8. Bab 1 : 5

198 22 0
                                    

Jieun

Aku berjalan di tengah kota sambil membawa gitarku. Aku memasang earphone kesayanganku lalu memutar salah satu lagu kesukaanku. Aku menyenandungkan lagu itu sambil berjalan santai di tengah kota.

Suara ricuh yang tak jau dari tempatku berdiri membuatku penasaran. Aku pun mendekati mereka.

"Wa!! TOP oppaa.."
"GD!!!!"

Suara teriakan itu semakin lama semakin histeris. Semakin aku mencoba untuk menerobos kerumunan itu, semakin pula aku terpental kebelakang.

"Hah... Ini semua karena pertumbuhan sialan. Coba aku lebih tinggi!" Ucapku kesal.

Aku pun memilih untuk pulang.sudah tidak ada peluang lagi untukku melihat apa di balik kerumunan itu. Namun tiba-tiba ada suara yang tidak asing bagiku.

Aku membalikkan badan untuk melihat asal suara itu. Sesuai tebakanku, itu suara dari temannya si tukang gerutu itu! Tanpa aku sadari, aku berjalan kembali keruman itu.

Sangat tidam seperti gayaku. Berhimpit-hipitan hanya untuk melihat idolanya sedang bernyanyi. Biasanya aku akan membeli kaset bajakan untuk mendengarkan lagu idolaku.

Tapi sekarang, aku malah menjadi satu diantara beratus-ratus orang yang beehimpit-himpitan untuk melihat grup yang dibilang Bigbang ini. Aku pun mulai menyesalinya saat mereka secara kasar mendorong satu sama lain.

Setidaknya aku mendapat balasan yang setimpal. Orang yang bernama Taeyang itu penampilannya sangat memukau. Aku tidak tau bagaimana cara menjelaskannya. Kalau aku menceritakan ini ke Hyunjoon ia pasti akan mengataiku habis-habisan. Apalagi Rieun.

"Mwo?! Kau sempit-sempitan hanya untuk melihat laki-laki itu? Hahahahahahaa" ucap Hyunjoon.

"Wah.. jadi begini wajah Jieun saat jatuh cinta. Ku rasa kita harus memberi penghargaan pada orangnya" canda Rieun.

Bayangan itu langsung terlintas di kepalaku. Aku baru saja membayangkan sesuatu yang mengerikan. Eotteokae? Pikirku. Badanku langsung terasa capek. Aku benar-benar akan membunuh diriku sendiri jika mereka tahu aku melakukan ini.

Namun tiba-tiba Taeyang berjalan mendekati pinggir panggung. Ia membawa setangkai bunga. Ternyata dari tadi ia membawa bunga untuk diberikan ke salah satu fansnya. Aku tidak menyadarinya karena bayangan sialan itu muncul entah dari mana.

Taeyang berjalan mengitari mereka. Ia benar-benar terlihat seperti malaikat. Aku pasti sudah benar-benar gila saat memikirkan itu. Ia berhenti sebentar lalu berjalan mendekatiku.

"Oh tuhan... Dia mendekat, apa yang harus ku lakukan" batinku. Jantungku berdetak 10× lipat dari biasanya.

"Ini tidak baik" gumamku. Semakin lama ia semakin dekat dgnku. Lalu, Ia berhenti tepat di depanku. Ia berlutut satu kaki lalu memberikan bunganya kepadaku.

Seketika wajahku merah padam. Suara detak jantungku menjadi lebih besar dari suara teriakan para fans. Dengan gugup aku mengambil bunga yang ia berikan. Ia pun tersenyum. Senyumannya semanis gula dan matanya berubah menjadi bulan sabit. Eyes smilenya benar-benar memukau. Aku hampir lupa caranya untuk bernafas.

Setelah ia menjauh dariku aku langsung pergi dadi kerumunan lalu mencari tempat yang tenang. Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghebuskannya perlahan. Aku mengulanginya berkali-kali hingga aku merasa tenang.

"Fyuh.. hampir saja" ucapku lega.

"Jieunna kau harus fokus. Tidak boleh terlalu berlebihan. Bersikap dewasa dan jangan mengulangi kesalahan yang sama"ucapku pada diri sendiri.

Itulah kata-kata yamg sering aku ucapkan pada diriku sendiri saat aku kehilangan kendali. Entah bagaimanapun aku merasa aku tidak boleh merepotkan orang lain lagi oleh karena itu aku harus berpikir bijak dan bersikap dewasa.

Di saat hatiku sudah mulai tenang, Hyunjoon tiba-tiba muncul entah dari mana.

"Ya! Neo waegeurae? Bunga apa itu yang kau pegang?" Tanyanya tiba-tiba.

Dengan spontan aku langsung meloncat kebelakang. Aku menatapnya lalu terdiam beberapa saat lalu tersentak kembali.

Ia terkekeh begitu melihat reaksiku. Ia lalu mengusap rambutku sambil mengacak-acaknya.

"YA!" Ucapku tajam.

"Wae? Neo neomu gwiyeopta..." Ucapnya sambil mencubit pipiku gemas. Aku melepas tangannya dengan paksa lalu menatapnya dengan tajam.

Walau aku sudah berteman dengannya namun aku masih belum bisa menunjukkan ekspresiku yang lain selain ekspresi dingin. Namun anehnya ia tiska pernah terganggu dengan itu dan malah terus terus menggodaku.

Ia tetap tertawa terbahak-bahak hingga air matanya keluar. Aku merasa jengkel melihatnya. Ia pasti menikmati melihat ekspresi terkejutku tadi. Akh.. aku benar-benar merasa bodoh dan dipermalukan.

Aku langsung pergi meninggalkannya dan tidak menghiraukan panggilannya. Walau begitu ia tetap mengejarku hingga kami berjalan sejajar.

"Bagaimana audisi tadi?" Tanyanya. Kali ini nada suaranya kembali normal.

"Begitulah" ucapku singkat sambil merapikan rambutku. Ia menatapku dengan tatapan kosong lalu membantuku merapikan rambutku yang berantakan. Cih, Ia merapikan apa yang sudah ia kacaukan.

"Kau menyukainya?" Tanyanya tiba-tiba.

"Eo?" Tanyaku bingung. Aku sama sekali tidak mengerti maksud dari pertanyaannya. Suka? Suka apa?

"Kau benar-benar lamban. Karena itu bersosialisasilah.. sapa orang-orang di luar sana jangan terpaku sama buku terus!" Ucapnya. Kali ini suaranya terdengar jengkel dan frustasi.

Walau aku sudah bisa melihat, namun kemampuanku yang lama masih ada dalam diriku. Mengenali orang dari tapakan kakinya, suara, dan bau.

Kali ini aku menghentikan langkah kakiku lalu menatapnya lagi. Aku tidak tahu bagaimana ekspresiku kali ini, walau merasa kebingungan dan penasaran hatiku masih tetap tenang. Aku rasa aku masih menggunakan ekspresi dinginku.

"Grup itu yang kau lihat tadi. Kau menyukainya kan?" Ucapnya sambil tersenyum. Ia pun berjalan mendahuluiku.

Hyunjoon benar-benar seperti kakak eh bukan lebih tepatnya seperti ayahku. Walau ada sisi idiotnya, ia memiliki sifat penyayang, tenang, hangat seperti mediang ayahku. Aku mungkin akan percaya jika ia dibilang sebagai reikarnasi ayahku. Namun itu pemikiran yang sangat bodoh dan konyol.

Aku benar-benar terkejut, ia tahu apa isi hatiku. Itu benar-benar terasa ajaib. Aku ingin menanyakan bagaimana ia bisa mengetahuinya namun aku mengurungkannya. Ada berjalan sedikit lebih cepat untuk dapat sejajar dengannya.

"Gwaenchanh-a, tidak salah jika kau menyukainya. Lagi pula itu sangat cocok untuk gadis seumuranmu." Ucapnya sambil terkekeh sedikit. Aku yakin ia sedang mentertawakan aku.

"Kau tahu. Sekarang ini kau terlihat seperti ayahku."

"Mwo? Ya! Orang tampan dan muda ini kau samakan dengan bapak-bapak?" Ucapnya kesal.

Aku menghelakan nafas melihat tingkah konyolnya kembali lagi. Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali lalu menghiraukan tingkah lakunya yang konyol itu.

I Love U (GD×IU Fanfic) || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang