Tiga hari berikutnya merupakan hari paling berat selama aku bekerja disini. Bisa dibilang hari yang seperti neraka. Pagi hari langsung rapat departemen sampai siang, siang makan siang yang dipaksa oleh Arini yang dengan sukarela membawakan makan siang ke ruanganku, lalu sore sampai malam aku mengerjakan beberapa berkas-berkas yang diperlukan untuk lelang tender dan proyek mendatang. Bahkan sangking riwetnya tiga hari ini aku sama sekali tidak bisa memberitahukan Kak Julian tentang kesibukanku, bahkan untuk menyampaikan selamat pagi saja aku tidak bisa. Akhirnya di hari ketiga dia mendatangi kantorku dan menyeretku makan siang bersama yang langsung disetujui oleh Qori dan teman-teman setim lainnya.
"Kamu ini ngasih kabar aja susah banget sihh.." dumel Kak Julian saat kami sudah tiba di salah satu rumah makan cepat saji dekat kantor. Dia tidak membawaku ke tempat makan yang lebih jauh karena diapun sebenarnya sedang sibuk.
"Maaf kak.. chat kakak ketimbun sama chat yang lain.." ucapku mencoba melembut
"Tuhkann.. kamu kembali menomorduakan kakak.. kakak selalu menyempatkan diri untuk menelpon kamu tiga hari ini, tapi apa yang kakak dapat.. voicemail.." ucapnya menggerutu
"Apa yang harus Rin lakukan supaya kakak gak bete lagi.." akhirnya aku benar-benar melunak demi menjaga moodnya. Memang kuakui tiga hari belakangan ini aku benar-benar mengacuhkannya, tidak memberinya kabar, dan tidak menjawab telponnya. Bagaiamana tidak, aku masuk kantor lebih pagi dari biasanya dan pulang lebih malam dari biasanya, bahkan sempet aku sampai rumah itu jam 2 pagi dan harus berangkat lagi jam 7. Hari itu aku benar-benar tidak tidur.
"Kamu baik-baik aja??" tanyanya tanpa menjawab pertanyaanku. Tiba-tiba aku merasakan usapan jarinya di bawah mataku.
"Masih baik-baik aja.." jawabku berusaha menurunkan tangannya. Takut dia mengetahui seberapa besar kantong mataku saat ini
"Kantong mata kamu besar banget dan mulai menghitam.. kamu tidur kan?" tanyanya tanpa menurunkan tangannya malah memegangi tanganku agar tidak mengganggunya
"Tidur kok.." jawabku mencoba acuh. Padahal saat ini aku sangat terharu, ada yang perhatian padaku selain Arini.
"Jangan terlalu memaksakan dirimu okeeyy.. bilang sama kakak kalau kamu udah gak kuat.." ucapnya yang kini mulai mengelus kepalaku lembut. Okey fiks gue melting.
"Iya kak.." hanya jawaban itu yang bisa kukeluarkan sangking gak kuatnya lagi hatiku untuk bertahan.
"Yaudah... kita balik yuk.. nanti pulang kamu kabarin kakak ya.. biar kakak jemput.." ucapnya sambil memanduku berjalan menuju mobilnya
"Aku bisa pulang sendiri kok kak.. lagian hari ini aku bawa motor.." jawabku mencoba menolaknya
"Kenapa kamu tolak kakak? Apa kakak segitu tidak bisa diandalkannya.." tanyanya dengan ekspresi yang sedikit terluka
'Awwww.. gue gak kuat lihat ekspresi ituu... tapi gue harus bisa menolaknya, karena aku berencana pulang pagi hari ini.'
"Bukan gitu kak.. kakak kan juga ada kerjaan.. akhir minggu ini Mas Kiki nikah, dan 2 minggu lagi pernikahan kita.. aku cuma gak mau bikin kakak sakit karena kelelahan nantinyaa.." jawabku dengan alasan terlogis yang bisa kupikirkan saat ini.
"Hmm.. okelahh kalau gitu.. tapi jangan lupa chat kakak begitu kamu sampai rumah.. jam berapa pun itu.. okeyy.." ucapnya bertepatan dengan kami tiba di depan kantor
"Oke.." jawabku pelan tidak berani menatap matanya, takut dia mengetahui kebohongan yang sedang kusembunyikan ini.
Begitu mobilnya menghilang dari pandangan aku langsung kembali ke ruanganku dan melanjutkan bahan untuk presentasi besok. Kami mengerjakannya hingga waktu kantor selesai. Begitu kami cek lagi ternyata ada 2 bagian dari presentasi kami yang tidak lengkap, dengan panik aku mencoba untuk menganalisis apa kekurangannya dan kami kembali menghabiskan waktu hingga tengah malam untuk menyempurnakan presentasi kami.
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Teen Fiction'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...