02

213 18 0
                                    

Seokjin sengaja pergi cukup pagi hari ini. Dia tidak naik mobil, sedang malas dan hanya ingin naik taxi saja hari ini. Itulah kenapa dia pergi lebih awal, agar tidak menjadi sorotan para Hoobae yang membuatnya muak. Menatapnya seolah sedang melihat tokoh utama sebuah drama dengan sinar yang terpancar saat ia berjalan. 'Hoobae-hoobae bodoh! Apa mereka tidak punya kerjaan lain selain memantau apa saja yang ku lakukan?' begitu pikirnya tiap kali melihat junior di sekolahnya yang sudah layaknya seperti seorang stalker untuknya.

Seokjin memilih duduk sebentar dibawah pohon rindang yang tak jauh dari posisinya berdiri saat ini. Dia menyukai udara pagi, hanya saja jarang punya kesempatan baik seperti ini karena biasanya dia memilih untuk pergi sedikit lebih lama lantaran jengah mendengar riuhan para adik kelasnya.

"Appa.."

Suara lirih dan terisak itu membuatnya bergidik ngeri. 'Hantu ya?' sifat penakut dalam dirinya muncul saat mendengar tangisan halus itu. 'Bodoh! Mana mungkin!' Seokjin menggelengkan kepalanya. Sedikit bergeser dari posisinya saat ini untuk mencari sumber suara.

"Hah..."

Seokjin merasa lega sekali saat dia menemukan seorang gadis yang sedang meringkuk sendirian. Dia tidak tega melihat seorang perempuan menangis, namun yang patut dia syukuri saat ini adalah bahwa suara yang mengganggunya bukanlah suara hantu.

"Hei, kau ini pagi-pagi kenapa menangis? Membuat orang takut saja. Aku sampai berpikir kau kau adalah hantu tadi."

"Ma-maaf."

"Murid baru?" Seokjin tentu tidak asal menebak karena jelas gadis di hadapannya ini tidak tahu-menahu bahwa dirinya adalah bintang yang menjadi sorotan di sekolah ini.

Gadis itu mengangguk, terjawab sudah tebakannya. "Oh, pantas saja."

"Hm? Apa terlihat?"

Seokjin tidak menjawab pertanyaan kelewat inosen dari gadis itu. Dia merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah sapu tangan dan memberikanya pada gadis itu. "Ini. Tidak semua wanita itu cantik saat menangis. Jangan menangis lagi, oke?"

Gadis itu menerima sapu tangannya. "Terima kasih."

Mata Seokjin menatap name tag yang terpasang di seragam gadis itu, Yoon Chae Rin namanya.

"Aku pergi dulu ya, Yoon Chae Rin."

"Iya."

*****

"Huh... Aku harus belajar menyetir kalau begini rasanya. Aku sudah tidak tahan pergi naik motor denganmu. Perginya lama!" Hani mengomeli Jungkook di sepanjang koridor menuju kelas mereka.

"Kau sudah mengatakan itu ratusan kali sejak sekolah disini. Tapi pada kenyataannya tidak kau lakukan juga."

Hani menatap nyalang pada Jungkook, sepupunya yang menyebalkan, yang saat ini bahkan bisa bermain game sambil berjalan. Tidak menatapnya yang sejak tadi sudah kesal.

"Lagipula kita tidak terlambat sekolah. Kau marah-marah seperti kita terlambat saja."

"Tapi aku jadi tidak bisa melihat Seokjin Oppa!"

Jungkook berhenti berjalan dan membalas tatapan Hani. "Memangnya kenapa kalau kau tidak bisa melihatnya? Dia bahkan mungkin tak tahu kalau kau itu hidup disekitarnya."

"Ck!" decak Hani kesal. "Yak! Bicaramu pedas sekali, Jeon Jungkook!"

"Aku hanya berbicara realita. Berhenti berhalusinasi. Kau ini seperti idiot!"

Hani menghentak-hentakkan kakinya, kesal. Jungkook itu selalu berbicara sesuka hatinya. 'Dosa apa yang kumiliki sampai punya sepupu seperti dia Ya Tuhan!' lirih Hani tiap kali dibuat kesal oleh pria yang saat ini mengalihkan pandangannya lagi pada ponselnya untuk bermain game. Dia berjalan lebih cepat, mendahului langkah Hani.

Heirs in the trap || Kim Seokjin [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang