Bag. 24

3.8K 148 0
                                    

Seminggu berlalu dengan kesibukan yang menyesakkan. Pekerjaan di tambah persiapan pernikahan Mas Kiki yang tinggal menghitung hari menyibukkan diriku dan keluarga sehingga tidak ada waktu untuk beristirahat. Pagi hari berangkat kekantor bareng Arini, di kantor disibukkan dengan persiapan tender baru, makan siang yang tidak terlalu dinikmati, pulang langsung balik ke rumah untuk membantu persiapan pernikahan Mas Kiki, lalu tengah malam balik kekontrakan. Rutinitas seminggu ini begitu padat. Bahkan aku tidak sempat untuk sekadar makan malam bersama dengan Kak Julian. Kak Julian pun tengah disibukkan dengan urusan kantornya sehingga kami hanya berkomunikasi lewat pesan singkat dan telpon selama seminggu ini.

"Rin... ayokk buruan.. nanti keburu macet.." seru mba Nana dari pintu depan di minggu pagi ini.

"Iyaa bentar.." balasku dari dalam kamar dan kembali merapihkan kerudungku lalu mengambil tas dan berjalan menuju pintu depan dimana mba Nana, bunda, dan mas Kiki sudah menungguku

"Lama banget sihhh.. kan janjinya kemarin berangkat jam 8.. sekarang udah jam setengah 9.." omel mba Nana padaku yang sedang mengikat tali sepatuku

"Iyaa maaf.. tadi kan Rin mesti beres-beres rumah dulu.." balasku tak mau disalahkan. Salah sendiri gak mau bantu beres-beres rumah.

"Makanya bangun lebih pagi... mba lagi gak bisa bantu..soalnya ada urusan yang harus diberesin tadi.." ucapnya membela dirinya dan aku hanya pasrah karena malas untuk adu argument sama catin.

Akhirnya setelah dibujuk oleh Mas Kiki, Mba Nana kembali ceria dan kami mulai bergerak menuju tujuan pertama hari ini. Selama perjalanan aku menghabiskan waktuku untuk bermain game di hp karena males untuk meladeni celotehan Mba Nana yang selalu mengomentari apapun yang kulakukan. Hari ini tujuan utama kami adalah untuk membeli pernak pernik yang cocok untuk seragam acara nikahan minggu depan. Mba Nana sangat ngotot untuk mencari bersama daripada harus menerima hasil langsung jadi. Mungkin bisa dibilang dia adalah catin terepot yang pernah kukenal.

Setelah beberapa jam perjalanan yang macet tersebut kami sampai di tempat aksesoris favorit Mba Nana dan Mba Ika. Setelah memarkirkan mobil kami berjalan menuju butik tersebut dan bertemu dengan Mba Ika yang sudah lebih dulu sampai.

"Lama banget dehh kalian.. lama tahu nunggunyaa.." protes mba Ika begitu kami tiba didepan pintu

"Sorry macet broo.." jawab Mas Kiki santai dan setelah menerima beberapa dumelan Mba Ika, kami memasuki butik tersebut.

Begitu memasuki butik tersebut aku merasa salah alamat. Interiornya sangat wanita dan pemilihan warnanya pun demikian, pink dan putih. Ughhh rasanya aku takkan bisa lama-lama disini. Namun apa daya hari ini aku hanya bertugas menjadi bonekanya Mba Nana dan mau tak mau aku harus mengikuti kemana pun dia pergi. Hampir semua pernak pernik disini dia coba, satu persatu dia ambil dan cocokkan dengan sample baju yang dibawa oleh Mba Ika. Kalau ada yang cocok maka dia simpan dulu sebelum nantinya dia akan mengeleminasinya satu persatu. Menjadi boneka tidak pernah menyenangkan buatku, tapi karena aku sudah berjanji akan memakai apapun yang diberikannya padaku di hari spesialnya minggu depan, jadi mau tak mau aku menurut saja.

Setelah lebih dari 6 jam kami berada di butik tersebut, aksesoris yang akan digunakan akhirnya terpilih dan kami bisa makan siang yang terlambat sekarang. Mengingat jam makan siang yang sudah mepet Mas Kiki memutuskan untuk makan siang di tempat makan pertama yang kami liat dan pilihannya jatuh pada rumah makan padang. Selama makan siang aku hanya bisa mendengar apapun ocehan Mba Nana karena kalau aku berkomentar dia akan membalasnya dan kami akan berselisih pendapat, lagi.

"Rin.. kamu gimana sama Julian? Aman kan?" tanya Mba Nana saat kami dalam perjalanan pulang.

"Aman kok Mba.. gak kenapa-napa.." jawabku santai tanpa mengalihkan perhatian dari game di hp

"Persiapan pernikahan kalian gimana? Baju seragam gimana? Aksesorisnya gimana? Harusnya tadi kita sekalian aja beli buat acara kamu.." lanjutnya dengan serentet pertanyaan yang menurutku tidak penting.

"Persiapannya lancar-lancar aja kok mba.. Mba Ina yang ngurus semuanyaa.. kalau buat seragam Mba Ika udah handle semuanya termasuk aksesorisnya, tadi juga mba Ika nanya beberapa kali untuk memastikan pilihan aksesorisnya.." jawabku sama cueknya

"Kamu ini kok cuek banget sihh.. itu kan acara penting kamu.. masa semua orang yang ngurus.."

"Mbaaa.. buat apa ada WO kalau masih kita yang ngurus.. itu kan kerjaan mereka.. jangan ngambil kerjaan orang mba.. nanti gak sukses lohh.."

"Kamu ini dikasih tahu malah gitu.. bukannya kita ngerebut kerjaan orang Rin.. tapi kita kan juga harus mastiin gak ada cacat untuk acara istimewa ituu.." kali ini sepertinya aku sudah mulai kesal dengan omelannya

"Mba kira kerjaan aku dan Kak Julian gak banyak.. kalau kerjaan kak Julian aku gak tahu sih.. tapi dikantorku sendiri lagi sibuk dengan segala macam tender dan proyek untuk bulan ini, aku aja udah keteteran karena harus bolak balik dari rumah.. semua berkas dan kerjaan itu ada di kontrakan.. tolonglah mba jangan menambah beban pikiranku.." ucapku sedikit emosi karena faktor lelah.

"Kamu pikir mba sama mas kamu gak ada kerjaan juga.. tapi kami masih bisa menyempatkan diri untuk menjalankan rencana kami.. luangkanlah waktu kamu itu.. jangan kerjaan mulu yang dikejar.." omelan itu semakin mengusikku

"Terserah mba ajalah.. Rin capek berargumen sama mba.. gak akan pernah menang.." putusku dan kemudian kembali diam berkonsentrasi memainkan game yang dari tadi gak clear stage.

Sesampainya dirumah aku langsung menyerbu masuk kedalam rumah dan mengagetkan ayah yang sedang menonton tv.

"Rin kenapa bun?" pertanyaan ayah masih terdengar ketika aku menaiki tangga menuju kamarku

"Biasa lagi berantem sama Nana.." jawab bunda samar.

Sesampainya di kamar aku langsung berkemas dan memesan taksi online untuk mengantarku menuju kontrakan.

"Kamu mau kemana Rin??" tegur Mba Nana yang sedang duduk bercengkrama dengan keluargaku

"Mau balik ke kostan.. besok masuk pagi.." jawabku sambil lalu dan mulai memasang sepatuku

"Besok jam berapa kesini??" tanya mba Nana yang entah kenapa melembut

"Gak bisa.. besok Rin lembur.." jawabku masih jutek dan berjalan keluar dimana mobilku sudah menunggu

"Rin.. besok masih ada yang harus di check lagi.. dan mba butuh bantuanmu.." seru mba Nana saat aku sudah didalam mobil

"3 hari ini Rin gak bisa bantu mbaa.. kantor lagii mau ngambil tender dan Rin yang megang itu semua.. jadi gak bisa.. maaf ya mbaa.." ucapku sebelum akhirnya berjalan menuju kontrakan.

Selama perjalanan aku sedikit mengantuk, karena memang seminggu terakhir ini aku sangat kekurangan tidur. Pagi hari sibuk dengan urusan kantor, siang sibuk dengan kak Julian yang menginginkan perhatian, sore pulang langsung ke rumah, malam membantu mba Nana menyiapkan persiapan pernikahannya apapun itu, sabtu menemani membeli barang hantaran yang sorenya langsung diberikan ke Mba Ina untuk dihias olehnya. Benar-benar minggu yang sibuk. Belum lagi dengan segala tuntutan professional yang harus kujalankan.

Sesampainya di kontrakan aku langsung masuk dan menuju tempat tidurku tanpa memperdulikan Arini yang memanggilku.

"Rinn.. udah makan?" tanyanya lembut saat aku membenamkan kepalaku di atas bantal

"Udah.. oh iya Rin.. besok sampe hari rabu gue lembur... jadi mungkin gue berangkat sendiri aja.." jawabku setelah menolehkan wajahku

"Okeee.. mau gue siapin makanan??" tanyanya yang kini duduk di sampingku

"Hmmmboleh dehh... makasih yaa.." jawabku dan kembali membenamkan wajah di bantal. 

   

つずく

Arin's Love Story (END)Where stories live. Discover now