"Dek?"
Aku mengerjapkan mataku ketika cahaya menyinari wajahku.
"Dek? Ketiduran lagi?"
Aku membelalakkan mata ketika wajah kak sungjin di depanku.
"Dek udah jam 8!"
Aku bangun dan melihat ponselku.
Bahkan aku lupa membalik tulisan 'open' menjadi 'close' aku segera berlari menuju sekolah.
Persetan dengan mandi.
Aku lari hingga ke sekolah, bahkan aku tidak menjadwal, tidak gosok gigi, tidak mengganti kaus kaki, tidak cuci muka.
Yang aku gunakan hanyalah parfum menyemprotkannya ke sragam ku yang belum ku cuci.
Benar gerbang di tutup, jalan satu satunya adalah naik ke tembok belakang sekolah.
"Anjir" aku mengumpat ketika melihat tembok sekolah sangat tinggi kayak membentang seluruh samudra.
Engga dong.
Alay.
Aku nekat menaikinya, dengan meloncat menggapai titik tertinggi tan menarik tubuhku sendiri ke atas ke rahmatullah.
Engga.
Amit amit.
Dug!
Aku melompat memasukki kawasan sekolah, baru saja masuk sekolah pandanganku sudah di kotori dengan melihat jackson dengan anteknya di gudang belakang menghisap putung rokoknya memandangku terkejut.
Sialan.
"HEY!"
Pak hyunsuk memergokkin kami.
"Lari bego!!" Jackson menarikku lari, ngapain sih astaga pake lari lari plis ya sekolah ini tidak sebesar kampungku.
"Jackson wang!!" Aku menarik tanganku membuat jackson berhenti dan anteknya pun ikut berhenti.
"Ee, mau kemana?" Pak hyunsuk menjewer kim yugyeom yang di ujung, dan yugyeom menjewer bam bam dan seterusnya berujung jackson menjewerku.
Sialan.
Aku bahkan tidak berniat berlari, bertambah juga ini hukumannya.
Pak hyunsuk menyeret kami menuju halaman sekolah, untung saja sepi, tidak memalukan jika siswa dan siswi melihatku.
"Lagian kenapa kalian mbolos?!" Pak hyunsuk menunjuk kami satu satu menggunakan rotan miliknya.
"PAK! Saya ga bolos" ellakku pak hyunsuk memandangku ngeri.
"Kenapa kamu terlambat?!" Pertanyaan pak hyunsuk menghampiriku yang berada di ujung.
"Pak, tidak ada kata terlambat dalam belajar" kata jackson terkekeh, aku menyenggol jackson.
"Jongkok berdiri sampai saya selesai berhitung" aku melotot.
Jackson sialan.
"Satu"
"Dua"
--
"Pftt!!" Aku menyeka kringatku menggunakan tangan, mengobat abitkan tanganku menghasilkan angin yang tidak seberapa.
"brian!!" Aku teriak ketika melihat brian berjalan meneguk kaleng coca colanya.
Tumben dia tidak membawa bukunya, dia menengok tanpa menghampiriku aku menghampirinya.
"Telat lagi?" Tanya nya aku mengangguk.
"Telat terus" dia membuang kalengnya menatapku.
"Aku juga ga mau kali telat"
"Terserah"
Lagi lagi brian megatakan terserah, aku memutar bola mataku.
Brian jalan mendahului ku, tanpa mempedulikanku.
Pft!!
"Brian tunggu aku!"
---
"Brian..." aku memanggil brian ketika brian mengenakan hoodienya.
"Hm?" Bahkan brian tidak menoleh.
"Kamu bisa liat aku gak kalo bicara?" Aku menarik tangan brian, brian mendengus kesal.
"Apa?" Brian melepaskan genggamanku kepada hoodienya.
"Aku capek sama sifat kamu" kataku dengan nada merendah, ku yakin brian mendengarnya.
"Terus, mau kamu gimana? Putus?" Brian menatapku tajam, aku menggeleng kuat.
"Bukan, susah banget kamu memberiku kabar? Aku ada hak bri, aku pacarmu, apa susah juga meminta maaf ketika kamu sangat mengecewakanku, sabar juga ada batasnya bri" kataku memberikan tekanan pada setiap katanya.
"Apa kurang kita bertemu setiap hari? Tidak usah ke kanak kanakkan, kau sudah kelas 2 sma" brian menggedong tasnya.
Sialan, kang brian sialan.
"Kira kira kenapa aku bertahan sama orang yang tidak dapat menghargai perasaan orang lain?"
"Itu urusanmu"
"Hmmm, baikhlah aku pulang duluan, jangan terlalu larut membaca bukumu, nanti matamu rusak, jangan lupakan makan malam, hati hati di jalan.
"Hm"
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Letting Go - Brian
FanfictionJika ada seseorang se sabar apapun itu, hargai, jangan di abaikan, tidak ada yang abadi di dunia ini, begitu pun dengan sabar, sabar ada batasannya.