Bag. 7 Perjuangan Dimulai

208 7 2
                                    


Rindi turun dari angkot. Hari ini ia kembali menjelajahi salah satu kawasan industri di Jakarta. Sudah kesekian kalinya dia berangkat dan pulang sendiri tanpa Nunik. Ia sengaja memberanikan diri berdikari.  Lagi pula, gadis bermakeup sederhana itu sudah sebagian besar hafal wilayah.

Jika bingung, mudah baginya bertanya pada ibu-ibu penjual nasi di pinggir jalan, atau pada polisi yang ditemuinya.

Dia tak ingin sembarangan bertanya, sebab ibukota sering menampakkan ketidakramahannya. Terlebih pada pendatang baru seperti dirinya.

Dengan amplop coklat besar di tasnya, gadis berpakaian rapi itu optimis. Kali ini ada salah satu perusahaan yang sedang membuka lowongan pekerjaan.
Waktu cepat bergulir. Tak terasa sudah satu bulan lebih dia berada di Jakarta, beberapa perusahaan yang dianggap menjanjikan telah dikiriminya CV. Berharap satu diantaranya ada yang nyantol.

Rindi selalu berpikir positif, karena itu adalah modal dasar untuk meningkatkan rasa percaya diri. Ia membuat beberapa surat lamaran dan melampirkan berkas pendukung lainnya. Lamaran yang dimasukkan pada perusahaan yang dipilih, selalu dicek berulang. Nama perusahaan dan alamat yang dituju harus sesuai. Demikian pula dengan tanggal pembuatan surat. Untuk nomor kontak yang dapat dihubungi perusahaan, ia menggunakan ponsel poliponik bekas Nunik. Untungnya benda itu masih bisa digunakan. Rindi hanya tinggal membeli kartu simnya saja.

Sementara untuk surat lamaran yang dibawanya menyusuri kawasan industri, gadis berkucir satu itu sengaja mengosongkan penulisan tanggal dan nama perusahaan. Jika kebetulan ditemuinya perusahaan sedang merekrut karyawan, baru kemudian ia menuliskannya sesuai dengan perusahaan yang dituju. Ini adalah strategi yang dia dapat dari Denis, tetangga kos yang belakangan mulai akrab dengannya.

Matahari semakin berada di ubun-ubun. Rindi melangkah gagah meyakinkan diri bahwa tidak ada penghalang baginya untuk maju. Tapi suasana siang yang teramat terik, ternyata membuatnya menyerah. Badannya mulai terasa memberat dan kerongkongan semakin tercekik.

Akhirnya ia memutuskan beristirahat sejenak. Di ujung jalan ada pedagang kaki lima yang menjual aneka minuman dingin. Rindi mempercepat derap langkahnya.

Gadis itu menikmati minuman dingin pelan-pelan. Berpikir. Sampai kapan ia harus bertahan dengan harapan-harapan yang tidak pasti. Sementara perbekalan yang dibawa, sudah semakin menipis. Ia tak enak jika terus-terusan menumpang pada Nunik. Meski sahabatnya tidak berkeberatan menampungnya. Menurut Nunik, ia merasa rindu akan kampung halaman selalu terobati ketika mengobrol bersama Rindi. Tapi tetap saja semua itu menjadi beban di hati Rindi.

Rindi tercenung. Baru pagi tadi senyum keyakinan begitu menguatkan. Mengapa siang ini semua seperti mencair? Hanyut bersama kawanan bah, lalu hilang tanpa jejak. Meski ia tahu kesabaran tak boleh ada ujungnya. Tapi kenyataannya, semua itu tak mudah dijalani.

Mata Rindi mengambang bening. Berupaya menahan diri kuat-kuat agar airmatanya tidak tumpah. Gadis itu tak ingin mempertontonkan kekalahan meski hanya kepada rumput liar.

Gamang. Rindi teringat kampung halaman. Merindukan belaian tangan Ibu. Juga nasehat bijak Bapak. Kepolosan dan kelucuan adik-adik yang meski kadang menjengkelkan, namun tetap menjadi kenangan yang begitu membekas. Jika berada di posisi itu, ingin rasanya segera berkemas. Kembali pulang. Menjadi buruh cuci, meski diganjar upah tak seberapa. Namun berada di dekat keluarga, setiap saat, melebihi kebahagiaan apapun.

Rindi memejamkan mata. Ingatannya tentang perkataan bidan desa, tentang kegentingan penyakit yang diderita Noval. Ditambah tubuh Bapak yang belakangan sering drop.  Kembali membuatnya berpikir ulang. Membuang jauh-jauh niatan untuk pulang.

Ponsel antik Rindi berdering. Kuat sekali. Ia lupa meminimalkan volume nadanya. Sedikit tersipu, sebab suara bising dari telepon genggam itu sempat mencuri perhatian beberapa orang yang juga tengah menikmati minuman dingin dan makanan kecil di sana. Suasana menghirup angin di bawah rindang pohon Kersen tiba-tiba terusik.

Seberkas Kasih Rindiani (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang