Adibah Asilah (Author)
Bel berbunyi, menandakan pelajaran pertama akan dimulai dan dzikir pagi sudah selesai sejak beberapa menit yang lalu.
Seperti biasa, aku akan masuk kelas sendiri. Tak seperti dulu dimana aku selalu bersama Devi. Aku sadar, itu dulu berbeda dengan saat ini.. Selalu ada perubahan disetiap waktu dalam diri seseorang dan itulah yang terjadi pada Devi.
***
Melamun. Satu aktivitas yang aku lakukan, ingin mencoba berbaur tapi rasanya berat untuk berbaur dengan mereka yang terlihat asyik dengan kegiatannya masing-masing. Bukan apa-apa hanya saja, aku takut mengganggu mereka.
Tiba-tiba saja Devi datang sambil menangis, jelas aku terkejut melihatnya menangis. Kenapa dia bisa menangis? Entahlah
Tapi sejauh aku memperhatikan kenapa dia tak bersama Kirana? Bukankah Devi selalu menunggunya untuk masuk ke kelas bersama? Tapi kenapa sekarang tidak? Ah sudahlah aku tak mau memikirkan itu.
Semua orang yang melihat itu terasa heran dan mulai bertanya
"Devi kenapa?" tanya seseorang tanpa aku melihat orang itu
"Gak tau, kan aku daritadi disini." jawabku
"Vani?" panggilku pada Vania
"Ehh, iya?" jawab Vania
"Devi kenapa nangis?" tanyaku padanya, karena saat Devi masuk ia ditemani oleh Vania dan Mitha.
"Kan ginii, Devi itu nunggu Kirana kan?" tanya Vania padaku dan aku hanya mengangguk sebagai jawaban
"Nahh.. Pas udah selesai Kirana diajak ngobrol sama anggota OSIS yang lain.. Ehh keasyikan sampe lupa ada Devi, nah Devi ngerasa dikacangin.. Jadii we nangis, tapi gak tau juga sihh itu menurut aku, gak tau gimana penjelasan Devi" jelas Vania
"Ohh.. Makasih ya Van." kataku setelah mendengar penjelasan dari Vania.
"Iya.. Ehh aku ke toilet dulu yaa" kata Vania dan lagi-lagi aku hanya mengangguk
***
"Dev udahh.." kataku lirih
Sejak tadi aku berusaha menenangkannya, tanganku terus mengusap punggung perempuan itu. Dia melipatkan tangannya dan membenamkan wajahnya ditangannya.
Aku pikir, mungkin ia sedang meluapkan semuanya dengan tangisannya.
"Dib..." katanya tiba-tiba
Aku menyadari bahwa dia sudah tak menundukkan lagi kepalanya Devi mulai duduk seperti biasa dengan matanya yang sembab, dia menatapku
"Iya.." jawabku
Belum sempat ia menjawab, Devi kembali menangis. Sesakit itukah? Hingga ia terus menangis tanpa henti, batinku.
"Kamu kenapa?" aku mulai bertanya
Aku lihat, Devi mulai menenangkan diri dan mungkin siap untuk bercerita kepadaku.
"Hiks.. Hikss.. Aku tuh gak suka kalo diginiin terus Dib!" kata Devi
"Diginiin gimana maksudnya?" tanyaku
"Aku gak suka kalo dikacangin kayak gini tehh.. Nyeuri hate nyaho teu?! Maenya we abdi di tatadi ngadagoan si Kirana ai ten manehna kalahka ngobrol jeung batur! Ai abi di antepkeun, nyeuri hate Dib."(Aku gak suka kalo dikacangin kayak gini.. Sakit hati tau gak? Masa dari tadi aku nunggu Kirana tapi dianya malah ngobrol sama oranglain! Sedangkan aku didiemin, sakit hati dib) jelas Devi padaku di sela-sela tangisannya.
Sejenak aku berpikir dan tanpa sadar aku menjawab semua kata-kata Devi dalam hatiku
Aku lebih sakit Dev, saat kamu dan Kirana datang dengan segala kebahagiaan kalian didepanku, tanpa kalian menyertakanku dalam kebahagiaan kalian, saat dimana kalian tertawa bersama, sedangkan aku? Aku hanya menatap kebahagiaan kalian dengan senyum palsu yang dibaliknya adalah sebuah tangisan. Kau tak pernah tau Dev, selama ini aku pun tersiksa..
Tak lama setelah aku mengatakannya aku tersadar, sesakit apapun aku tak mungkin membiarkan Devi menangis sendirian. Cukup aku yang merasa sendiri karena tak ada yang bisa aku ajak untuk menangis dalam duka ku selama ini. Aku tak mungkin seeogis itu, membiarkan seseorang yang pernah aku sakiti tanpa pernah aku sadari. Mungkin jika aku menenangkannya akan membuatku sedikit lega karena bisa membuatnya tenang.
"Udahh.. Mungkin dia lagi ngomongin hal yang penting, sampe dia lupa sama kamu."
"Masa dia lupain aku, cuma karena ada temen sesama OSIS nya?"
Aku hanya bisa terdiam dan mengusap punggungnya berharap Devi merasa tenang
"Dib.." katanya lirih
"Iya?" jawabku
Namun, tak ada jawaban dari Devi dia hanya terdiam dan berusaha mengusap sisa air matanya.
Tak lama kemudian Devi mengatakan
"Gak papa"
"Bener?"
Hanya anggukan yang aku lihat, aku rasa dia akan mengatakan sesuatu yang membuat dirinya sedih. Akan tetapi, dia mengurungkannya entah kenapa.
Tak lama setelah itu, Kirana datang dan mencoba menghampiri Devi, berniat untuk meminta maaf.
"Dev.." katanya dengan nada seperti merasa bersalah
Devi tak menjawab, jangankan menjawab melihat wajahnya pun seperti tidak mau.
"Aku minta maaf.." lanjutnya
Tapi tetap saja, tak ada respon dari Devi.
"Dev.." kata Kirana lagi
Tapi itu panggilan terakhirnya karena guru sudah datang dan terpaksa Kirana harus kembali ke tempatnya, lebih tepatnya didepanku.
Bagusnya sampe ke berapa nih perjuangan?? 😎Ini udah 3 dan itu belumm semuanya😌.. Masih ada perjuangan lagii, kadang saya mikir pengen banget berhentiin ini cerita karena terlalu membangkitkan rasa sakit yang dulu, apalagi inget-inget yang pahitnya pengennya tuhh nangisss muluuu😔.. Tapi buat apa diberhentiin udah lumayan chapternya juga, apalagi kan ini mublish gak gratis pake kuota juga n jan lupakan ngetik itu pegell hhehe😝😅✌
Pesenku cuma satu jangan lupa voment nya yaaa kalo udah baca😇👍
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Friendship
Non-FictionSebuah luka dalam hati, pahitnya perjuangan, dan kesabaran membuat mereka berdua saling menutup diri untuk memiliki sahabat. Mereka lelah untuk terus memperjuangkan sesuatu yang sia-sia. Tapi dibalik semua itu Allah mempunyai rencana yang begitu ind...