Kamar tua kakek terlalu berdebu untuk dikunjungi. Kamarnya bukan tempat wisata yang diperuntukkan bagi para wisatawan. Kakek tinggal didesa yang cukup jauh dari pusat kota, tempatku tinggal. Aku hanya mengunjungi ruangan ini setahun sekali jika libur musim panas. Berhubung saat ini pukul 9 malam dan mum serta dad belum kembali dari pesta rakyat, aku putuskan mengunjungi kamar kakek. Awalnya aku menyerah, bagaimana mungkin aku bisa membuka sebuah pintu tanpa kunci.
Aku sudah berkeliling rumah, tak menyisakan satu sudut pun, tapi kunci sialan itu belum juga kutemukan. Sampai akhirnya aku memutuskan beristirahat sejenak disofa ruang tamu. Sofa yang terbuat dari wol ini selalu terasa empuk untuk diduduki. Walau usianya sudah merangakak menuju setengah abad, dan kulit wolnya dibeberapa bagian sudah mengelupas.
Aku duduk sambil menebak-nebak dimana orang yang terakhir kali mengunci kamar itu menyimpan kuncinya. Sesekali kulirik jam dinding tua yang terbuat dari kayu. Baru setengah sepuluh. Belum ada tanda-tanda mum dan dad akan kembali kerumah.
Seraya menarik nafas dalam, kusandarkan tubuh mungilku pada sandaran sofa. Aku mengantuk dan cukup lelah seusai mencari kunci yang tak kunjung kutemui. Aku menyerah!
Tangan mungilku meraba samping kiriku, berupaya menemukan remote tv. Namun, entah aku harus berbahagia atau kesal, karena malangnya yang kudapat disudut sempit sofa bukanlah remote, melainkan benda sialan yang membuatku lelah. Kunci kamar kakek.
Aku langsung melupakan masalah remote tadi. Toh, peduli amat. Aku melompat dari sofa dan berlari menuju pintu kamar kakek. Aku tersenyum kesenangan. Ditanganku kunci itu kugenggam erat seperti ibu-ibu yang menggenggam jemari anaknya saat hendak menyebrang.
Saat tiba didepan pintu, tanpa menunggu aku langsung mencocokkan kunci yang kubawa dengan lubang kunci pada pintu didepanku.
Cocok, aku tertawa, entah kenapa aku senang sekali. Seperti orang yang barusaja memenangkan lotre, ketika pintu itu terbuka.
Detik selanjutnya aku merangkak kedalam. Suasana pertama yang kurasakan adalah pengapnya atmosfer diruangan tersebut dan debu yang memenuhi seisi kamar. Aku yakin sepeninggal kakek, tak ada satupun anaknya yang berminat membersihkan kamar kakek atau sekedar membuka jendela dan membiarkan udara segar masuk.
Kamar ini tidak terlalu luas untuk sebuah kamar utama. Dan tidak terlalu penuh dengan barang-barang tak bermanfaat. Aku yakin kakek bukan orang yang suka dengan hal-hal berlebihan. Disudut kamar sebelah kanan, ada satu ranjang besi reot dengan kasur yang mulai usang dan berdebu serta ditutupi selimut tua.
Disampingnya ada satu nakas dengan vas bunga yang diisi bunga palsu. Ada satu lukisan kuno diatas ranjang. Seperti lukisan sebuah tempat kosong nun jauh.Selain itu, disudut kanan kamar tersusun rapi buku-buku serta majalah keluaran tahun 1920-an.
Buku-buku dan majalah tersebut disusun disatu rak besar. Tanpa sengaja, mataku tertuju pada satu buku yang kurasa cukup menarik. Warnanya coklat tua. Tapi isinya masih terjaga baik. Kertas-kertasnya belum ada yang sobek atau menghilang, mungkin.Aku melangkah mendekati rak tersebut kemudian meraih buku berwarna coklat tua tadi. Sama seperti buku-buku tua lainnya yang tak terurus, buku itu juga tak luput dari sentuhan debu.
Aku meniup dan sedikit menyapu debu-debu diatasnya. Aku sedikit terbatuk oleh debu yang berterbangan. Mataku juga tak terlewat oleh debu-debu sialan tadi. Sedikit perih namun kutahan. Aku terlalu penasaran dengan buku tersebut. Disampulnya ada judul yang tidak terlalu panjang, 'The Lost Chapter" tulisnya. Judul buku itu cukup membuatku bingung, tapi aku tidak terlalu mempermasalahkannya. Aku kemudian membuka buku tersebut langsung kebagian tengahnya. Tidak ada yang terlalu memikat menurutku, tapi itu sebelum aku menemukan satu kalimat yang bertuliskan, '..... ajaib, halaman terakhir menghilang...." aku mengernyitkan dahiku, aku tak paham, apa maksudnya halaman terakhir dari buku ini menghilang secara ajaib?
