6

58 16 5
                                    

"Ngapain inget-inget kalau udah inget?"

🌸🌸🌸

Hari berganti hari. Sampai detik ini, para sahabatku belum mengetahui tentangnya. Hanya Rani yang tahu. Karena kupikir akan lebih baik jika bercerita secara langsung.

Malam ini saatnya kembali ke Jogja. Kami berempat sudah berada di stasiun sejak tadi, masih ditemani oleh keluarga Rani.

"Rani, sampai ketemu lagi!" Kataku ketika jam keberangkatan sudah tiba, sampai akhirnya kami berdua berpelukan.

"Lo nggak usah sok-sok pelit ngasih catetan, awas aja!" seruku ketika melepas pelukan dan dia hanya mengangguk sambil tersenyum.

Beralih menyalimi Tante Elva dan Om Bobi, lalu berjalan memasuki kereta yang sudah siap. Melambaikan tangan, bersiap menghadapi rindu yang entah sampai kapan. Karena tak tahu kapan lagi akan bertemu.

🌸🌸🌸

"Del, bangun! Udah mau sampai stasiun," itu suara Kak Dena yang sedang membangunkanku. "Nyenyak banget sih tidurnya," lanjutnya setelah aku berhasil mengumpulkan nyawa.

"Biasa aja perasaan."

"Mimpi apasih sampai tidurnya mangap? Untung aja nggak sampe ngiler," ejeknya.

"Apaansih?" Aku cemberut menanggapinya. "Bentar  deh, Kok kakak tahu?" Lanjutku.

"Udah dari Bandung gue gak tidur," ini sangat sulit dipercaya. Kak Dena yang notabennya adalah 'kebo', nggak mungkin masih terjaga.

"Sok-sokan, dih. Ngapain aja emang?"

"Nemenin gebetan insom," cengirnya.

"Loh, kok gue baru tau kalo ternyata laku juga."

"Ini adek durhaka banget sih," kesalnya.

"Tunggu kak," Aku sadar, topiknya membuatku ingin bertanya tentang sosoknya.

Kakakku menaikkan sebelah alisnya, tanda dia bertanya. Sedangkan lidahku sulit diajak berkompromi.

"Temen kakak yang hadep-hadepan sama kakak waktu makan siang setelah turnamen pertama namanya siapa?"

"Siapa sih, lupa hehe."

Ini tidak bisa dibilang candaan. Karena kepikunan Kak Dena membuatku tak tahu bagaimana mengetahui namanya.

"Nggak minat nginget-nginget lagi?"

"Buat apa emangnya?"

"Buat aku, ini pent..."

"Penting? Penting apaan? Buat tugas sekolah? Atau buat tugas hati?"

"Tugas hati lah," spontan aku menjawab. Rasa maluku tak tahu harus kututupi dengan cara apa.

"Yang bener aja?" Kak Dena cukup kaget, tapi aku hanya mengangguk, memilih terbuka dengan Kak Dena.

"Beneran nggak minat nginget-nginget lo Kak?"

"Yaa, moga aja inget, hehe."

"Bentar deh, ini katanya udah mau sampe, kok kayaknya lama banget nggak nyampe-nyampe, beneran nggak sih?"

"Engga, tadi bosen, makannya gue bangunin," Kak Dena menampilkan muka tak bersalah, sedangkan aku hanya mendengus kesal.

"Gebetan lo dah tidur?"

"Udah daritadi, makannya gue bosen."

"Siapa sih? Satu sekolah sama kita?"

"Iya, anak 12 IPA-2. Namanya Rika," jelasnya.

"Kok nggak pernah denger, sih? Nggak famous ya?"

"Nggak butuh yang famous, yang penting apa adanya," bangganya, lalu melihatkan foto Kak Rika kepadaku.

"Cantik, kok mau deket sama lo, sih Kak?" Ejekku.

"Kayak temen satu klub gue mau sama lo," remehnya. Ngeselin memang. "Awas aja lo ngejek lagi, nggak gue bantuin pdkt," ancamnya.

"Ya makannya, kenalin ke Kak Rika dong," pintaku.

"Besok aja kalau udah jadi pacar."

"Kek dia mau nerima lo aja sih, pede gilaa," perkataanku dibalas tatapan tajam Kak Dena.

"Iya, iyaa, pasti diterima. Kakakku ini kan pinter, ganteng, punya adek cantik, kurang apasih?"

🌸🌸🌸

Satu jam lebih aku mencoba kembali ke dunia mimpi tapi tak berhasil. Ini semua karena ulah Kak Dena, menyebalkan memang. Hanya melihat pemandangan luar yang tak seindah pemandangan malam Kota Bandung kala itu.

Mengobrol dengan Kak Dena sedikit membuatku tidak nyaman. Karena kenyataannya dalam satu gerbong hanya kami berdua yang masih terjaga. Berbicara dengan volume kecil, takut mengganggu tidur nyenyak penumpang lain.

Kulirik Kak Dena yang sedang bermain game di ponselnya. Ingin rasanya memainkan ponsel. Namun, aku tak terbiasa melakukan kegiatan tersebut ketika dalam perjalanan.

"Gue tau, lo main game karena gabut kan? Daripada gabut, mendingan inget-inget yang tadi aja deh kak."

"Maksudnya nama gebetan lo?" Aku hanya mengangguk saja. "Ngapain inget-inget kalau udah inget?"

"Kok nggak bilang sih," kesalku.

"Sebenernya pengen surprise, tapi gagal."

"Nggak butuh basa-basi. Udah ah, cepetan siapa namanya?" Tingkat kesabaranku sudah menurun drastis.

"Emm, orangnya ganteng, kan? Yaa walaupun nggak seganteng gue."

"Iya ganteng. Tapi perlu diketahui kalau muka lo nggak bisa nandingin dia kak."

"Bodoamat, yang jelas selera lo sama Rika jauh bagus Rika lah ya," dia berhenti sebentar karena rupanya kereta sudah sampai di stasiun. "Nanti lanjutin di rumah aja," lanjutnya dan kami berdua bersiap turun dari kereta.

Aku mendengus kesal. Kesal pada diriku sendiri karena tidak berniat bertanya sejak tadi. Aku hanya bisa pasrah, semoga sampai rumah aku sudah mendapatkan jawabannya.

🌸🌸🌸

Krisannya hehe❤

CHOICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang