Episode - 17: Cermin Waktu

149 28 128
                                    


Nina menceritakan kronologi sebenarnya. Ekspresi gadis remaja itu bercampur aduk, kombinasi antara takut dan lega. "Kalau enggak ya, Mas. Mungkin besok bakal ada headline koran mengenai penculikan gadis SMA lalu dibuang ke sungai." Nina menyelesaikan ceritanya dengan lancar. Dia bercerita seakan mengalami adegan aksi di salah satu episode kartun Justice League yang sering dia tonton sebelum tidur.

Obi merangkum cerita Nina.

Dia dibekap dan masuk ke mobil Kakek-kakek tadi, dan meronta sebisanya, saat mobil mogok di area perumahan ini, Nina menghantam para penculik dan mendorong dirinya sendiri keluar dari mobil. Kemudian, mencari jalan tikus kesini. Nina sendiri tidak menyangka bahwa para penculik itu mengikutinya.

Ada rasa marah menyelimuti Obi. Dia merasa gagal melindungi Adiknya sendiri. Tatapannya menajam dan tangannya mengepal.

"Mas Obi ...," Nina menyandarkan tubuh ke bahu sang Kakak dan menggenggam tangannya. Dia tahu kalau sang Kakak marah pada dirinya sendiri. "Mas nggak usah khawatir, yang penting, kan, aku selamat. Paling cuma sakit sedikit."

Amarah Obi mendadak reda, dia khawatir. Ia memeriksa kondisi fisik Nina. Ada dua luka memar di tangan dan luka biasa di kaki karena bergeseran dengan aspal. "Bentar biar Mas Obatin." Rasa khawatir Obi bertambah tiga kali lipat.

"Mas Obi, nggak us ...." Terlambat, Kakaknya sudah berdiri dan kembali membawa kotak P3K dengan balok es. Lelaki itu menyodorkan balok es pada Nina, "Nih, buat memar-memar kamu."

Nina menerima balok es dan menaruhnya di memar, rasa dingin menjalar, menenangkan luka memarnya. Gadis remaja itu meringis tanpa suara, Ia berkali-kali menghindarkan kakinya akibat obat merah tapi tenaga Kakaknya jauh lebih kuat untuk menahan gerakannya. Satu menit kemudian, rasa sakit di kakinya perlahan memudar. Ia berseru ketika Obi mau memasang plester. "Eh jangan yang itu, Mas. Pakai yang ada gambar Batman aja."

Obi melekatkan plester dan membukanya lagi plester bergambar Batman. Nina tersenyum senang ketika plester tersebut melekat dengan cantik di kakinya. "Wah, aku berasa jagoan." Nina mempergakan gaya Batman lagi beraksi, sambil satu tangannya menahan balok es di lengan kanan. Sang Kakak tertawa kecil.

Ia duduk di samping Nina, mengacak rambut adiknya. "Masih sempat-sempatnya ya, niruin Batman."

"Habisnya, kejadian tadi berasa di film Batman." Nina menyebutkan secara rinci episode kartun Justice League yang persis sama kejadiannya. Obi mendengar dengan antusias, menatap Nina bercerita dengan semangat yang diiringi ringisannya. Nina memang suka menantang maut, kejadian ini adalah langkah awal keberaniannya. Jadi tidak baik untuk menunjukkan rasa khawatir, walau sebenarnya masih saja khawatir. Obi langsung memegang balok esnya ketika tangan Nina meloggar.

Dari kejadian itu, Obi memutuskan untuk menjaga Nina lebih intensif. Setiap hari dia mengantar dan menjemputnya di sekolah, lalu lebih banyak mengundang teman-temannya untuk kerja kelompok dari pada Nina yang harus kesana. Seperti biasa, protes datang bertubi-tubi, tapi lambat laun Nina paham. Obi sendiri lebih banyak mengerjakan disertasinya di rumah dengan meminjam beberapa referensi dari perpus kota atau fotokopi referensi asing. Semua itu dilakukan demi bisa menjaga Adiknya.

Ibu sendiri tidak tahu menahu kejadiannya, namun kadang Ia suka bertanya tentang bekas luka memarnya Nina. Gadis itu menjawab bahwa Ia kepleset tangga sekolah. Obi menahan tawanya sebisa mungkin, sungguh alasan bohong yang terlalu kreatif. Ketika melihat plester, Ia hanya menjawab biar jadi jagoan kayak di film Petualangan Sherina.

Suatu malam, Nina membuka pintu kamar Obi dan langsung duduk santai di kasur. Obi yang lagi asyik-asyiknya mengerjakan revisi disertasi menoleh ketika mendengar debuman kecil. "Ada apa, Nin? Kangen sama Mas Obi?" tanyanya dengan nada meledek.

Sentralisasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang