Aku suka dengan kebiasaan yang kita ciptakan ini, Ra. Makan bersama kamu sembari mengumpulkan nyawa, dari berbicara ngelantur karena baru bangun tidur, dan mandi juga tidak begitu membantu, sampai ke pembicaraan tentang hal - hal yang kita sukai...
Ara akan selalu ingat dengan kalimat yang kira - kira pernah diucapkan oleh orang yang menghancurkan dirinya itu. Dan dia setuju, bahkan akan selalu setuju, kalau manusia membutuhkan rutinitas, yang akan menjaga manusia untuk berfungsi dengan baik. Nyatanya, setelah kehilangan salah satu rutinitas kecil di pagi harinya, dia tidak dapat berfungsi seperti sedia kala. Sempat mustahil baginya untuk berpikir secara rasional. Terkadang sesederhana memaksa dirinya untuk bangun dari tidur saja ia sudah begitu kesulitan, padahal alarm sudah dipasang sekitar sepuluh dan snooze diatur untuk nyala berkali - kali.
Tetap dia masih saja harus buru - buru karena biasanya dia baru bisa bangun ketika tinggal lima belas menit lagi sebelum kelas pertama. Tidak seperti perempuan lain yang mengatur kadar makeup nya lebih tipis daripada biasanya ketika mereka sedang galau, patah hati, dan semacamnya. Mau situasi hatinya sedang bagaimanapun setelan Ara kurang lebih sama, bedanya sekarang sedikit amburadul. Kaos kaki saja kadang tidak ia pakai, kacau kelihatannya, menjijikan bisa jadi.
Dia menjadi trauma untuk datang lagi ke warung tempat dia dan orang yang menghancurkan dirinya itu kerap sarapan. Belum siap menerima kalau semua yang ia pernah lalui hanya akan menjadi hal yang lalu saja, tidak akan ada lagi di masa mendatang. Belum siap kalau harus melihat klip memorinya setiap dulu ia datang ke warung tersebut tiba - tiba terputar begitu saja di dalam pikirannya. Kesehatan fisiknya juga tidak lebih baik dari mentalnya, kadang ia berhari - hari tidak sudi makan, tidak nafsu katanya, kadang ia bisa menghabiskan persediaan cemilan untuk satu bulan di rumahnya, atau makan dua kali lebih banyak dari yang biasanya. Yang jelas ia bingung harus bagaimana terhadap situasi, apa yang harus ia lakukan dan tidak lakukan.
Ara sadar kalau ia terus - menerus begini, ia tidak akan bisa menyelesaikan apa - apa, bahkan tidak bisa memulai apapun. Ia sudah memberanikan diri bercerita kepada teman - teman seumurannya, yang ia anggap bisa dipercaya. Ara hanya belum tahu kalau perihal cerita ke orang lain, percaya kepada siapapun dan juga apapun, juga jujur terhadap diri sendiri adalah pelajaran yang masih harus ia dalami lagi dan lagi. Ara akhirnya mulai paham, memahami segalanya tidak akan pernah mudah kalau dianggap rumit, dan tidak dapat terjamin pula ia akan langsung paham meski ia sudah menganggap semuanya sederhana. Sama seperti dengan kenangan akan sarapan, untuknya, dulu, sarapan adalah suatu hal sakral yang dilakukan oleh dia dan orang di masa lalunya. Padahal tidak juga, itu hanya anggapannya saja. Meski orang di masa lalunya berkata ia menyukai rutinitas yang mereka ciptakan, Ara tidak akan pernah tahu apa yang sebetulnya dirasakan oleh orang itu. Terlebih lagi, ternyata mereka memang tidak ditakdirkan untuk bersama.
Setidaknya ia sadar kalau waktu terus berjalan, dan entah bagaimana, ia bahkan sempat lupa kalau sarapan adalah sesuatu yang pernah ia anggap begitu penting. "Eh, Ra." Kantuknya sedikit terusir ketika ia mendengar suara yang menjadi ia begitu kenali akhir - akhir ini. "Eh, Bang Dra, lagi ada acara?" Dengan mata yang masih berat, tangan kanannya mencari gagang cangkir berisi kopi hitam yang tadi ia pesan. "Iya, masih ada urusan. Latihan?" "Semalem, Bang. Sekarang sarapan." Jawabnya sambil tertawa kecil, Bang Dra yang Ara panggil demikian ikutan tertawa.
Lalu tanpa ia paksa, ia bisa tersenyum lagi, pembicaraan yang dulu hanya dilakukan oleh dia dan satu orang di masa lalunya itu, sekarang menjadi kumpulan obrolan dengan siapapun yang ia temui. Dari Bang Dra, atau orang - orang lain yang dengan senang mengajaknya berbicara. Itu adalah hal yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya, hal yang pernah hilang, kembali dengan bentuk yang lebih indah. Mungkin tidak hanya untuk Ara, cara kerja kehidupan, dia atau mungkin saja semua makhluk di semesta belum bisa memahaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan, Tulisan, Kenyataan.
AdventurePenggalan-penggalan kisah yang bisa jadi terinspirasi dari realita. Tinggal bagaimana pembaca mempersepsi. Dapat dikatakan ini adalah perjalanan memori yang dibalut dengan kalimat-kalimat biasa, tak terlalu puitis, dan kebanyakan ditulis apa adanya...