"Hima! Jadi tidak kau ikut kami ke festival kembang api besok?" Tanya Sarada menghampiri Hima yang fokus membaca novel ditangannya
"Oh besok ya?"
"Kau ini? Kenapa jadi pelupa? Aku kan sudah memberi tau mu kapan acaranya"
"Oh ya ya aku pasti akan ikut, nanti aku mengunjungi rumah mu dulu ya!"
"Eh jangan aku saja yang ke rumah mu sekalian aku ingin melihat bagaimana sih si suami mu itu??"
"Ssttt jangan keras keras, lagipula kau tidak akan bisa melihatnya"
Sarada mengernyit "Lho? Kenapa?"
"Dia selalu pulang larut, setelah aku tidur dia baru pulang,kecuali kalau kau mau menunggu sampai selarut itu untuk bertemu dengannya"
"Ihh tidak tidak, ngapain coba? Oh ya ngomong ngomong kau serius sekali, baca apa sih?" Ucapnya menarik sedikit novel itu dari tangan Hima namun segera Hima tarik kembali "Ceritanya bagaimana?"
"Oh ini? Jadi si perempuannya itu orangnya ceria, baik hati dan murah senyum sementara si laki lakinya seorang yang kaku, dingin dan irit bicara nah mereka itu saling jatuh cinta setelah mereka menjalani pernikahan terpaksa karena dijodohkan orang tua mereka ke sananya aku belum tau"
"Kau merasa tersindir tidak sih membaca buku ini?" Himawari mengalihkan pandangannya dari novel kepada Sarada
"Maksudmu? Tersindir bagaimana? Aku tidak paham"
"Baru seminggu lebih kau menikah dengan cowok senyum palsu itu sekarang kau mulai tertular sikap tidak pekaan dari nya? Ckckck"
"Hah? Maksudmu bagaimana? Katakan dengan jelas, aku tidak paham maksudmu apa"
"Begini, jadi tadi kan kau bilang ceritanya itu si perempuannya mempunyai sifat yang ceria, baik hati dan murah senyum itu itu kan sangat sangat dirimu dan kau juga bilang kalau si laki lakinya itu kaku, dingin dan irit bicara itu kan benar benar sifatnya kak Inojin dan mereka jatuh cinta karena awalnya di paksa menikah oleh kedua orang tua, tidakkah cerita itu benar benar merujuk pada kisah hidup mu sekarang?" Jelas Sarada panjang lebar
Himawari bingung sendiri, karena jujur dia juga baru sadar kalau kisah yang dituliskan di buku itu sangatlah merujuk pada kisah hidupnya sekarang. Setelah melayangkan pikirannya entah kenapa cukup lama, dirinya mengerjap berkali kali berusaha mengumpulkan kesadaran karena suatu kebetulan tadi.
"Eh iya ya?"
"Lebih baik kau jadi penulis saja, tuliskan kisah hidupmu, pasti sangat menarik"
"Tidak ah aku tidak mau mengumbar kisahku sendiri"
"Yasudah jangan lupa besok, pokoknya aku yang akan ke rumah bibi Ino tunggu aku!"
"Siap Sarada-sama"
««◎◎»»
"Mau kemana kau?" Tanya Inojin begitu melihat Hima bersiap siap dengan Yukata biru miliknya
"Ke festival kembang api" ucapnya singkat sembari terus menghadap cermin menyisir rambutnya
"Kau menyisir ke arah yang salah, sini"
Niatnya yang ingin memasang raut wajah marah berubah menjadi malu seketika begitu Inojin mengambil paksa sisir di tangannya. Bukannya menaruh sisir itu, Inojin malah menyisir rambut Hima perlahan lahan.
Hima tertegun dan tetap diam dalam lamunannya terus berfokus pada cermin di depannya, di mana dua pantulan manusia terpantul jelas di cermin itu. Dia dan suaminya, Hima benar benar berharap, apa yang dia lakukan kali ini adalah murni keinginannya, murni dari kasih sayangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Fall In Love? [COMPLETED]
FanficKata apa yang tepat untuk hal ini? Kutukan? Atau Anugrah? Jujur! Aku sangat bingung! Aku memang bahagia karena pada akhirnya, sosok yang aku sangat sangat kagumi dari dulu kini menjadi milikku Tapi apakah harus sekarang? Apa yang mama dan papa piki...