Aku kemudian melanjutkan membaca kalimat selanjutnya, "...... dan semuanya tidak akan sama lagi setelah kau bangun dipagi berikutnya." Kalimatnya berakhir disana. Aku betul-betul dibuat penasaran sekaligus bingung. Dengan gegabah aku membalik halaman demi halaman dari buku itu hingga aku menemukan halaman terakhir yang ternyata sudah disobek. Aku membolak-balik halaman tersebut dengan tempo tergesa-gesa, tapi nihil. Tak ada penjelasan apapun lagi. Aku diam. Kemudian aku tertawa hambar. Apa-apaan ini? Benakku, Apa ini semua sudah diatur? Jawabannya tentu saja tidak mungkin. Lalu?Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Namun tak ada jawaban logis satu pun yang kutemukan. Sial! Aku melempar buku itu keranjang. Buku itu bisa-bisa membuatmu kehilangan kewarasanku. Aku melompat dari kamar kakek dan melanjutkan mengunci pintunya. Tepat ketika aku kembali keruang tamu hendak mengembalikan kunci itu ketempatnya sebelumnya, pintu utama terbuka dan menampakkan sosok pria dan wanita yang sangat kusayang. Yup! Itu dad dan mum.
Tanpa menunggu aku menghambur kepelukan mereka berdua. Mereka membalas dengan beberapa usapan pada kepalaku. Tapi entah kenapa aku seketika merasa ada sesuatu yang salah.
Kulit mereka terasa dingin. Mungkin udara diluar mempengaruhinya. Tapi? Kulit mereka juga terasa lengket!
"Mum, dad...!" Panggil ku. Mereka tak bersuara. Akhirnya aku putuskan untuk menengok menatap mereka berdua. Dan benar, sesuatu yang tak kuharapkan berada didepanku.
Aku melepaskan pelukan itu dari mereka dengan tubuh gemetar, sementara pandanganku tak berpindah sedikitpun. Dua sosok didepanku bukan mum dan dad.
Mereka makhluk paling mengerikan yang kulihat. Dengan dua mata putih yang menyala dan tubuh yang hanya berupa daging segar dan lemak. Aku bisa melihat darah segar mengalir dari urat-urat ditubuh mereka. Sangat menjijikkan. Aku mundur dan terus mundur. Hingga aku tiba-tiba merasa tak berpijak pada apapun lagi. Ketika aku menatap kakiku, betul, memang aku tidak berpijak pada apapun selain atmosfer kosong nan gelap. Sementara itu dua sosok menakutkan itu masih berdiri disana. Aku terus mundur. Mungkin merasa tubuhku semakin menjauh, mereka akhirnya bergerak kearahku dalam tempo lamban, mirip dengan adegan film-film zombie.Namun sayangnya ini nyata, bukan adegan film. Hal paling gila tidak sampai disitu, aku tidak lagi berjalan diudara kosong melainkan jatuh dengan action berjalan. Mulutku sedari tadi hanya mampu untuk bungkam. Aku terus jatuh dengan posisi yang sama. Dan selanjutnya,
BYURRRRR......
Aku terlempar kedalam laut. Paru-paruku mulai terisi oleh air asin. Rasanya sangat perih diawal, kemudian semakin lama aku tak merasa apa-apa lagi. Pandanganku mengabur dan pendengaranku melemah serta tubuhku terasa begitu ringan. Namun dari kejauhan diatas sana, samar-samar kulihat dua sosok tadi berenang kearahku. Aku hendak memberontak, tapi tidak bisa. Aku tak mampu berbuat apa-apa selain terus jatuh menuju dasar laut yang gelap dan dingin.
Mataku akhirnya tertutup, lantas yang terjadi berikutnya aku terbangun diatas kasurku yang empuk dikamarku. Aku segera duduk disisi kanan ranjang yang berhadapan dengan pintu. Suara kicauan burung menyusul cahaya matahari menembus masuk kedalam kamarku. Aku mandi keringat. Aku benar-benar takut. Aku meremas rambutku kuat-kuat. Kupikir aku tidak akan punya kesempatan melihat matahari lagi. Kepalaku yang tertunduk langsung terangkat ketika telingaku menangkap suara ketukan dipintu.
Aku mendongak, mataku membulat sempurna menatap pemandangan dihadapanku, aku belum sempat berucap, dua sosok didepan sana, yang sama persis pada mimpiku, berteriak seperti orang gila dan langsung berlari kearah aku, aku berteriak kesakitan ketika mereka mencoba menembusku dalam wujud bayangan hitam. Rasanya sangat sakit, seakan ada dua buah gelondong kayu yang memiliki ujung runcing mencoba menembus badanku yang mungil.
Aku terus memekik hingga kurasa urat leher dan pita suaraku putus. Darah mengalir dari mulutku dan..... Tubuhku pecah lalu berhamburan seperti pasir.Aku kembali terbangun. Dan semuanya baik-baik saja.
Aku tersenyum kesal, "fucking dream!" Ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Chapter
FantasyAku tidak tahu pastinya, kau harus membaca sendiri, sebab aku tidak ingin menceritakan nya, aku takut pasukan Merlin menangkapku. -The Last Chapter