Bagian Empat

1.8K 157 5
                                    

4 : Very Bad Wounds


kau mencintainya sedang
aku mencintaimu
Lalu aku menyerah untuk kebahagianmu?
Begitu?
Hidup tak sedrama itu.
Dan takdir tak semenyenangkan itu.”

Nata Admadika, 2016








Jumat siang diisi dengan pelajaran Biologi. Pelajaran kesukaan Aira karena tidak perlu menghitung dengan rumus yang meledakkan kepala.

Tapi kali ini, Pelajaran Biologi adalah tentang Struktur tubuh Ikan Mas.

Mereka harus membedah ikan tersebut, memisahkan yang mana Jantung dan lainnya.

Seperti yang sudah ditentukan minggu yang lewat, dengan kelompok yang sudah dibagi maka Setiap kelompok membawa satu ekor ikan mas setengah kilo.

Satu kelompok terdiri dari empat orang. Dan kelompok Aira terdiri dari Aira, Gilang, Friska dan Nata.

Ya, sekelompok dengan Nata. Sebuah nasib sial menurutnya.

“Nat, minta gih Alat bedah nya!” pinta Friska yang sedang menonton tutorial video yang sempat dipraktekan gurunya tadi. Cara membedah ikan mas. Sementara Gilang sibuk mengucapkan kata-kata terakhir dengan ikan mas yang katanya cantik itu.

Nata kembali dengan sebuah papan bedah dan seperangkat alat bedah.

“Lang, Ikan letak sini.” Ujar Nata mengkode Gilang untuk mengangkat ikan itu dan meletakkannya di Papan Bedah.

Gilang dengan wajah cemberut meletakkan Ikan itu dan meringis ketika Nata dengan santainya menusuk ikan itu dengan sebuah jarum agar tidak bergerak.

“Psikopat lo!” umpat Gilang pada Nata yang tidak dihiraukan cowok itu. Nata malah sibuk melap alat-alat bedah dan mengetakan jas labnya.

“Siapa yang mau motong?” tanya Nata.

Friska langsung menggeleng. “Gue gak mau megang ikan. Gue yang dokumentasiin aja.” ujarnya sambil mempersiapkan
Ponsel mahal miliknya.

Aira mendengus, dasar anak orang kaya! Sombong! Umpatnya dalam hati.

Gilang yang memunculkan senyum psikopatnya menunjuk dirinya sendiri, “Gue deh! Gu—”

“Bu permisi, manggil kak Gilang Atmajaya. Dipanggil Pak Sitorus di ruang BK.” kata seorang adik kelas dari pintu Lab.

Gilang pucat saat katanya Pak Sitorus. Semua mata sudah melirik ke arahnya, lidahnya langsung Kelu.

Gilang mengelus sirip ikan itu, “Dadah Ikan. Kayaknya gue deh yang duluan mati daripada lo. Gue berhadapan sama malaikat pencabut nyawa. Semoga kita sama-sama masuk surga ya. Amin.” katanya lalu segera berlalu dengan takut.

Sepeninggal Gilang, tersisa Aira yang belum ditanyai Nata. Terbukti sekarang, dengan Alis naik satu Nata seolah bertanya pada Aira.

Aira bukan jijik pada ikan. Tapi dia phobia dengan darah dan tak suka penyiksaan.

Iya. Dia menganggap membunuh ikan adalah suatu penyiksaan.

Dirimu Elegiku [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang