chapter 3

15.2K 720 11
                                    

Happy reading!

Dimas pov

Aku membuka pintu apartement dengan kasar, masuk dengan langkah menghentak,"Erica, dengarkan aku! Hanya karena kita pernah melakukan making out, bukan berarti aku memiliki rasa yang lebih padamu." Ucapku pada Erica yang berada di seberang sana.

"Tapi Dimas—"

"Tapi apa? Lihatlah jari manismu, sudah ada cincin berlian yang melingkar di sana, kau itu tunangan Jacob! Temanku sendiri! Aku tidak ingin menyandang gelar sebagai perusak hubungan oranglain, masih ada banyak wanita lain yang lebih menggiurkan untuk aku tiduri di luar sana." potongku dengan nada penuh amarah.

"T—tapi kau membalas ciumanku kemarin, Dimas!"

Aku melepaskan jas yang sedari tadi terasa sesak, lalu melemparnya asal, "Pura-pura lupa? Kemarin kau yang menciumku lebih dulu saat Jacob baru meninggalkan ruangan, and yes! Aku memang membalas ciumanmu kemarin, tapi aku menyesal dan aku ingin kau menjauh dari hidupku! Datanglah ke kantor hanya untuk menyemangati Jacob, bukan padaku."

"Tapi aku menyukaimu, Dimas! Bisakah kau mengerti? Sedikit saja." mohonnya.

Aku tertawa sarkastis,"Menyukaiku? Benarkah? Bukan menyukai uangku? Pintar-pintarlah sedikit dalam membodohi orang lain, aku tidak sebodoh itu, dan berhenti menghubungiku!"

"Aku membencimu Dim—" belum sempat Erica menyelesaikan ucapannya, aku sudah memutuskan panggilan, semoga tadi adalah panggilannya yang terakhir.

Aku sudah lelah seharian penuhbekerja, dan sekarang, wanita gila itu tiba-tiba muncul dan memberi kabar jika ia ingin membatalkan pertunangannnya dengan Jacob jika kami bersama.

Tidak! Aku tidak menginginkannya, yang ada ia malah merusak niat yang sudah ku susun rapi sejak di perjalanan menuju apartement untuk mengistirahatkan diri begitu tiba di apaartment.

Tidak lama ponselku tiba-tiba bergetar, diiringi oleh suara musik yang berbunyi keras di sana, baru saja aku membanting tubuh ke atas kasur, berusaha masuk ke alam mimpi indah yang ingin ku tembus, kemeja dan celana kerja pun juga belum sempat tergantikan oleh pakaian santai, aku terlalu malas untuk melucutinya.

Sudah pasti itu panggilan dari Erica, aku tidak akan menerimanya.

Shit! Panggilan itu tak kunjung berhenti, padahal sudah cukup lama aku berusaha mendiamkannya, ia belum menyerah, dengan kesal aku langsung kembali meraih ponselku, menerima panggilan tersebut tanpa menengok siapa yang sebenarnya ingin menghubungiku sekarang.

"Ada apa lagi, Erica!"

"Erica? Siapa Erica?"

Astaga! Itu bukan Erica, tapi paman Andrew!

"M—maaf paman, aku kira kau adalah temanku." jawab canggung.

Untuk beberapa detik ia terdiam, "Dimas."

"Iya, paman?" Tanyaku.

"Petra sudah datang, kau bisa menjemputnya sekarang." Aku sempat melongo tak percaya mendengar pernyataan paman Andrew.

Petra sudah ada di Indonesia, sekarang? Aku memang tahu kabar akan kedatangannya ke Indonesia sejak beberapa hari lalu, tapi aku tidak mengira ia akan tiba secepat ini.

Tempat tinggal untuknya saja belum sempat ku cari. Bagaimana ini?

Aku sempat menolak perintah itu dari paman Andrew, aku juga memiliki kehidupanku sendiri, sayangnya orang tuaku juga berpesan hal yang sama, mereka ingin tertuanya ini menjemput Petra dan menemaninya selama di sini.

Pervert HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang