Masih Tentang Bujang

863 14 15
                                    

Aku setuju dengan mama, ketika dia bilang bahwa, "Lebih seru novel pertamanya [Pulang]." Ketika kutanya tentang alasan, katanya karena novel Pulang lebih dapat feelnya, emosional, dan ya, menurutku, lebih banyak hal asyik yang bisa dipelajari dari kehidupan si Bujang, alias Agam, alias Tauke Besar, alias Si Babi Hutan.

-::-

Saat membuka segel buku Pergi di toko buku secara sembunyi-sembunyi, dan membaca beberapa halaman pertamanya, aku merasa bingung. Tapi, memang beberapa novel punya prolog yang membingungkan, dan baru kelihatan jelas kalau sudah masuk ke bab-bab berikutnya. Blurb-nya sendiri, pun, seperti biasa. Tere Liye banget. Kata-kata sedikit, bahkan cenderung menodong langsung ke inti, dan merupakan kalimat retoris yang bikin pembaca kepo dan bergegas membawanya ke kasir. Aku menyempatkan diri buat nyuruh temanku buka internet dan search tentang review buku ini di goodreads. Setelah dia baca beberapa kalimat, cukup meyakinkan, sih. Oke, I'll take it.

Mungkin, masih banyak orang yang mengira ini adalah buku dengan genre slice of life yang banyak mengandung kata mutiara, ngebaperin, dan agak ringan. Tapi bukan. Jelas beda. Jadi, aku mewanti-wanti buat kamu yang belum beli, kalau ini adalah: novel laga bertabur sedikit filsafat. Lebih ringan dibanding Dunia Shopie sih, tapi. Karena kabarnya novel setebal kitab garapan Jostein Gaarder itu penuh sama nama-nama penemu, mitologi Yunani, dll dsb yang aku yakin udah bikin ngantuk duluan sebelum berhasil baca seperempat babnya.

Oke, fokus ke Pergi. Secara garis besar buku ini masih bercerita tentang Bujang, yang sekarang sudah jadi Tauke Besar (Big Boss) dari salah satu keluarga penguasa shadow economy terbesar se-Asia Pasifik. Jika sebelumnya, di Novel Pulang, masih diceritakan masa lalu Bujang; seluk-beluk gimana cowok itu mulai bergabung di Keluarga Tong dan dibesarkan sedemikian rupa oleh Tauke Besar sebelumnya buat jadi tukang pukul nomor satu di keluarga mereka. Tapi di sini posisinya sudah jadi Tauke Besar. Tauke yang lama udah mati. Jadi mau enggak mau dia sekarang jadi pimpinan bisnis raksasa, sekaligus jadi tukang pukul nomor satu di Keluarga Tong.

Buat yang belum baca Pulang, anggap aja keluarga shadow economy itu semacam gangster atau yakuza. Mereka menyebut diri sebagai bayangan; memiliki perusahan-perusahaan terbesar di dunia, baik legal maupun ilegal, menggerakkannya dari balik tembok hitam, dan kekuasaannya bahkan bisa membuat takluk pemerintah negara manapun. Presiden sekalipun.

Mereka itu bandit, penjahat. Kalau ada yang ganggu, mereka akan bergerak. Mottonya: darah dibayar darah, nyawa dibayar nyawa. Mereka menguasai dan mendanai berbagai riset tentang teknologi informasi tercanggih, peralatan tempur terlengkap, bahkan beli pesawatnya pre-order. Anjir, gitu deh pokoknya. Belibet duit.

Konfliknya ya satu: perebutan kekuasaan antar keluarga shadow economy.

Here we goh. Bujang enggak terlalu peduli dengan kekuasaan, asal prospek bisnis antar Keluarga (shadow economy) lancar dan tidak saling senggol-senggolan. Karena mereka, kan, gangster. Senggol dikit bacok dong. Nah, di sini, intriknya bukan berasal dari Keluarga Tong sendiri. Kalau di buku pertama masih berkisar tentang konflik di dalam lingkaran Tong, kali ini beda. Dibahas lebih luas dan terbuka lagi. Antagonis yang paling antagonis dari banyak antagonis di buku Pergi ini merupakan kakek-kakek tua yang masih gila sama kekuasaan. Salah satu kepala keluarga pemilik shadow economy, yang sebenarnya dari novel awal sudah beberapa kali bikin masalah sama keluarga Tong. Nah, karena Bujang menginginkan keseimbangan antar keluarga, dia pun membentuk aliansi–bergabung bersama keluarga lain–untuk melawan si tua bangka itu. Singkatnya begitu.

Tapi di balik semua konflik itu, tetap ada space untuk Intermezzo tentang kehidupan masa lalu Bujang, yang masih menjadi tanda tanya besar. Tentang mamaknya, bapaknya yang lumpuh dan suka marah-marah, seorang pria misterius di Meksiko yang manggil dia dengan sebutan "Hermanito", juga tentang Tuanku Imam, kakak dari ibunya, yang terus menyuruh Bujang buat sholat, kembali ke jalan yang benar. Tuanku Imam pernah bertanya kepada Bujang, yang juga Bujang tanyakan pada diri sendiri: "Kemana setelah ini kamu akan 'pergi'?" mungkin itu yang menjadi inti dari cerita ini. Tentang Bujang sendiri.

