Cerpen 1

9 0 0
                                    

Playlist now :
Shy Martin;Mike Perry - The Ocean.

Mungkin jika radio di mobil ini bisa bicara, ia akan berontak karena bosan dengan pemiliknya yang selalu melantunkan lagu The Ocean. Entahlah, akupun tak ingat bagaimana mula kami bertiga menyukai lagu ini. Yang ku tahu, kemana kami pergi, sang pemilik mobil akan senantiasa memutarnya, dan kami menikmati.

Aku, Risa dan Abhi. Kami seperti permen karet, mungkin tepatnya akulah si permen karet;selalu menempel di antara mereka. Hampir setiap hari, kami menghabiskan waktu bersama. Seperti sekarang, aku di kursi belakang dan Risa duduk di samping Abhi yang mengemudi. Tujuan kami adalah salah satu Lounge di pusat kota.

~You can be my guided light..

"Kamu serius gak mesan makanan? Kenyang cuma minum?"

Risa yang sedari tadi bercanda dengan Abhi, sembari mengunyah kentang goreng ia bertanya padaku. Aku hanya menggeleng kecil. Aku tidak perlu makanan lagi. Semua dari rasa laparku ada di sini, tepat di hadapanku. Ia sedang tersenyum hangat, tatapannya ramah dengan sepasang mata coklatnya. Hal sederhana yang mampu membuat hatiku meledak di kali kesekian.

~You can be my safety zone..

"Diet ya? Udh kurus loh"

Giliran Abhi dengan sindirannya. Risa tergelak diselingi teriakan kecil Abhi, reflek dari cubitan Risa di lengannya seusai mengucap kalimat tadi. Aku tidak bisa memikirkan respon terbaik selain dari ikut membaur dalam tawa mereka.

Berkali-kali aku meyakinkan diri : ini hal biasa, perasaan bisa diubah, segala sesuatu akan baik-baik saja. Tapi percuma, segala sesuatu tidak berjalan dengan baik kendati yang terlihat nampak wajar. Ya, hatiku berdusta. 

Aku menyukainya.

~All I want is for you to stay a little longer now..

"Bagus banget ya pemandangan di sini, aku jadi bisa liat bintang-bintang!"

Risa berkata dengan menggebu, senyum kerap kali terukir di wajahnya yang selalu tampak cantik. Risa pengagum bintang-bintang, ia selalu tahu rasi apa yang mengukir di langit yang menaunginya. 

"Bintang yang itu cantik banget!"

Aku tidak tahan untuk tidak menunjuk salah satu sinar putih di gelapnya langit malam ini. Terus terang, semua kerlap-kerlip itu terlihat sama. Tapi, inilah aku dan caraku untuk mencuri sedikit kesempatan. Meski hanya hitungan detik, aku bisa menikmati indah wajahnya tanpa resiko ketahuan sedang memerhatikan ia diam-diam. Ya, pencuri. Aku pencuri yang sangat cekatan, lihai dan tidak pernah hilang satu kesempatan.

~With arms around me, like a border..

Yang sedang mereka perhatikan bukanlah bintangku. Aku tidak tahu apa-apa tentang rasi, pun mengingat nama-namanya di luar cassiopeia. Bintangku nyata ada di depanku, sedang duduk menatap langit, terpisah oleh meja bundar yang di isi tiga gelas kopi.

Aku menyukainya..

Sangat.

~Like the air I breath, I let you in.. 

"Sayang, itu bintang yang kamu suka"

Tapi ia adalah samudra yang tak akan pernah bisa kuselami. Ia adalah ranjau yang nyata di depan mata. Ia adalah palung terdalam dari dasar lautan. Mencintainya sama dengan aku harus siap kehilangan bagian terbesar dalam hidupku. Risa.

Malam ini, aku kembali tenggelam. Jatuh dalam harapan yang ku bangun sendiri. Kulihat seorang Abhi merangkul mesra Risa. Mengelus kepalanya dan mendaratkan kecupan manis di sana. Dan seperti kebiasaan ku, jariku mengetik cepat entah apa di layar ponsel. Salah satu sikap yang kuambil untuk menghilangkan rasa canggung. Terkadang aku berpaling, atau menunduk untuk menyembunyikan rona merah di pipi.

"Nay, thanks ya udah rekomendasiin tempat ini. Rooftop-nya bagus, manjain mata banget"

Aku hanya mengangguk lemah merespon perkataan Abhi. Meski aku adalah pencuri, aku tidak mungkin mencuri ia dari Risa. Risa adalah sahabatku, jauh sebelum Abhi ada di antara kami. Mencuri Abhi dari Risa adalah hal terbodoh yang pernah terlintas dalam benakku.

Kuakui, cinta pertama sahabatku juga menjadi cinta pertamaku. Tawa dan bahagia perihal Abhi yang ia pancarkan menjadi panah yang menusuk tepat hati dan perasaanku. Tidak ada kebahagiaan sejati yang mewakili setiap senyumku tiap kali cerita perihal Abhi mengalir dari bibir Risa, kecuali di saat-saat kami menghabiskan waktu bertiga. Melihat ia tersenyum dan kami bertiga tertawa adalah kebahagiaan yang nyata.

"Nay, dari dulu aku penasaran, kamu kenapa sih ga mau punya pacar?"

Risa kembali bersuara. Pertanyaan itu bukan sekali-dua kali ia keluarkan, tapi tetap saja selalu bisa mengusikku.

"Belum pengen aja. Enakan jomblo gini, bebas kemana-mana, dekat ma siapa aja"

Aku berkilah.

"Tapi kamu ga pernah ga bareng kita berdua. Kemana-mana kita selalu sama-sama"

"Terus? Aku ga boleh ada didekat sahabat aku gitu? Kalian mulai ngerasa aku kayak pengganggu?"

Emosiku bermain. Seperti ada sesuatu yang sedang di tahan oleh Risa untuk dikeluarkan. 

"Ya enggalah. Aku senang bareng kalian. Aku senang punya kamu dan Abhi, selalu ada kapanpun dan di manapun. Kalian tuh anugerah dalam hidupku"

Lalu, aku harus apa? Abhi adalah bintangku, tapi Risa juga bukan seseorang yang bisa kuabaikan begitu saja. Aku mencintai Abhi, tapi Risa adalah hidupku. 

Malam ini, kuambil keputusan itu : 
Aku menyerah. 

I can never get enough
Diving deep into the ocean..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The OceanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang