Note : lanjutan dari Dark Day
-
Suara ketikan keyboard terdengar nyaring di dalam kamarnya yang sunyi. Berkali-kali, Changbin menekan tombol putar pada komputernya, kemudian dijeda lagi.
Ia mendesah. Diputarnya lagi lagu yang baru saja ia garap.
Ia mengetuk-ngetukkan jarinya pada meja di hadapannya sambil menaik-turunkan kepalanya dengan mata terpejam, mengikuti irama lagunya.
Saat lagu telah selesai diputar, ia malah mengacak rambutnya dengan frustrasi. Tidak. Ini bukan karena lagu yang ia buat buruk. Tapi karena ia ragu dengan isi lirik yang ia tulis.
"Apa tidak apa-apa aku menulis begini?" gumamnya pada diri sendiri.
Ia menghela napas panjang lalu meraih botol cola di dekat komputernya. Bibirnya mendecak pelan saat cola yang melewati mulutnya hanya tinggal beberapa tetes saja.
Changbin menggeser kursinya. Lalu dengan sangat berat hati, ia beranjak dari kursi yang sudah ia duduki sejak empat jam yang lalu itu.
"Ah, kau keluar kamar juga akhirnya." Suara dari kakak perempuannya langsung menerjang gendang telinga Changbin begitu ia menginjakkan kakinya di dapur.
Ia tidak menghiraukan gadis yang lebih tua dua tahun darinya itu dan terus berlalu menuju kulkas untuk mengambil cola.
"Ya, Changbin-ah! Minum cola terlalu banyak tidak baik untuk kesehatan, tahu," teriak kakaknya sambil menghadang jalan Changbin yang baru saja mengambil sebotol cola.
Changbin mengehela napas berat. Akhirnya ia mengurungkan niatnya untuk kembali ke kamar dan berdiri di depan meja pantry, tepat di samping kakaknya. Tapi, ia tidak menuruti perintah kakaknya dan tetap membuka botol cola yang baru saja ia ambil lalu meminumnya.
Kakaknya menghela napas sambil menggeleng beberapa kali.
"Nuna," panggil Changbin tiba-tiba.
Kakaknya menoleh. "Hmm?"
"Kau pasti pernah jatuh cinta, kan? Bagaimana menurutmu tanda-tandanya?"
Gadis itu mengulum senyumnya, berusaha keras agar tidak tertawa. Adiknya sedang jatuh cinta rupanya.
"Aku akan kembali ke kamar jika kau tidak mau menjawab." Dengan cepat gadis itu menghentikan langkah Changbin.
"Jamkkanman. Aku akan menjawab, kok. Tapi, ceritakan dulu siapa gadis itu," ucapnya dengan alis terangkat. (Tunggu dulu)
Changbin diam lama, berpikir. Setelah menimang-nimang, akhirnya ia mau menceritakannya.
"Aku bertemu dengannya di bukit dekat rumah kita sekitar tiga bulan yang lalu, saat kita pertama kali pindah ke Ilsan." Changbin mulai bercerita.
"Saat itu, dia sedang melukis sesuatuㅡaku tidak tahu apa. Langit sore memang terlihat sangat indah di taman itu. Kupikir itu salah satu alasan dia memilih melukis disana," terangnya sambil sesekali melirik kakaknya yang masih khidmat mendengarkan ceritanya.
Changbin mengangkat kedua ujung bibir hingga membentuk satu senyum tipis. "Tidak tahu kenapa, aku tidak mau beranjak dari tempatku dan terus memperhatikan dia yang tengah melukis. Cahaya matahari yang menyorot wajahnya, angin sore yang menerbangkan rambutnya, juga tangan mungilnya yang terus bergerak di atas kanvas membuatku merasa... merasa..."
KAMU SEDANG MEMBACA
An Ending Scene
Short Story"Semua kepingan cerita ini memiliki akhir. Yang kulakukan hanyalah menyusun kepingan cerita ini untuk menemukan jalan menuju endingnya. Kuharap ending scene yang di tampilkan disana adalah ending yang diharapkan semua orang." Mini stories yang cocok...