5. Bab 1 : 2. Hancur

215 29 1
                                    

Tidak terasa sudah semester 2. Walau setiap hari aku selalu dihina bibiku karena ingin menjadi penyanyi, namun tekadku sangat kuat sehingga hinaan itu tak terasa bagiku. Aku selalu melatih vocalku dan kemampuan bermain gitarku.

Tak hanya itu, aku juga meminta pendapat para eonniku dan Hyunjoon (salah satu cara melatih keberanian). Aku pun sering mengikuti audisi, namun ditolak. Tentu saja karena penampilanku yang tidak menarik. Walau sering di tolak namun aku tak putus asa. Aku tetap berlatih sekuat tenaga agar dapat lolos dalam audisi.

Namun, usahaku sia-sia. Saat ini aku berada di rumah sakit dan tidak berbuat apa-apa. Aku tidak bisa melihat, mendengar, maupun berbicara. Benar-benar sunyi dan menakutkan. Aku merasa beberapa orang memegangku. Aku memberontak. Disini benar-benar gelap dan sunyi. Aku memang menyukai ketenangan namun yang aku rasakan ini benar-benar hampa. Seperti berada dalam lubang hitam yang tak ada ujungnya.

Aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak peduli dengan penampilanku sekarang. Aku memberontak setiap ada orang yang menyentuhku. Suaraku benar-benar hilang. Sekuat apapun aku berteriak meminta tolong namun tidak hasilnya.

Aku mencoba berbagai tindakan bunuh diri. Dengan memecahkan vas di sebelahku tapi gagal, lalu mencoba meraba keluar jendela namun gagal, dengan mencekik diriku sendiri namun gagal juga. Banyak bekas sayatan di tubuhku karena usaha bunuh diri dan usaha pemberontakanku.

Sudah 3 bulan aku menetap di rumah sakit. Aku tidak tahu siapa saja yang ada di sekitarku. Namun kali ini aku sudah merasa sedikit tenang. Sempat aku berpikir mengenai biaya rumah sakit, namun dokter memberitahuku bahwa pelakulah yang bertanggung jawab soal pengobatanku.

Aku berkomunikasi dengan dokter menggunakan tulisan. Dokter menuliskan huruf braille sedangkan aku menuliskan di kertas. Ia mengatakan bahwa aku kehilangan kemampuan sensorikku dikarenakan trauma.

Saat duduk diam, aku teringat kembali kejadian sebelum aku masuk rumah sakit. Kejadian yang membuatku harus merasakan kehampaan ini.

"Mati kau! Mati saja kau!" Ucapnya sambil memukuliku. Aku mencoba melawan namun aku tidak punya kekuatan untuk melakukannya. Aku terus berteriak hentikan dan meminta tolong. Aku menyebut nama HyunJoon dan Rieun namun mereka tak kunjung datang. Namun di tengah pukulannya sesuatu yang besar, berat menimpaku. Benda itu menimpa setengah badanku. Mulai dari atas kepala hingga perutku. Badanku begitu lemas hingga tidak kuat untuk menggerakkan satu jari pun. Hal terakhir yang kudengar ialah suara teriakan orang terkejut dan suara Hyunjoon. Lalu.. semuanya menjadi sangat gelap.

Ingatan itu benar-benar membuatku takut. Aku menutup telingaku. Dadaku sesak dan aku tidak bisa bernafas. Aku mencoba untuk berdiri untuk meminta tolong namun kakiku mendadak lemas dan kesadaranku pun hilang.

Aku baru benar-benar sembuh setelah 6 bulan lamanya. Semuanya kembali normal kecuali suaraku. Aku kehilangan kemampuan bernyanyiku. Dokter bilang itu terjadi karena aku terlalu banyak berteriak.

Aku pergi ke studio tempat biasanya aku berlatih lalu menangis. Aku menangis frustasi karena tidak dapat bernyanyi lagi. Namun ditengah tangisanku, suara dentingan piano yang lembut muncul. Aku melirik ke arah piano, ternyata Rieun yang memainkannya. Aku menghentikan tangisanku lalu berdiri. Ku ambil biola yang ada di sebelah Rieun. Aku pun memainkannya.

Aku teringat ibu pernah berkata bahwa musiklah yang membuatnya tenang. Saat ibu sedang frustasi, ia memainkan piano untuk menghilangkannya. Aku pun menyadarinya kalau itu efektif. Rasa sedihku langsung hilang terbawa oleh suara-suara musik yang kami mainkan. Aku menjadi lebih tenang dan nyaman.

"Sudah tenang?" Tanyanya.

"Eung" jawabku.

"Eomma pernah bilang kalau jangan menyerah. Disaat kau masuk rumah sakit ibu menghampiri anak yang membullymu lalu mengancam menuntutnya. Bahkan disaat mereka tidak menghiraukannya ibu tetap tidak menyerah. Ia mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menyelamatkanmu. Karena itulah biaya operasi dan pengobatan semuanya ditanggung oleh si brengsek itu" ucapnya santai sambil menunjukkan tanda V. Ia tersenyum sambil sedikit terkekeh. Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan namun perkataanya tadi membuatku menjadi lebih termotivasi.

Aku mengulang dari awal. Walau hasilnya tidak sama seperti sebelumnya tapi aku tidak menyerah. Ya.. mottoku sekarang ialah Never Give Up!

*****

Jadi ceritanya itu, si Jieun itu punya ingatan fotografis. Selain bisa menghafal dalam sekali lihat, orang yang mempunyai ingatan fotografis juga bisa merasakan ingatan sebelumnya dengan jelas. Karena itu di cerita ini Jieun jadi trauma dan terkena gangguan sensoriknya.

I Love U (GD×IU Fanfic) || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang