Meniti Angan

31 12 6
                                    

Matthew kecil selalu memiliki sejuta angan di dalam dunia kecil miliknya, namun dari sejuta angannya di masa belia, ia masih menyisakan satu angan yang tak kunjung berubah dari waktu ke waktu. Seakan-akan angan itu telah menembus langit tanpa batas dan tak mungkin lagi kembali ke dalam genggamannya. Ia tak memiliki cara lain selain terbang untuk menggapainya. Sebab itu, ia bersikeras untuk menjadi seorang tentara.

Hutan hujan di perbatasan Gerbang IV Mayor.

Umurnya telah genap berusia dua puluh tiga tahun. Obsesinya untuk menjadi tentara telah terpenuhi, bahkan melebihi ekspektasi sebab ia digadang-gadang akan menjadi komandan termuda. Namun ia masih merasa jauh dari angannya. Terlebih ketika hari itu terjadi, ketika Distrik yang menjadi rumahnya dibabat habis oleh segerombolan mahluk sejenis anjing yang menjadi buruan dunia.

Ia berlari menelusuri hutan sambil menggendong seorang wanita yang terus meremat bahunya kencang. Namanya Judy, sahabat sehidup-sematinya, belahan jiwanya, cinta sepanjang hidupnya, dan wanita yang membawa bukti keberadaannya di dunia.

Wanita bermata safir dengan paras lebut itu tak henti-hentinya menoleh ke belakang dengan tatapan ngeri. "Mahluk itu masih mengejar kita, Matt!"

Wajah keduanya sudah lama memucat seiring dengan habisnya tenaga mereka. Sedangkan jantung keduanya tak henti-hentinya berdetak kencang karena diburu kematian.

Judy berusaha menembak kepala mahluk yang berlari mengejar mereka, namun berkali-kali tembakan itu meleset. Di bidikan ke empatnya, suara Matthew menginterupsinya dengan kencang, "Sudah! Jangan habiskan pelurumu!" Judy lantas menurut. Ia menyimpan kembali pistol yang sebenarnya milik Matthew itu ke dalam tas kecilnya.

Semua tragedi ini berawal dari kemunduran teknologi akibat mahluk ciptaan manusia di generasi sebelumya. Kini kecanggihan telah mati. Zaman keemasan manusia telah berakhir. Umat manusia hampir sampai pada batasnya. Yang tersisa hanya mereka, generasi sial yang harus menanggung dosa dari generasi sebelumnya. Perang dunia ke-tiga telah usai. Seluruh umat manusia di dunia kini bersatu untuk melawan predator yang menempati kasta tertinggi di dalam rantai makanan.

Matthew memaksakan kakinya untuk berlari lebih cepat, namun ketika ia merasakan rasa sakit yang mendera kaki kirinya, ia memutuskan untuk berhenti. Ia menurunkan Judy di sebuah rumah lapuk tak berpenghuni. Ia memaksa istrinya untuk masuk dan bersembunyi.

"Tapi, Matt-"

"Tetap di sana, sayang."

Lantas ia kembali keluar dengan senapan yang ia bawa di tangan kanannya.

Matthew sadar ia tidak bisa terus berlari. Tubuhnya sudah memberontak sebab dipaksa untuk terus bergerak. Lagi pula tenaga mereka sudah terkuras habis, sehingga probabilitas mahluk itu untuk membunuh mereka semakin besar. Opsi paling baik saat ini adalah membunuh mahluk itu saat ini juga.

Mahluk itu semakin dekat, sehingga suara gonggongannya terdengar semakin keras. Matthew berdecih. Persetan dengan generasi sebelumnya yang berhasil menciptakan mutasi anjing dengan imunitas dan intelektual yang setara superior. Kejeniusan mereka yang tolol membuat mereka mewarisi petaka untuk anak-cucu mereka yang tak berdosa.

Matthew membidik lawannya dengan cermat sampai akhirnya ia yakin untuk melepaskan satu tembakan tepat di titik mati. "Mati kau! keparat!" Tidak sampai satu detik setelah suara tembakan peluru terdengar, pecahan kepala dengan muncratan darah telah menjadi pemandangan yang menjijikan. Organ-organ seperti mata dan otak berceceran di atas tanah yang basah. Tubuh mahluk itu mengejang beberapa saat, lalu melemah tanpa daya, mati.

Matthew menghembuskan nafas yang sedari tadi ditahannya. Ia lalu terduduk di atas tanah sambil meluruskan kakinya yang masih terasa sakit. Sambil mengistirahatkan tubuhnya sejenak, ia meniti awas ke seluruh penjuru hutan untuk memastikan jika posisi mereka cukup aman untuk sekedar beristirahat sejenak. Sampai suara tembakan yang berulang-ulang terdengar dari dalam rumah- "Sial!" – Matthew memaksakan tubuhnya untuk bangkit dan mendekati sumber suara.

Meniti Angan (Complete)Where stories live. Discover now