I'm

1.3K 62 4
                                    

Suasana taman belakang perumahan 'Handong View' sore hari ini sangat lain dari biasanya.

Sekumpulan anak-anak dan baby sitter yang terkadang bermain di kotak pasir dan seluncuran di dekat tempat air minum pun tak terlihat di mata Jeonghan.

Alisnya mengerut dalam, sorot matanya terpancar bingung. 'Sepi sekali, tumben...'

Ditolehkannya kepala berambut coklat susu itu perlahan. Ke kiri, ke kanan, ke belakang, dan berakhir pada tumpukan kayu yang sejatinya akan dibangun menjadi rumah-rumahan kecil untuk bersantai.

Jeonghan berniat duduk di tumpukan kayu panjang itu, alih-alih duduk di ayunan berwarna merah, tempat biasa ia menunggu seseorang.

Seseorang yang dulu selalu bersamanya.

Seseorang yang selalu tersenyum untuknya.

Yang selalu menyuapinya saat pagi hari, dan memaksanya meminum susu putih di malam hari.

Yang memeluknya sepanjang malam hanya agar Jeonghan bisa tertidur lelap sampai esok.

Yang menyambutnya dengan ciuman sekilas dibibirnya, saat Jeonghan mengeluhkan harinya yang terlampau meletihkan.

Jeonghan menghela nafas pelan. Matanya terpejam,masih dengan kerutan dalam di dahinya.

"Aku tidak pernah tidak merindukanmu, Sayang. Ingat selalu itu."

Hati Jeonghan selalu mendadak perih jika mengingat kalimat pendek yang selalu diingatnya setahun ini.

Dapatkah ia kembali mendengar kalimat itu lagi kali ini? Di sore hari ini, di hari ke tiga ratus tujuh puluh ini?

Jeonghan tahu, kebodohan seseorang terlihat dari seberapa sering orang itu terjatuh di lubang yang sama, dan tidak belajar dari pengalamannya.

Jeonghan tahu, sembilan dari sepuluh orang yang tahu cerita hidupnya, akan berkata betapa bodohnya ia.

Jeonghan serasa ingin menangis sekarang. Ia ingin berteriak dan memanggil orang itu.

Orang yang selalu mengganggu jalan kerja otaknya. Yang selalu mengiris permukaan hatinya, dan menancapkan luka berkali-kali di hidupnya.

Tapi selalu saja, Jeonghan akan kembali padanya, kembali pada dia yang menyakitinya bahkan saat luka itu belum kering.

    ******

"Hani! Kau sedang apa? Masuk sini, disana dingin!" Perintah Adiknya, Kim Mingyu, keras.

Yang terpanggil berjengit kaget. Wajah pias Jeonghan terpatri langsung sepersekian detik setelah teriakan itu terdengar.

Ia berlari, menjauh dari sosok yang mengeluarkan separuh badan atasnya lewat kaca mobil. Menjauh dari sosok yang barusan ia pikirkan. Yang hampir ia tangisi di taman yang sepi.

Ya, Kim Mingyu lah orang yang selalu ia rindukan hampir ditiap harinya. Yang selalu mampir di benaknya seharian penuh.

Selama tiga tahun ini sosok itulah yang memenuhi sebagian isi dari otaknya. Jika Einstein memenuhi separuh lebih otaknya dengan teori pengetahuan umum yang akan terkenang selamanya, maka Yoon Jeonghan lain.

Ia memaksa separuh lebih otaknya untuk mengingat Kim Mingyu. Untuk mengingat adik sambung yang dicintainya lebih dari hidupnya.

******

"Sialan! Kemana bedebah itu lari? Tidak kusangka, dengan badan tipis seperti penggaris plastik, ternyata larinya gesit juga" Umpatan pelan terucap dari bibir tebal Kim Mingyu.

Bloom Inside You -GyuHan "SEVENTEEN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang