6

1.2K 74 16
                                    

Annabeth's PoV

Merasa bosan karena Dad belum kembali, aku memutuskan untuk menyusul Dad ke ruangan lelaki itu.

'Kenapa Dad jadi mengkhawatirkan orang lain?' batinku.

Oh aku lupa. Dad selalu menolong orang lain. Dia pasti tidak tega melihat laki-laki itu.

Aku berjalan melewati lorong lalu sampai di ruang ICU. Tapi aku tidak menemukan Dad dan laki-laki itu di sana. 'Kemana mereka?'

Pun aku langsung bertanya pada suster di sana.

"Permisi. Aku ingin bertanya. Kemana laki-laki korban tabrak lari yang sekitar satu jam lalu dibawa kesini?"

"Dia dipindahkan ke ruang Lavender nomer 6 di lantai 4."

"Terimakasih." Kataku lalu pergi dengan cepat menuju lift.

Di dalamnya kutekan angka 4. Tak butuh waktu lama, pintu lift pun terbuka. Saat aku keluar, aku lihat ada petunjuk arah mengenai ruangan-ruangan di lantai 4 ini. Aku berbelok ke arah kanan sesuai penunjuk arah dimana masing-masing ruangan terletak.

"Lavender nomor 6....Lavender nomor 6....Lav- ini dia." Aku menemukan ruangan yang aku cari-cari.

'VIP Eh?' batinku. Bagaimana tidak? Laki-laki itu beruntung dan Dad terlalu baik. Ya. Dad terlalu baik. Dia bahkan tidak mengenal siapa laki-laki itu dan dia dengan baik hatinya memindahkan laki-laki itu ke ruang VIP? Oh Dad kau memang sangat baik.

Sebelum aku masuk, aku mendengar Dad sedang berbicara dengan seseorang.

"Dia mengandung, dan itu adalah cucu pertama kita."

Aku tahu, bahwa tidak sopan jika kau menguping pembicaraan orang lain. Tapi mereka sepertinya sedang membicarakanku. Jadi, tak apa kan jika menguping sebentar saja.

"Dia pasti sangat tertekan Drew. Dia masih sangat muda dan dia pasti belum siap."

Itu suara Mom. Kapan dia datang kesini? Pantas saja Dad sangat lama. Tapi, apa? Membicarakan hal pribadi di ruangan berisi orang asing? Bagaimana jika laki-laki itu sadar dan mengetahuinya?

"Aku tahu, tapi ki-"

Ucapan Dad terpotong karena aku tiba-tiba masuk.

"Annabeth." Ucap mereka serentak. Lalu tiba-tiba seseorang dengan cepat berlari dan memelukku. Dia..

"Al.. kau-"

"Ya ak-aku sudah tahu, Ann. Ke-kenapa Ann?" Dia seperti menahan tangis?

Masih dalam posisi berpelukan, aku menjauhkan kepalaku lalu menatapnya dengan tatapan 'Kenapa apanya?'

"Kenapa kau ti-tidak pernah bercerita padaku? Aku kan adikmu." Hiks.

Dia memelukku lebih erat lagi. Dia menangis? Dia? Albert Anderson adikku menangis? Demi aku? Betapa manisnya adikku ini.

Entah kenapa sekarang pipiku sudah basah karena air mata yang deras meluncur begitu saja. Aku benci situasi ini. Entah berapa banyak air mata yang ku keluarkan setelah kejadian itu.

Emergency Husband (Hendall)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang