Happy Reading!
Petra POV
Di sepanjang jalan menuju tempat yang akan aku diami, hanya ada keheningan yang hadir di antara aku dan Dimas. Perlahan aku melirik ke samping, memandangnya yang terus mengarahkan kedua mata ke depan, ia tidak mengacuhkanku yang sedang duduk manis di sebelahnya.
Tidak ada kegiatan lain yang bisa ku lakukan selain menatap kosong keluar jendela. Aku sesekali mencuri pandang ke arah wajahnya yang terlihat semakin tampan jika sedang dalam keadaan serius seperti sekarang, keningnya yang kadang mengenyit membuat kedua sudut bibirku tertarik ke atas, tetapi begitu tatapan kami bertemu aku langsung mengalihkan pandangan, berusaha mengatur jantung yang berdegup kencang.
Dimas hanya tersenyum tipis sebelum mengusap puncak kepalaku.
•••
Bosan, satu kata itu mewakili perasaan ku sekarang, notifikasi dari ponsel yang sedari tadi muncul dan novel tebal yang ku bawa pun tak menarik perhatianku.
Kapan perjalanan ini akan berakhir? Aku hanya ingin istirahat sekarang, memberi waktu pada seluruh tubuhku yang terasa kaku dan mengisi perut yang kosong.
Sesaat aku termenung, mencoba memutar ulang memori, mengingat-ingat kapan terakhir kali aku menyantap makanan? Mungkin sebelum keberangkatan ini, itu pun hanya dengan segelas susu dan sepotong roti coklat, itu saja tentu tidak cukup.
Ragu-ragu aku mengadahkan kepala, "Masih jauh?" tanyaku memecah keheningan.
Dimas berdeham, "Tidak juga." Jawabnya tanpa menoleh.
Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi, sembari menegakkan posisi duduk aku mengambil napas panjang dan membuangnya perlahan, meyakinkan diri tuk mengeluarkan suara.
"Paman Dima—"
"Dimas, cukup panggil aku Dimas." Potongnya terlihat tidak nyaman kupanggil dengan panggilan itu.
"D—dimas?"
Ia lantas menoleh, kemudian kembali fokus ke depan, "Iya? Ada apa?"
Aku menunduk, keberanian yang aku kumpulkan tiba-tiba saja menghilang.
"Kenapa, Petra? Kau mengantuk? Tidur saja di sini." Ucapnya melirik sandaran kursi yang aku sandari.
Aku menggeleng.
"Lalu apa?"
Perlahan aku menatapnya layaknya anak kecil yang sedang meminta sesuatu pada orang tuanya. "Aku ... lapar."
Dimas menipisnya bibirnya, "Ya sudah, lebih baik kita makan sebentar, kau ingin makan apa? Sushi? Western food? Atau ingin mencoba makanan Indonesia? Rasanya enak sekali." Ujarnya terdengar antusias, membuatku ikut merasa semangat.
"Terserah,"
Mendadak ia mematapku dengan satu alis yang terangkat ke atas, "Terserah?" ulangnya.
Aku mengangguk.
Ia tampak berpikir dengan kedua tangan yang masih memegang erat kemudi, "Aku akan coba mencari restoran di sekitar sini, semoga ada."
Akhirnya aku bisa bernapas napas lega, setelah menurunkan kecepatan mobilnya, Dimas sibuk melirik ke kanan dan kiri, mencari restoran yang bisa disinggahi.
Bukannya membantu, aku hanya melihatnya dari dekat, memperhatikan setiap detail wajahnya yang membuatku tak kuasa mengalihkan pandangan, terdengar berlebihan memang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pervert Husband
عاطفيةSetelah 10 tahun tidak bertemu, Dimas tidak mengira jika Petra yang pernah ia temui saat kecil itu kini menjelma jadi seorang gadis berparas cantik yang berhasil meruntuhkan pertahanannya, Dimas seakan tenggelam dalam pesona gadis berusia 19 tahun i...