Oke, kan di awal aku sudah bilang enggak banyak informasi yang bisa didapat dari buku ini KALAU kamu sudah baca buku Pulang. Hampir-hampir sama. Intinya saja yang beda. Menurutku begini: Pulang tentang "kemana Bujang akan pergi?" dalam tanda kutip setelah dia dibawa Tauke Besar meninggalkan kampung halamannya di Talang dan terbang ke Ibu Kota Provinsi. Sementara Pergi tentang "kemana Bujang akan pulang?" tentunya setelah dia sudah sukses, menduduki pangkat tertinggi di Keluarga Tong, dan berhasil mengubah sedikit haluan keluarga shadow economy itu menjadi sesuai keinginannya.

Aye-aye. Kerennya, seperti penulis fiksi handal lainnya, Tere Liye sukses membuat pembaca berpikir dua kali tentang penjelasan-penjelasannya mengenai shadow economy. "Beneran nggak, sih, ini ada?" "Wah, jangan-jangan perusahaan yang gede-gede, tuh, juga shadow economy." Dll dsb. Dan berarti, 💯🔥fiksinya berhasil. Pembaca sudah mendapatkan pengalaman baca fiksi dengan sensasi yang menarik, menggelitik. Kalaupun memang benar, karena beberapa bahkan dijelaskan sejarah panjangnya, pastilah enggak semua. Karena kalau iya, jatuhnya bukan ke novel fiksi lagi, dong, melainkan ke jurnal ilmiah. HEHE.

Selain itu, asyiknya baca sekuel Pergi ini adalah, karena semakin banyak adegan yang bikin nyut-nyutan. Bak film-film laga hollywood, kita dipaksa untuk bisa membuat alat bantu visual sendiri di kepala, yang kemudian menampilkan suasana tegang detik-detik kematian salah satu tokoh karena tembakan sniper dari jarak 1.500 meter di atas salah satu gedung pencakar langit. Tepat menembus dahi. Darahnya bermuncratan. Atau saat ada bom dengan presisi sempurna meledakkan orang-orang di sekitarnya. Atau juga saat Si Kembar melemparkan shuriken ninja mereka, menembus ke leher-leher para tukang pukul lawan. Dibantu dengan beberapa alat canggih yang mungkin belum ada di tahun-tahun ini; seperti alat pelontar tubuh jarak jauh, kartu nama mematikan, kita benar-benar disuguhi aksi James Bond dalam bentuk novel.

Buat endingnya, seperti sinetron bersambung di Indosiar: gantung. Capek ya, jadi pembaca. Digantung sana-sini. Mungkin niatnya baik, biar kita bisa meneruskan imajinasi, terserah kita mau bawa ke mana tokohnya, ke alur cerita yang kek gimana. Oke. Jadi akhirnya, Bujang berhasil menemukan tujuan hidupnya, kemana dia akan pergi. Sebelum itu, sebelum dia benar-benar pergi, Bujang menemui pria yang memanggilnya "Hermanito" di Meksiko. Pria yang menang duel sama Bujang. Pria yang merupakan kepingan masa lalu dari kehidupan Bujang. Pria yang punya agenda sendiri dalam hidupnya, namun berseberangan dengan Bujang. Diego.

"Itu berarti cepat atau lambat kita akan berselisih jalan, Agam."

Seperti akan ada bab baru, kan, setelah kata 'TAMAT'?

Kesel.

-::-

Nah, gimana? Apa cukup meyakinkan kamu buat beli bukunya, atau malah ragu karena ternyata berseberangan  dengan genre yang kamu suka?

Kalau tetap mau baca karya Tere Liye, yang enggak terlalu berat, dan ada unsur romance-nya yang geli-geli gimana gitu, coba baca Hujan. Atau Sunset Bersama Rosie (yang sekarang judulnya Sunset dan Rosie). Oh iya, di buku Pergi ini, ada karakter dari sekuel buku Negeri Para Bedebah juga lho, yang nongol di salah satu bab. Yaitu si Thomas. Cogan, konsultan keuangan profesional, pembalap, alig pokoknya. Di sana dia sama Bujang berhasil menggagalkan (walaupun enggak 100%) salah satu upaya pembunuhan yang terjadi pas lagi kondangan.

Atau kalau mau genre yang ringan lagi, ada serial anak-anak mamak. Yang fantasinya kental, apa lagi kalau bukan serialnya si Ali, Seli, sama Raib. Sejauh ini, sih, favoritku Hujan.

Oke, thanks sudah baca! :) *agak enggak berfaedah gapapa dong ya.

Klaten, 8 Juli 2018.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Review: Pergi-Tere Liye Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang