Makna Sebuah Angan

26 7 1
                                    

Dina SMA

Assalamu'alaikum, Hai, Ra. Apa kabar? Btw, gue tadi
telepon lo. Tapi, nggak lo angkat. Yaudah deh gue chat aja.

Waalaikumsalam, baik, Din. Baik banget. Lo apa kabar? 
Udah lama banget kan ya kita nggak komunikasi.

Baik juga, Alhamdulillah. Iya nih, gue kangen. By the way,
hari Minggu besok, gue ada acara di Semarang. Kalau gue
mampir ke rumah lo boleh nggak nih? hehe.. sekalian temu
kangen gitu ceritanya.

Wah! Serius? Boleh banget dong. Kebetulan lagi free 
juga nih. Cusss deh sini!

Wkwkwk, semangat banget ya lo. Eh, lo masih tinggal dirumah yang sama waktu jaman kita SMA kan, Ra?

Wkwk, ya masih lah. Gue kan nggak nomaden kek lo.
Inget kan rumah gue yang mana?

Ah, ngeledek lo. Ya ingat lah. Mana mungkin gue nggak

inget rumah yang hampir tiap hari gue datengin cuma
buat boncengin ratu manis nan anggun ini.

Ah, lo bisa aja. Yaudah, gue tunggu besok ya.See you tomorrow!

See you!

Senyum merekah di bibirku yang mulai kering. Sembari memencet tombol kembali untuk menutup aplikasi chatting berlogo hijau tersebut, kulangkahkan kaki menuju dapur untuk mengambil segelas air putih dingin. Siang ini, mentari seakan ingin eksis dengan pancarannya yang menurutku sedikit berlebihan untuk waktu yang kurasa masih pagi ini. Aku tiba – tiba teringat masa SMA-ku dulu, dimana tepat pukul 6.30 seperti sekarang ini, aku berboncengan dengan Dina ke sekolah dengan jaket tebal yang masih menempel hingga bel tanda masuk berbunyi. Ya, dulu, sejuk dan dingin senantiasa bersahabat di pagi hari. Huh! Kurasa, bumi butuh asupan untuk memulihkan dirinya dari pemanasan global yang kian berkecamuk.

"Hei, Ra. Sarapan dulu sini. Bunda hari ini masak cah kangkung kesukaan kamu," ajak Bunda dengan semangat seraya memindahkan cah kangkung yang baru saja matang ke mangkuk.

"Bunda pake cabai merah atau orange --cabai rawit?" tanya Ira yang diikuti gelak tawa Bunda.

"Kamu itu mau makan kangkungnya atau cabainya?" balas Bunda yang kemudian diikuti senyum malu di bibir Ira. Maklumlah, Ira gemar sekali makan makanan pedas. Bahkan, ia tidak mau makan jika tanpa cabai di makanannya.

"fifty-fifty. Kalau rawit semua nanti kamu kepedasan. Jatuhnya Bunda yang disalahin." Seketika saat mengambil sayur, Ira teringat akan suatu hal.

"Bun, Bunda ingat Dina teman SMA aku nggak?" tanya Ira disusul anggukan dari Bunda.

"Yang selalu ke sekolah bareng sama kamu itu kan?" Bunda meyakinkan firasatnya.

"Iyaa. Besok Minggu dia mau mampir kesini, Bun. Katanya lagi ada acara di hotel Star," jelas Ira dengan riangnya.

"Serius? Wah! Siapin jamuan terbaik dong kalau gitu," pungkas Bunda dilanjutkan Ira yang mengangguk sambil tersenyum dan mengangkat alisnya penuh semangat.

***
Tok tok tok

"Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam, eh Dinaaa. Apa kabar lo?" sahut Ira disusul pelukan hangat satu sama lain.

"Wkwkwk, kan udah gue jawab kemarin di chat," gurau Dina yang terlihat membawa roti sobek kemudian diberikannya pada Ira.

"Lah, apaan nih, Din? Kok repot – repot sih. Haduh, sampai lupa diajakin masuk. Sini masuk, Din." Ira yang mencoba meluruskan meja ruang tamu dikejutkan dengan bunyi riang dari sahabat lamanya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Makna Sebuah AnganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang