresi gusar Bima.
Tiga hari kemudian secara mengejutkan, ayah dan ibu Kartika memberi kabar kalau mereka akan datang. Namun mereka tidak memberitahu dengan pasti waktunya.
Lalu dua hari kemudian mendadak Pak Firman menjemputnya sepulang sekolah.
"Ayah dan Ibumu sudah datang dan menginap di rumah Bu Marti, Tika. Ayo, kamu cepat siapkan pakaian secukupnya."
"Astaga, Ayah dan Ibu kok tidak kasih kabar Tika lagi ya, Pak?"
Pak Firman hanya tersenyum sambil menunggu gadis itu bersiap-siap.
Mata Kartika langsung berbinar bahagia ketika Bima telah berdiri di depan pintu rumah nenek Marti. Baru beberapa hari tapi rindunya pada laki-laki itu sulit terobati meskipun mereka terus berhubungan lewat ponsel. Ditambah sinyal di rumah dinas yang tak memungkinkan untuk video call.
Bima membukakan pintu mobil dan langsung memeluknya erat. "Kangennya...." Ia juga menciumi kening dan pipi Kartika. Dan ketika akan mencium bibirnya, Kartika memundurkan tubuhnya.
"Bim, malu. Itu banyak yang lihat," bisik Kartika sambil menyapukan pandangan ke sekitar. Bibik dan anaknya yang berdiri di halaman samping sudah tertawa terkikik. Belum lagi beberapa karyawan nenek Marti yang kebetulan ada di situ.
Begitu masuk rumah, ekspresi malu-malu Kartika semakin tidak karuan. Tanpa sengaja ia mengencangkan pegangannya pada lengan Bima.
Selain ayah dan ibunya, di ruang tamu telah duduk mama Bima dan meskipun Kartika hanya pernah berjumpa sekilas, ia bisa menilai jika Bima semakin mirip dengan laki-laki gagah itu, Pandu Nararya, papa Bima.
Kartika menyambut pelukan mereka satu per satu dengan perasaan campur aduk. Ia berusaha minta tolong pada Bima ketika Pramita Nararya menariknya untuk duduk di sebelahnya. Tapi Bima hanya sibuk tersenyum lebar.
"Sini, Kartika. Duduk sini, dekat ibumu juga. Eh, Bim, kamu menjauh dulu sebentar saja kenapa? Itu duduk sama Nenek."
Bima tidak sempat protes ketika keinginannya untuk berdekatan dengan wanita yang membuatnya terus merasakan rindu itu diserobot ibunya.
Kartika langsung diapit dua wanita yang salah satunya langsung membuatnya grogi. "Ah, semakin cantik saja calon mantu Mama ini..."
Wajah Kartika langsung merah padam. Ia menatap ibunya yang tersenyum bahagia. Lho, kenapa ibu tidak nampak aneh atau canggung ya ? Ayah dan Papa Bima juga sama saja....
"Tidak usah bingung lihat orang satu per satu gitu, dong," kata Bima melihat raut wajah Kartika.
"Aku datang bersama Papa dan Mama ke rumah Ayah dan Ibu dua hari yang lalu. Melamarmu."Bola mata Kartika melebar. Astaga. Melamar ?
"Iya, Sayang. Maaf, tidak mengajak kamu. Surprise!"
Kartika menatap Bima tak percaya. Melamar dirinya tanpa memberitahu dirinya ? Kartika berdiri dan meminta izin pada para orangtua. Ia menarik Bima keluar ruangan.
"Kamu ini..."
"Maaf, tapi aku benar-benar ingin bikin kejutan untukmu."
"Kejutan yang bikin jantungku mau copot, Bim !"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher and The Heir
Ficción General(COMPLETED) Bima, yang tak terkontrol lagi kehidupannya, diungsikan orangtua ke kampung halaman neneknya. Di situ ia harus menuntaskan SMA jika masih ingin diakui sebagai pewaris tunggal keluarga. Merasa paling segalanya, ia terus berulah di sekolah...