Sakura in The Orange Sky

35 0 0
                                    

Author's notes: 

Crosspost dari FFN dan AO3. Ini fanfiksi yang dibuat untuk event tahun 2016. Selamat membaca oneshot yang panjang ini.

.

.

.

Malam itu, seluruh hidupnya kembali menjadi hampa.

Pyar!

Satu, dua, tiga kembang api meletus di udara, menghiasi langit malam dengan percikan-percikan yang cantik. Tak habis sampai di situ, beberapa kembang api diluncurkan lagi, menciptakan gegap gempita yang membuat orang terkagum. Malam ini ada festival musim panas, dan kembang api adalah penutupnya. Sungguh cantik dipandang mata, sungguh meriah suara letusannya. Pasti festival di tempat sana berlangsung dengan sukses. Menyaksikannya di tempat itu jelas membawa kenangan tersendiri.

Namun, Nagisa sebaliknya.

Di saat semua orang keluar rumah, berbondong-bondong ke taman tengah kota dengan yukata terbaik mereka, Nagisa memilih diam di kamarnya. Di saat semua orang menyaksikan pesta kembang api di area festival, Nagisa menyaksikan letusan kembang api dari jendela kamarnya di lantai dua. Di rumahnya yang sepi, di kamarnya yang gelap, di balik jendela yang terbuka, ia merenung, memandang percikan kembang api dengan tatapan kosong. Tak ada gairah di dalam dirinya. Semuanya terasa begitu hampa, setelah hal yang membuatnya bahagia pergi menjauh dari hidupnya, hanya dengan percakapan telepon.

"Sudah kubilang juga, Nagisa. Hari ini aku sudah janji dengannya!"

"Kenapa, Nagisa ...? Kenapa kau ... sampai melarangku seperti ini?"

"Kenapa kau bisa berkata begitu? Tarik kembali ucapanmu, Nagisa!"

"Kau tak berhak mengatur-atur hidupku."

"Aku harap ... sejak awal ... kita tidak pernah menjadi teman."

Percakapan telepon itu belum lama terjadi, namun sudah memporak-porandakan hidupnya dalam waktu singkat. Satu tangannya yang berada di samping tubuhnya terus menggenggam ponselnya dengan erat. Nagisa tak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari langit, dengan wajah hampa tanpa ada yang bisa mengusik. Pesta kembang api belum juga berakhir. Kembang apinya terus bertambah. Semakin banyak, semakin meriah.

Nagisa sudah cukup melihat itu semua. Muak rasanya, seolah-olah suasana ini sedang mengejeknya. Namun ia tahu, ia pantas mendapatkan ini. Sepatah kata ia ucapkan dengan lirih, dengan rasa sesal yang akan terus bercokol di hati.

"Maaf ..."

Ponsel di tangannya ia jatuhkan sesaat kemudian.

Sebilah pisau di tangannya yang lain ia genggam lebih erat.

Pisau tersebut sudah ia posisikan, siap menggores dalam pergelangan tangan kirinya. Nagisa kembali memandang langit, membiarkan suara-suara letusan kembang api mengisi indra pendengarannya. Ia tak berekspresi. Ia begitu merana, ia begitu bersalah, ia begitu menyesal.

Ia sudah berbuat bodoh selama hidupnya ini.

Keberadaannya adalah pengganggu.

Maka, melenyapkan diri adalah jalan yang terbaik. Memusnahkan eksistensi ini akan membuka kebahagiaan untuk orang yang ia sayangi.

Ya.

Hiduplah baik-baik.

Nagisa menyayat pergelangan tangannya dalam sekejap mata. Pisau terjatuh, ia pun ambruk. Dengan posisi miring, Nagisa memandang darah yang mengalir dari sayatan di tangannya dengan tatapan kosong. Perlahan, ia makin lemah. Perlahan, darahnya semakin banyak. Perlahan, ia memejamkan matanya.

Sakura in the Orange SkyWhere stories live. Discover now