Wulan melangkahkan kakinya menuju butik yang sudah sah menjadi miliknya selama tiga tahun terakhir.
"SElamat Pagi, Mba," sapa salah satu pegawai.
Wulan hanya melayangkan senyum sopannya dan berlalu menuju ruang kerjanya. Ia hanyut dalam beberapa design gaun pengantin pesanannya. Ketukan di pintu membuyarkan konsentrasinya.
"Maaf Mba, ganggu. Di depan ada yang mau ketemu. Katanya dia pesen gaun pesta tapi belum sampai juga," jelas Lana, Sekretarisnya.
"ok apa laki?" tanyanya.
"Eh?" bingung Lana. Mendengar nada kebingungan dari sang sekretaris, Wulan menyadari kesalahannya.
"Eh, maksudnya cewek apa cowok."
"Cowok Mba."
"Yaudah, suruh masuk aja."
Tak lama seorang pria dewasa dengan setelan jas rapi masuk ke dalam ruangannya. Saat melihat siapa yang masuk, Wulan membelalakan matanya tak percaya.
"Well, Long time no see, Moon," sapa lelaki itu dengan senyum smirknya.
Wulan menarik napasnya mengontrol amarah yang sebentar lagi akan pecah, "ada yang bisa saya bantu, Tuan?"
"Just call my name, Moon."
"I don't know, what's your name, Sir."
"Ugh, lagi-lagi kamu menyentil harga diriku," gerutu lelaki itu.
"What do you want?"
"You," jawabnya tegas.
"I'am working now! Just tell me, what do you want?!" Tanya Wulan lagi yang sudah mulai tersulut amarah.
Lelaki itu mengeluarkan sebuah undangan perak dari balik jasnya. Wulan mengernyitkan dahinya saat melihat undangan yag terkesan mewah itu.
"Are you married?" tanyanya ragu.
"Liat dulu undangannya."
Wulan meraih undangan itu dan membacanya. Dia mengangkat sebelah alisnya bingung, kenapa dia diundang?
"Apa maksudnya?"
"Zura dan Mami ingin kamu datang di pernikahan itu, bersamaku."
"Are you mad?! Kita udah selesai, Kaash! Tujuh tahun lalu! Apa Tante Mira dan Azura tidak tahu?"
"Mereka tahu dan mereka maksa," jelas Akaash.
"Why me, Kaash?"
"Karena hanya kamu yang dipercaya untuk menjadi menantu ke tiga di keluargaku, Lan."
"Bilang sama mereka, aku gak bisa dan gak mau," tolak wulan.
"Dan membuat Mami dan Azura sakit hati? Huh, apa kamu lupa sikap mereka yang penuh dengan drama itu?"
"Aku gak mau. Ajak saja perempuan-perempuan liarmu itu," sinis Wulan.
"Acaranya dimulai dua jam dari sekarang, kita gak punya waktu untuk debat lagi. Jadi, ayo kita berangkat," setelah mengucapkan itu, Akaash menarik lengan Wulan menuju luar.
"Akaash! Apa-apaan kamu! Aku gak mau! Akaash lepas!" seru Wulan.
Akaash menulikan pendengarannya. Setelah sampai parkiran mobil, Akaash melempar tubuh Wulan ke dalam mobil.
"Aku belum berpakaian, Akaash!"
"Diamlah! Tutup mulut cantikmu itu, Wulan. Sebelum aku yang menutup," Wulan sontak terdiam setelah mendengar ancaman Akaash.
Mereka berjalan dengan hening dan berhenti di depan sebuah salon.
"Untuk apa kita ke sini?"
"Kau ingin berpakaian kan?"
"Dan kita kesini? Ya Tuhan! Dimana otak pintarmu itu, Akaasha! Aku punya butik dan aku bisa merias diri ku sendiri! Untuk apa kamu membuang-buang uang seperti ini?" Wulan tidak tahu lagi bagaimana ia berbicara kepada mantan kekasihnya itu.
Akaash kembali menarik lengan Wulan untuk memasuki salon itu. Para pegawainya pun menyambut mereka dengan senang hati. "Rias dia sesempurna mungkin!" titahnya.
"Baik, Tuan."
1 jam 45 menit Akaash menunggu, "apa gak bias cepet dikit apa dandannya," gerutu Akaash
Tak lama, Akaash melihat seorang wanita dewasa yang cantik dengan gaun merah dibawah lutut juga heels putihnya.
Tampak sangat menawan.
"Well, siapa bidadari cantik di depanku ini?" goda Akaash.
Wajah Wulan memerah, "hentikan omong kosongmu itu! Sebaiknya kita cepat pergi dari sini."
"Oke, jika itu keinginanmu," Akaash pun menggandeng lengan Wulan dan hal itu sukses membuat Wulan salah tingkah.
Sesampainya mereka di ballroom hotel, Akaash dan Wulan sukses menjadi pusat perhatian.
"Astaga!! Lihat siapa yang datang!!"
,,,
"Selamat datang! Apa ada sepatu yang ingin kalian pilih?" sapa Ambar yang sedang bertugas di salah satu toko sepatu.
"Ah ya, apa ada flatshoes polos berwarna putih?" Tanya pelanggan itu.
"Ah, tentu saja ada. Tunggu sebentar ya, Mas."
Pria itu mengangguk dan menatap kepergian Ambar.
"Ini Mas, sepatunya."
"Ukuran kakimu berapa?" Tanya pria itu.
"Maaf?"
"Ukuran kakimu berapa, Ambarwati," Tanya pria itu sekali lagi. Bagaimana ia tahu namaku?
"39?"
"Good. Cari ukuran 39 untuk flatshoes itu," titahnya.
Ambar yang masih dalam kebingungan segera pergi untuk mencari ukurannya.
"Ini Mas," beri Ambar.
"Bungkus sepatu itu."
AMbar pun tanpa banyak bertanya segera membungkus flatshoes itu.
Setelah pria itu menyelesaikan pembayarannya, ia pun pergi.
Ambar mengedikkan bahunya acuh.
Haripun sudah larut, dan ini waktunya Ambar pulang. Sesampainya ia di depan rumah Wulan, ia melihat sebuah kotak hadiah. Ia pun menghampiri kotak itu dan betapa kagetnya saat membaca tulisan di atas kotak itu.
For you, Ambarwati.
,,,
3 - Call My Name.
20 Juli 2018
sorry, for the typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel's
ChickLitSa.ha.bat N Kawan; teman; handai; Bertemu dan langsung menjadi akrab itu sulit. Mengumpulkan beberapa orang dengan sikap dan sifat yang berbeda pun juga sulit. Tapi ini kisah mereka, dengan garis hidupnya masing-masing. Percaya bahwa semua yang terj...