Felix tidak tahu kenapa ia bisa ada di apartment Changbin. Seusai acara tangis menangis tadi Felix seakan sadar kenapa pula ia mencuci dan membersihkan ruangan ini?
Mereka masih duduk di sofa.
"O-om"
suara felix kenapa jadi kaya little boi lagi sange si.
Changbin menoleh. Di tangannya begitu banyak puluhan lembar kertas yang harus ia tanda tangani.
"Aku ngapain di sini ya?"
buat dihukum -kink scb.g
"Maksud aku, kok om ajak aku ke sini?"
Changbin tersedar. Ia menepuk dahinya kasar. "Kemarinkan kamu sedih, jadi saya bawa kamu ke sini. Eh malah saya yang nangis"
Felix mengangguk sambil memakan potongan pizzanya.
"Om kenapa nangis?"
"Saya kenapa nangis?"
"hu'um!"
Changbin tersenyum. Ia taruh semua kertas itu lalu duduk menyamping menatap Felix yang asik mengunyah junk food itu.
"Saya bakal kasih tau kenapa saya nangis, asal kamu mau jadi pacar saya"
belum sampai dua detik, pizza di dalam mulut Felix berhasil menyentuh lantai dan meja.
Matanya melotot kemudian sibuk meminum es jeruk.
Changbin tertawa kecil. Lalu mengusap punggung anak sekolah itu.
"Saya cuma minta kamu jadi pacar, bukan jadi suami"
Felix tambah melebarkan matanya. Entah kenapa pipinya memerah begitu saja!
--
--
Ini sudah hampir jam 4 sore, Felix sudah menghabiskan dua filmnya dan Changbin masih sibuk dengan semua kertas yang ada di meja.
Felix bosan!
Dengan takut, ia mendekat ke arah Changbin
"o-om?"
Hanya deheman yang Changbin keluarkan.
"Aku mau pulang, bunda pasti nyariin"
Changbin mengecek jam yang melilit di lengan kirinya. Lalu mengangguk.
"Ayo"
Felix diam "Ayo ke mana?"
"Katanya mau pulang, anak bunda?"
"iii! om!"
Changbib tertawa. Lalu menarik tangan Felix.
Di dalam mobil keduanya sibuk berbagi cerita, em... sebenarnya tidak, hanya Felix yang mengoceh terus menerus.
"Iya om, jadi ayah aku itu pegawai di perusahaan OES-Company, kalo bunda buka toko kue. eheee"
Changbin mengangguk. Sesekali menoleh guna merespon perkataan si anak sekolah.
"terus ya om, aku itu lagi punya gebetan"
Changbin membenarkan cara ia duduk. Mulai gerah.
"Dia idaman banget om, bunda aja suka sama dia"
tai! -scb
"Dia ketua osis, om! ketua ekskul musik juga"
Changbin meremat stir mobil.
"tapi..... felix ga jadi suka sama dia"
Lelaki matang itu menoleh "kenapa?" pertanyaan begitu cepat meluncur.
Felix sempat bingung lalu menjawab "Kemarin aku liat dia sama orang lain. yaudahlah!"
"Trus kamu gimana?"
"em... ga gimana gimana"
"sakit hati."
"dikit, trus udah biasa aja gitu. haduh aku juga bingung"
Sementara Felix tengah kebingungan. Changbin tersenyum senang. Lalu mengusak rambut Felix.
Obrolan mereka berlanjut hingga Felix tiba di rumahnya.
--
--
"Kakak kenapa nangis?"
Lelaki berumur dua puluh dua tahun itu menoleh. Seorang anak berumur 10 tahun tengah menatapnya dengan permen yang tengah ia jilat.
Anak itu menghentikan jilatannya. Lalu merogoh sesuatu di dalam kantongnya.
"Ini kak, kata bunda kalo lagi sedih harus makan cokelat"
Lelaki yang dipanggil kakak itu melihat telapak tangannya, di sana ada dua bungkus cokelat kecil yang di taruh anak lelaki tadi.
"Astaga! Tuan muda, maafkan anak saya! Lix jangan ganggu kakaknya, ayo pergi. Sekali lagi maafkan anak saya Tuan Muda Seo!"
--
Changbin tersenyum di apartmentnya, ia mengusap pelan dua bungkus cokelat yang terlihat sudah lusuh.
"Lix, terima kasih coklatnya"
--
tbc.
--
hayoooo apanehhh????
KAMU SEDANG MEMBACA
ineffable | scb-lfl
FanfictionChangbin berumur 30 tahun yang tengah didesak untuk menikah. Felix anak sma yang melihat pacarnya berselingkuh di depan mata kepalanya sendiri. bagaimana kalau kita buat Changbin dan Felix terjebak dalam perasaan saling rindu?