-TETANGGA BARU-

39 3 2
                                    

"Mah, Kamar ku sebelah mana?"

"Itu disebelah kanan ujung."

Aku menoleh ke sebuah pintu kayu bercat putih yang kata Ibu itu adalah kamarku. Kamar baru ku lebih tepatnya.

"Mama ke kamar mau nyusun barang. Kamu susun barang kamu sendiri yah." Ucap Ibuku sambil menepuk bahuku. Aku mengangguk dan melangkah masuk menuju kamarku sambil membawa kotak sedang berisikan barang-barang.

Aku memandangi seisi kamar baruku. Ukurannya lebih luas dari kamar lamaku dan aku menyukainya, sangat nyaman. Ku letakkan kotak yang sedari tadi ku peluk di atas kasurku di ikuti dengan diriku yang duduk di atas sana.

Ku pandangi langit-langit kamarnya yang bercat putih. Dan aku baru menyadari bahwa rumah ini lebih dominan dengan warna putih. Aku lalu beralih membuka kotak di sampingku lalu mengeluarkan isinya. Aku tersenyum memandangi poto diriku dengan kedua orang tuaku. Ku ambil poto tersebut lalu meletakkannya di atas nakas. Lalu aku menyusun barang-barang yang lainnya lagi di kamarku.

Setelah selesai aku langsung berjalan ke arah balkon lalu membukanya. Berdiri di sana dengan tangan bersandar di atas pagar balkon sambil memandangi langit pada siang hari ini.

Lalu aku memandangi sebuah jendela kamar di sebelah rumahku. Ya itu jendela kamar tetanggaku, tetangga baru. Aku bahkan belum melihat wajah-wajah tetangga baruku karna aku baru saja sampai.

Entah kenapa aku penasaran dengan kamar di sebrang sana. Aku terus memandang ke jendela tersebut, dari sini aku bisa melihat sebuah meja belajar di sana dengan di atasnya terdapat beberapa piala terpajang di sana. Bisa di pastikan jika si pemilik kamar tersebut orang yang cerdas dan berprestasi dan mungkin dia sering mengikuti lomba-lomba. Apakah dia seumuran denganku? Dia laki-laki atau perempuan?

Aku terus memandangi kamar tersebut sampai mataku menangkap sebuah objek lain. Seorang cowok tengah berdiri di sebrang sana. Mulutnya bergerak gerak seperti sedang berbicara, namun aku tidak bisa mendengarnya. Tangannya menggenggam sebuah benda pipih yang di tempelkannya di sebelah telinganya. Jadi cowok itu sedang menelpon.

Sepertinya cowok itu masih tidak menyadari diriku yang sedari tadi memperhatikannya dari sebrang sini. Sampai akhirnya matanya mengarah ke padaku. Aku menaikkan alisku kaget dengan tatapannya yang tajam. Cowok itu sempat terdiam ke arahku lalu tak lama dia kembali berbicara dengan suara yang tidak bisa ku dengar. Matanya masih menatapku sambil menurunkan bendah pipih yang sedari tadi menempel di telinganya.

Aku tiba-tiba menjadi gugup. Tatapannya yang tajam membuatku tak tahan memandanginya walaupun dari jarak yang tidak terlalu dekat. Samar-samar ku lihat dia tersenyum padaku lalu setelah itu menghilang dari pandanganku.

Dia keluar dari kamarnya.

Aku juga melangkah keluar kamar lalu menuruni tangga untuk ke lantai bawah. Semuanya sudah tersusun karna semalam Ayahku sudah membawa sebagian barang dari rumah lamaku ke sini dan menyusunnya.

Tiba-tiba aku jadi kepikiran dengan cowok tadi. Kemana cowok itu? Apakah dia makan siang atau menonton TV? Atau pergi keluar rumah?

Aku menggelengkan kepalaku. Kenapa aku jadi memikirkan orang itu.

Sudahlah.

Akupun berinisiatif keluar rumah lalu aku melihat sebuah ayunan yang menggantung di sisi halaman rumahku. Aku tau, pasti Ayah yang membuatkannya. Karna aku pernah meminta padanya untuk membuatkan ayunan di halaman rumah sejak berada di rumah lamaku.

Aku tersenyum lalu berlari menuju ayunan tersebut. Duduk di sana di bawah pohon yang rindang dan sejuk. Ku ayunkan diriku yang sudah duduk di ayunan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SHORT STORY TEENFICTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang