EPILOG

478 54 8
                                    

Weekend ini, Suga mengajak Ji Eun untuk mengunjungi sekolah mereka. Entah apa yang akan dilakukan oleh Suga, Ji Eun menurut saja karena memang ia tidak mempunyai kegiatan di rumahnya.

"Memangnya tidak apa-apa jika mengunjungi sekolah di hari libur?" Ji Eun bertanya pada Suga yang terus saja menarik tangannya dan menyuruhnya mengikutinya.

"Kenapa tidak? Memangnya mengunjungi sekolah di hari libur merupakan sebuah tindakan kejahatan?"

"Bukan," jawab Ji Eun polos. Suga tersenyum mendengar jawaban gadisnya.

Tiba di sekolah, Suga langsung mengajak Ji Eun untuk memasuki ruang musik. Ia ingin menunaikan janjinya pada Ji Eun, yaitu bermain piano.

"Kenapa kau mengajakku ke sini?" tanya Ji Eun setelah Suga menyuruhnya untuk duduk pada kursi yang berada di salah satu sudut ruangan.

"Saat itu aku pernah berkata padamu bahwa aku akan bermain piano untukmu. Tetapi karena ada insiden yang terjadi, rencana itu harus tertunda selama beberapa waktu. Sekarang, aku akan menepati janjiku padamu," jelas Suga. Ji Eun mengangguk mendengar penjelasan Suga.

Suga kemudian mendekati piano berwarna cokelat tua yang berada tepat di tengah ruangan. Setelah meregangkan jemarinya, ia kemudian mulai menekan tuts-tuts piano tersebut dengan lihai.

Saat Suga menyelesaikan permainannya, ia menoleh pada Ji Eun dan memberikan senyuman yang sangat tipis untuk gadisnya.

Ji Eun kemudian bertepuk tangan dengan heboh saat Suga selesai bermain dengan pianonya. Ia tersenyum senang, alunan nada yang diciptakan oleh jemari Suga sangatlah indah. Tidak bisa dipungkiri, permainan piano Suga memang tidak ada duanya.

"Sungguh, alunan nada yang sangat indah, Yoongi. Permainan pianomu memang tidak ada duanya," puji Ji Eun tulus. Ia tersenyum lebar dan memberikan kedua acungan jempolnya untuk Suga.

Suga ikut tersenyum saat melihat gadisnya tersenyum bahagia karenanya. Ia kemudian mengajak Ji Eun untuk ikut duduk berdua dengannya pada kursi tempatnya bermain piano. Ji Eun lalu menyandarkan kepalanya pada pundak Suga.

"Apa kau benar-benar sudah pulang, Ji Eun? Apa aku benar-benar telah menjadi rumahmu?" tanya Suga kemudian, memecah keheningan yang tercipta.

Ji Eun mengedipkan kedua matanya, kemudian mengangguk pelan. "Tentu saja. Apa kau ragu?"

"Tidak," jawab Suga cepat. "Jika tidak, pun, aku akan selalu menunggumu pulang. Aku akan selalu menunggu saat dimana aku menjadi rumah untukmu," sambungnya kembali.

Ji Eun tersenyum, ia lalu mengaitkan tangannya pada lengan Suga. Gadis itu teringat, tempo hari Suga dengan gamblang menyatakan bahwa ia mencintainya. Dan bertanya apakah ia mau menerimanya sebagai tempat pulang. Ji Eun menjawabnya, ia setuju. Meskipun, entah perasaan cinta itu telah tumbuh di hatinya atau belum. Tapi Ji Eun yakin, Suga memanglah orang yang tepat untuknya.

"Apa aku boleh tahu alasanmu mencintaiku, Yoongi?"

"Boleh saja. Tapi, aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu, Ji Eun," balas Suga.

"Kenapa?"

"Karena aku tidak punya alasan untuk selalu mencintaimu."

Pipi Ji Eun terasa memanas saat ini. Tanpa bisa dicegah, jantungnya berdetak dengan cepat, senyumnya pun berkembang begitu saja.

"Tapi, kenapa kau bisa jatuh cinta padaku, Yoongi? Yang pada dasarnya adalah sahabatmu sendiri." Ji Eun kembali bertanya.

Suga mengusap jejeran tuts piano di hadapannya. "Apa kau tahu, Ji Eun? Bahwa setiap persahabatan antara laki-laki dan perempuan, tidak pernah ada yang tulus. Cinta selalu mengambil alih perasaan keduanya. Begitu juga denganku," jelasnya.

Ji Eun mengangguk paham. "Yoongi, sejatinya, setianya seorang laki-laki pada satu perempuan hanya berkemungkinan kecil. Apa kau juga akan berlaku seperti itu padaku? Atau kau akan memilih untuk setia?"

Jemari Suga perlahan mengusap puncak kepala Ji Eun. "Ji Eun, apakah penantianku selama ini tidak cukup membuktikan bahwa sejatinya aku hanya setia pada seorang gadis saja, yaitu dirimu. Apa kau ragu?"

Mendengar jawaban Suga, Ji Eun terkekeh ringan. Benar juga, pikirnya.

"Kalau begitu aku tidak akan pernah ragu, Yoongi. Setelah ini, aku tidak akan lagi meragukan setiamu padaku."

"Terima kasih, Ji Eun. Stay with me, yes?"

"Ne. I will."

Kini, dinding tak kasat mata antara keduanya telah lebur. Perasaan Suga terbalaskan. Ji Eun telah memilih tempatnya pulang. Keinginan Suga menjadi rumah bagi Ji Eun pun tercapai.

Beginilah akhir dari kisah mereka. Namun, sejatinya, akhir ini adalah sebuah awal untuk kisah yang akan terjadi selanjutnya. Kisah yang tidak akan pernah tertulis disini.

***

The real end. Terima kasih sudah berkenan membaca dan memberi vomment. See you in my next story💕

Stay With Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang