Manuscript No.2

224 29 0
                                    

Manuscript No.2 : He Is a star in summer cloud

Malam berganti siang, dan siang juga tak sungkan berbagi untuk memberi waktu berjaga pada malam. Kala itu kanvas biru gelap yang membentang di atas sana tak menampakkan para deretan bintang musim panas seperti malam-malam sebelumnya. Aku berjalan menyusuri pertokoan bersama Jinyoung dengan es krim vanilla di masing-masing tangan kanan kami. Tak banyak pembicaraan, hanya beberapa hal receh yang membangkitkan tawa atau malah membuatku kesal.

Pada dasarnya, punya seorang kakak adalah hal yang menyenangkan bagi beberapa orang, dan aku tak meragukannya. Namun kalian tak akan tahu bagaimana kadar kegilaan yang Jinyoung punya sebagai kakak tertua dari kami, aku dan Jimin.

Kau akan menemukannya tergeletak di lantai kamarnya saat musim panas, di atas lantai papan dengan baju kaos tipis dan kipas ditangannya. Percuma jika ditanya kenapa dia tidak menyalakan pendingin ruangan kala itu. Ia hanya akan menjawab santai jika itu akan membuat bumi semakin tua dengan menipisnya ozon dan mencairnya es di Kutub Utara. Rasanya aku ingin membuang motor kesayangannya dan memberi alliby yang sama, jika benda berisik itu juga hanya akan memperburuk bumi dan menambah polusi suara di pagi hari. Namun aku sadar, gajiku satu tahun tak akan sanggup menandingi harga motor sport miliknya meski suaranya benar-benar keterlaluan.

Namun hari ini malah Jimin yang menggila, dan Jinyoung yang berubah sedikit waras. Bagaimana tidak? Jimin dengan bodohnya memecahkan vas kesayangan Mama dengan alasan jika ada binatang aneh yang menyusup masuk ke dalamnya, hal itu tentu membuat aku dan Jinyoung tertawa terpingkal-pingkal karena mendapati isi vas itu hanya bunga dan seekor belalang hijau yang sekarat karena tersiram air dari vas bunga yang pecah.

Perjalanan menuju rumah menjadi sedikit lebih panjang. Kami memutuskan untuk duduk di depan sebuah mini market untuk mengisi perut dengan semangkuk ramen dan sekaleng soda. Jinyoung sibuk dengan ceritanya tentang pekerjaanya di sebuah bank swasta, sedangkan aku berperan sebagai pendengar yang baik.

"Apa kau gila? Bukankah itu melanggar aturan?" Aku berucap sambil bersusah payah menelan ramen yang masih panas.

"Makanlah yang benar!" Jinyoung menyodorkan minuman ke arahku, "aku hanya melakukan hal yang benar. Bukankah kau juga akan melakukan hal yang sama pada seorang nasabah yang kesulitan. Lagi pula, uang yang aku pinjamkan tak seberapa, hanya untuk membayar uang sekolah anaknya di SMA. Gajiku sebulan saja lebih besar dari uang pinjamannya, jadi aku memperbolehkannya meminjam tanpa bunga, biar aku yang tanggung bunganya. Lagipula, wanita itu mirip seseorang."Jelasnya.

"Siapa?"

"Nenek. Aku ingat kala nenek tersenyum, mirip dengan wanita itu. Makanya aku berbaik hati padanya.'

"Kau baik sekali. Aku kira hanya Jimin yang bisa berbagi."

"Eii, kau lupa siapa yang membayar semua ini?" Pria itu menjitak kepalaku. Rasanya sakit namun ia tertawa.

Tertawa bersama Jinyoung dan Jimin memang tak akan ada habisnya. Bahkan aku ragu jika mereka berumah tangga nanti, apa mereka bisa menjadi kepala keluarga yang tegas seperti Papa? Entahlah, mengingat yang ada di kepala mereka hanya ejekan dan candaan. Namun aku tahu, mereka orang-orang baik dan perpendidikan. Walaupun otak Jimin dan Jinyoung agak sedikit jauh dari kata bersih saat mereka berdua digabung menjadi satu paket.

Aku mengalihkan pandanganku ke arah yang lain. Jalanan ramai dengan kendaraan yang melintas, pasangan muda-mudi yang menghabiskan malam mereka dengan bergandengan tangan sepanjang trotoar, beberapa stan makanan yang berjualan di beberapa bahu jalan, dan seorang pria berhoodie biru tua tengah sibuk dengan ponsel dan earphone yang menutup telinganya.

Pria itu, aku pernah melihatnya. Dia adalah teman Taehyung. Pria bergigi kelinci yang waktu itu juga berpenampilan sama. Kuedarkan lagi pandanganku, siapa tahu sosok itu juga muncul. Kelap-kelip lampu pertokoan dan lampu jalanan membuat mataku leluasa menyapu keadaan. Namun tak kutemukan sosok itu. Toko buku, toko souvenir, atau toko permen dan roti, tak ada. Apa mungkin memang tidak ada.

Suasana sedikit berangin, membuat Jinyoung mengajakku untuk segera pulang untuk menghangatkan diri. Entah mengapa, malam musim panas terasa sedikit mirip dengan udara malam di musim semi. Aku mengangguk dan membiarkannya merangkul bahuku.

"Kau mencari siapa?" Tanya Jinyoung saat kami sampai di halte bus menuju rumah.

"Seseorang. Aku tak sengaja melihat temannya saat di depan toko tadi. Mungkin saja dia juga ada."

"Hmm, mungkin orang itu tidak bersama temannya. Kau tahu, teman bukan orang yang selalu ada bersama kita." Ujar Jinyoung santai lalu bangkit dari tempat duduknya saat bus yang harusnya kami tumpangi muncul.

Ah, sial!

Aku berjongkok mengemasi isi tasku yang terjatuh di lantai. Bodohnya aku, tidak menutup tas itu dengan baik. Apa yang kalian harapkan? Jangan kira jika isi tasku seperti gadis lain. Tak ada make up selain pelembab wajah dan bibir, hanya dompet, ponsel, beberapa pulpen warna warni dan sebuah buku catatan kecil yang kugunakan untuk mencatat sesuatu yang penting. Dan nama Taehyung menjadi salah satu catatan terfavorit di dalamnya.

Bus berhenti tepat di depan halte, namun aku masih sibuk dengan tasku.

"Terima kasih!" Ucapku kala sepasang tangan membantuku untuk membereskan beberapa barang lain yang masih tercecer.

Namun tak terlalu lama, aku mendongak menatap siapa yang ada di hadapanku saat itu. Sesosok pria berhoodie hitam dengan tulisan 'PUMA' tertulis besar di bagian dada, kaca mata bertengger di hidung mancungnya, dan kepalanya setengah tertutup oleh tudung hoodienya, memperlihatkan poni cokelat yang membingkai pelipis pria itu. Kim Taehyung. Aku mencoba mati-matian untuk menahan diri untuk tak melompat girang di tengah keramaian.

Senyumnya menjadi hal yang terakhir kali aku ingat pada malam itu. Mengantarku terlelap dalam kamar hangat dan selimut lembutku. Sayang sekali, aku tak bisa bercakap lebih lama karena Jinyoung menyeretku segera naik ke dalam bus.

"Kim Taehyung, manusia lain yang menjadi bagian dalam manuscript hidupku."

[]

KampanyeLFFL

#SaveOurBias

The Last Manuscripts (Kim Taehyung Ff)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang