Bagian Lima

1.6K 150 4
                                    

5: Savage?

“Bukannya percaya bahwa takdir
Adalah kunci hidupku
Hanya saja, aku merasa
kamu itu takdirku.
Jadi, Salah kalau aku percaya
Takdir itu kunci hidupku.
Iya.
Kamu. Takdir, kunci hidupku.”

Nata Admadika untuk Aira

***

Seisi kelas menatap papan tulis dengan mata yang terkantuk-kantuk. Kali ini Pelajaran PKN dan yang mengajarkan adalah guru kelas 12, Pak Anwar. Guru mereka tak hadir.

Yang membuat mereka menahan kantuk adalah cara Pak Anwar menjelaskan semua pasal dari undang-undang dengan sangat lambat, entah karena faktor umur atau apa. Tapi mereka tak berani mengacuhkan guru ini karena jika kedapatan tidur atau menguap, Sebuah pukulan di punggung dan bentakan sebagai hukuman akan di dapatkan.

Nata pun sama. Matanya sudah berair, sesekali melirik tulisan di papan tulis lalu menyalinnya. Ia menatap beberapa teman sekelasnya.

Ada yang mencoba menulis sambil menidurkan kepalanya di meja, tapi saat pak Anwar berbalik—secepat kilat mereka menegakkan tubuhnya lagi. Begitu, berulang-ulang.

Bangku mereka pun sudah diacak.

Semua Laki-laki di barisan depan.

Yang dianggap paling Tak bisa diatur di barisan depan dengan Para Perempuan yang rajin di kelas.

Begitu terus, hingga Akhirnya Nata duduk di barisan yang pertama kali dapat dari pintu, urutan ketiga. Bekas tempat duduk Aira.

Dan Aira duduk di belakangnya, tepat di belakangnya.

Beberapa kali, Ia melirik kecil pada Aira yang menutup mulutnya yang sedang menguap.

Pak Anwar memang cobaan pada murid XI IPA 2 yang tidak bisa diatur itu.

It's time to begin, the Six lesson

Dan beruntung cobaan itu selesai. Jam pkn selesai, digantikan dengan pelajaran Kesenian.

“Baiklah. Pelajaran saya selesai. Sampai bertemu lagi.” ujar Pak Anwar lalu meninggalkan kelas.

Beruntung Bu Airin sedang hamil jadi bisa diajak kompromi. Bu Airin bahkan jarang masuk ke kelas mereka, takut mempengaruhi sifat bayi nya nanti—takut kebawa sama sifat badung ipa 2.

Semua orang mendesah lega dan langsung menidurkan dirinya sendiri. Kali ini benar-benar kantuk. Sudah jam 12.30 dan siang sangat terik, siapa yang tidak mengantuk.

Banyak yang langsung tidur, dan tak peduli lagi pada sekitar. Bahkan dibelakang kelas, di lantai sudah berjejer laki-laki tidur dengan santainya seperti ikan rebus.

Nata baru saja ingin menelungkupkan kepalanya ke atas meja, ketika dirasa pergerakan orang yang duduk di bangku belakangnya.

Nata memperhatikan Aira yang sudah menelungkupkan kepalanya, berbantalkan tangan kirinya yang dipanjangkan hingga terletak bebas, dan tidur menghadap dinding.

Nata tersenyum lembut, refleks saja sekilas melupakan sakit hatinya lalu mengelus pelan telapak tangan aira.

Nata memutar bangkunya, mengambil posisi tertidur di bagian kosong meja Aira yang kebetulan teman sebangkunya tidak datang.

Dirimu Elegiku [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang